Tanggung Jawab Profesi JABATAN Notaris
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang meletakkan hukum sebagai kekuatan tertinggi
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 telah memberikan jaminan bagi seluruh warga
negaranya untuk mendapatkan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang
berintikan pada kebenaran dan keadilan. Jaminan kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum tersebut tentunya membutuhkan upaya konkret agar
terselenggara dengan seksama sebagai bentuk pertanggung jawaban negara bagi
kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum
lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan
Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi
juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan
kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi
pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.
Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan
penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai
hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan
lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin
meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam
berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional,
maupun global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan
kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat
dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat
dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta otentik yang
merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi
penyelesaian perkara secara murah dan cepat.
Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang
diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban
untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh
telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara
membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses
terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang
terkait bagi para pihak penandatangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat
menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris
yang akan ditandatanganinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris?
2. Bagaimana tinjauan tentang profesi dan kode etik Notaris?
3. Bagaimana pelanggaran yang dilakukan Notaris atas Kode Etik Notaris?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaturan Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
2. Untuk mengetahui tinjauan tentang profesi dan kode etik Notaris.
3. Untuk memahami pelanggaran yang dilakukan Notaris atas Kode Etik
Notaris.
D. Metodologi
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode/cara pengumpulan
data atau informasi melalui :
• Penelitian kepustakaan (Library Research); yaitu penelitian yang
dilakukan melalui studi literature, undang-undang, dan sebagainya yang sesuai
atau yang ada relevansinya (berkaitan) dengan masalah yang dibahas.
• Browsing; yaitu mencari data dan informasi melalui media internet.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang penulisan ini, maka terlebih
dahulu penulis akan menguraikan sistematika penulisannya agar lebih mudah
dipahami dalam memecahkan masalah yang ada, di dalam penulisan ini dibagi dalam
3 (tiga) bab yang terdiri dari:
Bab I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang
memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metodologi, dan sistimatika
penulisan.
Bab II : Bab ini merupakan bab yang berisi tentang
pembahasan mengenai kode etik profesi Notaris.
Bab III : Bab ini merupakan bab penutup yang
memuat kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris
1.1. Sejarah Perkembangan Notaris
Lembaga notaris di Indonesia berasal dari zaman Belanda, Karena Peraturan
Jabatan Notaris Indonesia berasal dari Notaris Reglement (Stbl.1660-3) bahkan
jauh sebelumnya yakni dalam tahun 1620, Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen
mengangkat Notarium Publicum. Notaris pertama di Hindia Belanda ialah Melchior
Kerchem dan tugasnya adalah melayani semua surat, surat wasiat di bawah tangan
(codicil), persiapan penerangan, akta kontrak perdagangan, perjanjian kawin,
surat wasiat (testament), dan akta-akta lainnya dan ketentuan-ketentuan yang
perlu dari kota praja dan sebagainya. Melchior Kerchem pada waktu itu menjabat
sebagai sekretaris college Van Schepenen di Jakarta sehingga beliau merangkap
jabatan sebagai secretaries van den gereclite dan notaries publiek. Baru lima
tahun kemudian jabatan-jabatan tersebut dipisahkan dan jumlah notaries pada
waktu itu bagi kandidat-kandidat yang telah pernah menjalani masa magang pada
seorang notaries.
Pada tanggal 26 januari 1860, diterbitkannya peraturan Notaris Reglement yang
selanjutnya dikenal sebagai Peraturan Jabatan Notaris. Reglement atau ketentuan
ini bisa dibilang adalah kopian dari Notariswet yang berlaku di Belanda.
Peraturan jabatan notaris terdiri dari 66 pasal. Peraturan jabatan notaris ini
masih berlaku sampai dengan diundangkannya undang-undang nomor 30 tahun 2004
tentang jabatan notaris.
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945, terjadi kekosongan
pejabat notaris dikarenakan mereka memilih untuk pulang ke negeri Belanda.
Untuk mengisi kekosongan ini, pemerintah menyelenggarakan kursus-kursus bagi
warga negara Indonesia yang memiliki pengalaman di bidang hukum (biasanya wakil
notaris). Jadi, walaupun tidak berpredikat sarjana hukum saat itu, mereka
mengisi kekosongan pejabat notaris di Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 1954, diadakan kursus-kursus independen di
universitas Indonesia. Dilanjutkan dengan kursus notariat dengan menempel di
fakultas hukum, sampai tahun 1970 diadakan program studi spesialis notariat,
sebuah program yang mengajarkan keterampilan (membuat perjanjian, kontrak dll)
yang memberikan gelar sarjana hukum (bukan CN – candidate notaris/calon
notaris) pada lulusannya.
Pada tahun 2000, dikeluarkan sebuah peraturan pemerintah nomor 60 yang
membolehkan penyelenggaraan spesialis notariat. PP ini mengubah program studi
spesialis notarist menjadi program magister yang bersifat keilmuan, dengan
gelar akhir magister kenotariatan.
Yang mengkhendaki profesi notaris di Indonesia adalah pasal 1868 Kitab
undang-undang hukum perdata yang berbunyi: “Suatu akta otentik ialah suatu akta
di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang dibuat oleh atau
dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta
dibuatnya.” Sebagai pelaksanaan pasal tersebut, diundangkanlah undang-undang
nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris (sebagai pengganti statbald 1860
nomor 30).
Perjalanan Notaris Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan
perkembangan Negara dan bangsa Indonesia. Hal ini ditandai dengan berhasilnya
pemerintahan orde Reformasi mengundangkan UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris. Peraturan UU Nomor 30 Tahun 2004 ini merupakan pengganti
Peraturan jabatan Notariat (Stbl. 1660-3) dan Reglement op Het Notaris Ambt in
Indonesie (Stbl. 1860:3) yang merupakan peraturan Pemerintah Kolonial Belanda.
Dalam dictum penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 dinyatakan bahwa
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menentukan secara
tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum. Prinsip Negara hukum
menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan
kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menunttut
antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan
adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang
sebagai subjek hukum dalam masyarakat.
Akta autentik sebagai alat bukti terkuat dan penuh mempunyai peranan
penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai
hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan social, dan
lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta autentik makin
meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam
berbagai hubungan ekonomi dan social, baik pada tingkat nasional, regional,
maupun global. Melalui akta autentik yang menentukan secara jelas hak dan
kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat
dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut dapat dihindari,
dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta autentik yang merupakan alat
bukti tertulis dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara
secara murah dan cepat.
Berdasarkan uraian di atas, maka Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta autentik tertentu tidak
dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta autentik tertentu tidak
ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan
kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain autentik yang dibuat oleh
atau dihadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang
berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian,
ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus
bagi masyarakat secara keseluruhan.
Menurut pengertian undang undang no 30 tahun 2004 dalam pasal 1 disebutkan
definisi notaris, yaitu: “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana maksud dalam
undang-undang ini.” Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian
fungsi publik dari negara, khususnya di bidang hukum perdata.
Sebagai pejabat umum notaris adalah:
1. Berjiwa pancasila;
2. Taat kepada hukum, sumpah jabatan, kode etik
notaris;
3. Berbahasa Indonesia yang baik;
Sebagai profesional notaris:
1. Memiliki perilaku notaris;
2. Ikut serta pembangunan nasional di bidang
hukum;
3. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat.
Notaris menertibkan diri sesuai dengan fungsi,
kewenangan dan kewajiban sebagaimana ditentukan di dalam undang-undang jabatan
notaris.
1.2. Pengangkatan dan Pemberhentian Notaris
Notaris sebagai pejabat umum merupakan sebuah
profesi hukum yang memiliki posisi yang sangat strategis dalam pembangunan
bangsa Indonesia. Oleh karena itu, untuk dapat diangkat menjadi notaries maka
harus memenuhi persyaratan tertentu. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 3 UU Nomor 30 Tahun 2004.
Dinyatakan bahwa syarat untuk dapat diangkat
menjadi notaries sebagaimana dimaksud Pasal 3 adalah:
a) Warga Negara Indonesia;
b) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c) Berumur paling sedikit 27 tahun;
d) Sehat jasmani dan rohani;
e) Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang
strata dua kenotariatan;
f)
Telah
menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam
waktu 12 bulan berturut-turut pada kantor notaries atas prakarsa sendiri atau
atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;
g) Tidak berstatus sebagai pegawai
negeri, pejabat Negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang
oleh Undang-undag dilarang untuk dirangkap dengan jabatan notaries.
Sejalan dengan ketentuan pasal 3 diatas, maka
notaries sebagai pejabat umum dan sebagai organisasi profesi dalam menjalankan
tugasnya wajib mengangkat sumpah. Sumpah merupakan persyaratan formal yang
harus dijalani sebelum memulai menjalankan tugasnya. Dalam pasal 4 ayat (1) dan
(2) UU Nomor 30 Tahun 2004 dinyatakan bahwa:
“Sebelum menjalankan jabatannya, notaries wajib
mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan menteri atau pejabat yang
ditunjuk. Sumpah janji berbunyi sebagai berikut:
“Saya bersumpah/berjanji:
-Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara
Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
sesuai peraturan perundang-undangan lainnya.
-Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya
dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak.
-Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku
saya, dan akan menjalankan kewajiaban saya sesuai dengan kode etik profesi,
kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris.
-Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan
keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya.
-Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan
ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun,
tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjiakan sesuatu kepada siapa
pun.”
Berkaitan dengan ketentuan dalam pasal 4 di
atas, maka pengucapan sumpah/janji ini merupakan hal yang sangat prinsipil bagi
notaries, sebab jika tidak sempat mengangkat sumpah/janji setelah diangkat
dalam jangka waktu dua bulan, pengangkatannya sebagai notaris dapat dibatalkan
oleh Menteri (Pasal 5 dan Pasal 6). Dengan demikian dalam jangka waktu 30 hari
setelah disumpah/janji sebagai notaris wajib menjalankan tugasnya. Hal ini
sesuai ketentuan dalam pasal 7 UU Nomor 30 tahun 2004, dinyatakan bahwa dalam
jangka waktu 30 haru terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan
notaries, yang bersangkutan wajib:
a) Menjalankan jabatannya dengan nyata;
b) Menyampaikan berita acara sumpah/janji
jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas
Daerah;
c) Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda
tangan, dan paraf, serta teraan cap/stempel jabatan Notaris berwarna merah
kepada menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang
agrarian/pertanahan, Organisasi Notaris, ketua Pengadilan Negeri, Majelis
Pengawas Daerah, serta bupati atau walikota di tempat Notaris diangkat.
Sehubungan dengan ketentuan dalam pasal 7 UU Nomor 30 Tahun 2004 di atas,
maka notaries sebagai pejabat umum atau organisasi profesi dalam menjalankan
tugasnya dapat berhenti atau diberhentikan karena alasan-alasan tertentu. Dalam
pasal 8 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2004 dinyatakan bahwa notaris berhenti atau
diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:
a) Meninggal dunia;
b) Telah berumur 65 tahun;
c) Permintaan sendiri;
d) Tidak mampu secara rohani dan/atau
jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris secara terus-menerus lebih
dari 3 tahun, atau
e) Merangkap jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.
Sementara itu, dalam kaitannya dengan ketentuan
Pasal 8 ayat (1) di atas, maka notaries dapat diberhentikan sementara dari
jabatannya karena:
a) Dalam proses pailit atau penundaan
kewajiban pembayaran utang;
b) Berada di bawah pengampuan;
c) Melakukan perbuatan tercela; dan
d) Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban
dan larangan jabatan.
Sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 7 dan Pasal 8 di atas, maka Notaris
dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh menteri atas usul
Majelis Pengawas Pusat apabila:
a.
Dinyatakan
pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap;
b. Berada di bawah pengampuan secara terus
menerus lebih dari tiga tahun;
c.
Melakukan
perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat Notaris; atau
d. Melakukan pelanggaran berat terhadap
kewajiban dan larangan jabatan.
1.3. Kewenangan, Kewajiban, dan Larangan
1.3.1. Kewenangan notaris menurut UUJN (pasal 15)
Kewenangan seorang notaris adalah sebagai berikut:
a. Membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan
dan/atau yag dikhendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta
otentik, menajmin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan
grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut
tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain yang ditetapkan
oleh undang-undang.
b. Mengesahkan tanda tangan dan menetapakan
kepastian tanggal pembuatan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus (legalisasi).
Legalisasi adalah tindakan mengesahkan tanda
tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan yang dibuat
sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas yang
bermaterai cukup yang di tanda tangani di hadapan notaris dan didaftarkan dalam
buku khusus yang disediakan oleh notaris.
c. Membukukan surat-surat di bawah tangan
dengan mendaftar dalam buku khusus (waarmerking).
d. Membuat kopi dari asli surat di bawah
tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan
dalam surat yang bersangkutan.
e. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi
dengan surat aslinya (legalisir).
f.
Memberikan
penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
g. Membuat akta yang berhubungan dengan
pertanahan.
h. Membuat akta risalah lelang.
i.
Membetulkan
kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang
telah di tanda tangan, dengan membuat berita acara (BA) dan memberikan catatan
tentang hal tersebut padaminuta akta asli yang menyebutkan tanggal dan nomor BA
pembetulan, dan salinan tersebut dikirimkan ke para pihak (pasal 51 UUJN).
1.3.2. Kewajiban notaris menurut UUJN (pasal 16)
Kewajiban seorang notaris adalah sebagai berikut:
1. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak
berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
2. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan
menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris, dan notaris menjamin
kebenarannya; Notaris tidak wajib menyimpan minuta akta apabila akta dibuat
dalam bentuk akta originali.
3. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta dan
kutipan akta berdasarkan minuta akta;
4. Wajib memberikan pelayanan sesuai dengan
ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
5. Yang dimaksud dengan alasan menolaknya
adalah alasan:
• Yang membuat notaris berpihak,
• Yang membuat notaris mendapat keuntungan dari
isi akta;
• Notaris memiliki hubungan darah dengan para
pihak;
• Akta yang dimintakan para pihak melanggar
asusila atau moral.
6. Merahasiakan segala suatu mengenai akta
yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai
dengan sumpah\jabatan.
7. Kewajiban merahasiakan yaitu merahasiakan
segala suatu yang berhubungan dengan akta dan surat-surat lainnya adalah untuk
melindungi kepentingan semua pihak yang terkait.
8. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan
menjadi 1 buku/bundel yang memuat tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlahnya
lebih maka dapat dijilid dalam buku lainnya, mencatat jumlah minuta akta, bulan
dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;Hal ini dimaksudkan bahwa
dokumen-dokumen resmi bersifat otentik tersebut memerlukan pengamanan baik
terhadap aktanya sendiri maupun terhadap isinya untuk mencegah penyalahgunaan
secara tidak bertanggung jawab.
9. Membuat daftar dan akta protes terhadap
tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
10. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan
wasiat menurut uraian waktu pembuatan akta setiap bulan dan mengirimkan daftar
akta yang dimaksud atau daftar akta nihil ke Daftar Pusat Wasiat Departemen
Hukum Dan HAM paling lambat tanggal 5 tiap bulannya dan melaporkan ke majelis
pengawas daerah selambat-lambatnya tanggal 15 tiap bulannya;
11. Mencatat dalam repotrorium tanggal
pengiriman daftar wasiat pada seiap akhir bulan;
12. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang
negara republik indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama,
jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
13. Membacakan akta di hadapan pengahadap
dengan dihadiri minimal 2 orang saksi dan ditanda tangani pada saat itu juga
oleh para penghadap, notaris dan para saksi;
14. Menerima magang calon notaris;
Sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b khusus mengatur
akta minuta, maka akta minuta tersebut dapat dibatalkan, karena notaris membuat
akta originali. Adapun akta originali tersebut adalah akta:
a) Pembayaran uang sewa, bunga, dan
pensiunan;
b) Penawaran pembayaran tunai;
c) Protes terhadap tidak dibayarnya atau
tidak diterimanya surat berharga;
d) Akta kuasa;
e) Keterangan kepemilikan;
f)
Akta
lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
1.3.3. Larangan jabatan notaris menurut UUJN
(pasal 17)
Notaris dilarang:
1. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari
7 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
3. Merangkap sebagai pegawai negeri;
4. Merangkap sebagai pejabat negara;
5. Merangkap sebagai advokat;
6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau
pegawai BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta;
7. Merangkap sebagai pejabat pembuat akta
tanah di luar wialayah jabatan notaris;
8. Menjadi notaris pengganti;
9. Melakukan profesi lain yang bertentangan
dengan norma agam, kesusilaan atau kepatutan yang dapat memengaruhi kehoramatan
dan martabat jabatan notaris.
1.4. Tempat Kedudukan, Formasi, dan Wilayah
Jabatan Notaris
Notaris dalam menajalankan tugas dan fungsinya harus mempunyai wilayah
kerja sebagai tempat kedudukan. Tempat kedudukan notaris ini terbatas pada
wilayah kabupaten/kota.
Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004,
yaitu:
Pasal 18:
(1) Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota.
(2) Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi
dari tempat kedudukannya.
Pasal 19
(1) Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat
kedudukannya.
(2) Notaris tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan di luar
tempat kedudukannya.
Pasal 20
(1) Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam
bentuk perserikatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian dan
ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya.
(2) Bentuk perserikatan perdata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh para Notaris berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan dalam menjalankan jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Dalam kaitannya dengan tempat kedudukan Notaris di atas, maka keberadaan
Notaris harus disesuaikan pula dengan kondisi wilayah yang ada di tempat
kedudukannya. Oleh karena itu, untuk mencukupi jumlah Notaris di suatu tempat,
maka tetap mengacu pada misalnya jumlah penduduk yang ada di wilayah
kabupaten/kota tersebut. Hal
ini sesuai ketentuan yang diatur dalam UU No.30 Tahun 2004, dinyatakan bahwa:
Pasal 21
Menteri berwenang menentukan Formasi Jabatan Notaris pada daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dengan mempertimbangkan usul dari
Organisasi Notaris.
Pasal 22
(1) Formasi Jabatan Notaris ditetapkan berdasarkan:
a. kegiatan dunia usaha;
b. jumlah penduduk; dan/atau
b. rata-rata jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan Notaris
setiap bulan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Formasi Jabatan Notaris sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Berkaitan dengan ketentuan dalam Pasal 22 di atas, maka untuk mencari
suasana yang lebih baik, UU Nomor 30 Tahun 2004 ini memberikan kesempatan
kepada Notaris untuk pindah tempat wilayah kerja.
Pasal 23
(1) Notaris dapat mengajukan permohonan pindah wilayah jabatan Notaris
secara tertulis kepada Menteri.
(2) Syarat pindah wilayah jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
setelah 3 (tiga) tahun berturut-turut melaksanakan tugas jabatan pada daerah
kabupaten atau kota tertentu tempat kedudukan Notaris.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah mendapat
rekomendasi dari Organisasi Notaris.
(4) Waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk cuti yang telah
dijalankan oleh Notaris yang bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan pindah wilayah
jabatan Notaris diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 24
Dalam keadaan tertentu atas permohonan Notaris yang bersangkutan, Menteri
dapat memindahkan seorang Notaris dari satu wilayah jabatan ke wilayah jabatan
lain.
B. Profesi dan Kode Etik Notaris
2.1. Notaris Sebagai Profesi
Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memiliki keahlian khusus yang
menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani
kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan
autentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta
jasa notaris. Menurut Ismail Saleh, notaris perlu memperhatikan apa yang
disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Mempunyai integritas moral yang mantap
2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri (kejujuran intelektual)
3. Sadar akan batas-batas kewenangannya
4. Tidak semata-mata berdasarkan uang.
Lebih jauh Ismail Saleh mengatakan bahwa empat pokok yang harus
diperhatikan para notaris adalah sebagai berikut:
1. Dalam menjalankan tugas profesinya,
seorang notaris harus mempunyai integritas moral yang mantap. Dalam hal ini,
segala pertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas profesinya.
Walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang
bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan.
2. Seorang notaris harus jujur, tidak hanya
pada kliennya, juga pada dirinya sendiri. Ia harus mengetahui akan batas-batas
kemampuannya, tidak member janji-janji sekedar untuk menyenangkan kliennya,
atau agar si klien tetap mau memakai jasanya.
3. Seorang notaris harus menyadari akan
batas-batas kewenangannya. Ia harus menaati ketentuan-ketentuan hukum yang
berlaku tentang seberapa jauh ia dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa
yang tidak di tempat kedudukannya sebagai notaris.
4. Sekalipun keahlian seseorang dapat
dimanfaatkan sebagai upaya yang lugas untuk mendapatkan uang, namun dalam
melaksanakan tugas profesinya ia tidak semata-mata didorong oleh pertimbangan
uang. Seorang notaris yang Pancasilais harus tetap berpegang teguh kepada rasa
keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang, dan tidak semata-mata
hanya menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum, tapi
mengakibatkan rasa keadilan.
2.2. Kode Etik Notaris
Dalam menjalankan tugasnya seorang notaris harus berpegang teguh kepada
kode etik jabatan notaris. Dalam kode etik Notaris Indonesia telah ditetapkan
beberapa kaidah yang harus dipegang teguh oleh notaris (selain memegang teguh
kepada peraturan jabatan notaris), diantaranya adalah:
a. Kepribadian notaris, hal ini dijabarkan kepada:
1. Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai
pancasila, sadar dan taat kepada hukum peraturan jabatan notaris, sumpah
jabatan, kode etik notaris dan berbahasa Indonesia yang baik.
2. Memiliki perilaku professional dan ikut
serta dalam pembangunan nasional, terutama sekali dalam bidang hukum.
3. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi
martabat dan kehormatan notaris, baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya.
b. Dalam menjalankan tugas, notaris harus:
1. Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri,
jujur tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab.
2. Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang
ditetapkan oleh undang-undang, dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan
dan tidak menggunakan perantara.
3. Tidak menggunakan media massa yang
bersifat promosi.
c. Hubungan notaris dengan klien harus
berlandaskan:
1. Notaris memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya.
2. Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk
mencapai kesadaran hukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan
kewajibannya.
3. Notaris harus memberikan pelayanan kepada
anggota masyarakat yang kurang mampu.
d. Notaris dengan sesama rekan notaris haruslah:
1. Hormat menghormati dalam suasana
kekeluargaan.
2. Tidak melakukan perbuatan ataupun
persaingan yang merugikan sesama.
3. Saling menjaga dan membela kehormatan dan
korps notaris atas dasar solidaritas dan sifat tolong menolong secara
konstruktif.
C. Pelanggaran dalam Kode Etik Notaris
3.1. Larangan Notaris dalam Menjalankan Tugasnya
Jabatannya
Sesuai dengan Rumusan Komisi D Bidang Kode Etik Ikatan Notaris (INI)
Periode 1990-1993 mengenai Larangan-larangan dan ketentuan-ketentuan tentang
Perilaku Notaris dalam menjalankan jabatannya, anggota Ikatan Notaris Indonesia
dilarang :
·
mempunyai
lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan;
memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/Kantor Notaris” di
luar lingkungan kantor;
·
melakukan
publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama, dengan
mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau
elektronik, dalam bentuk: iklan; ucapan selamat; ucapan belasungkawa; ucapan
terima kasih; kegiatan pemasaran; kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial,
keagamaan, maupun olah raga;
·
bekerja
sama dengan Biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai
perantara untuk mencari atau mendapatkan klien;
·
menandatangani
akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh pihak lain;
·
mengirimkan
minuta kepada klien untuk ditandatangan;
·
berusaha
atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari notaris lain
kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan
maupun melalui perantaraan orang lain;
·
melakukan
pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah
diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien
tersebut tetap membuat akta padanya;
·
melakukan
usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah
timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris;
·
menetapkan
honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium
yang telah ditetapkan perkumpulan;
·
mempekerjakan
dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa
persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan;
·
menjelekkan
dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal
seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan
sejawat yang ternyata di dalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius
dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada
rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang
tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak
diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut;
·
membentuk
kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk
melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan
bagi Notaris lain untuk berpartisipasi;
·
menggunakan
dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
·
melakukan
perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terhadap
Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada
pelanggaran-pelanggaran terhadap: Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; Penjelasan Pasal 19 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatanNotaris; isi sumpah jabatan
Notaris; Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga
dan/atau Keputusan-keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi Ikatan
Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota.
·
Sedangkan
pengecualian atau tidak termasuk larangan, adalah:
·
memberikan
ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan
bunga ataupun media lainnya dengan tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya
nama saja;
·
pemuatan
nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor telepon, fax dan telex, yang
diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansi-instandan/atau
lembaga-lembaga resmi lainnya;
·
memasang
1 (satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 cm x 50 cm, dasar
berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta
dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari kantor Notaris.
3.2. Contoh Kasus Pelanggaran Notaris
3.2.1. Posisi Kasus
- Notaris Feny Sulifadarti dituding melanggar etika profesi notaris oleh
majelis hakim Pengadilan Tipikor. Tidak hanya berperan ganda, Fenny juga
menggelapkan sejumlah data tanah dalam akta jual beli.
- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menuding notaris proyek pengadaan tanah
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Feny Sulifadarti melanggar etika
profesi notaris. Tuduhan itu ditenggarai karena Fenny berperan ganda dalam
proses penjualan tanah tersebut. Fenny mengaku berperan sebagai kuasa penjual
dan pembuat akta jual beli tanah.
- Notaris boleh menjadi kuasa penjual dengan syarat akta jual beli itu
dibuat oleh notaris lain. Untuk menghindari hal itu, makanya saudara Feny
Sulifadarti membuat surat kuasa dibawah tangan.
- Menanggapi tudingan itu, Fenny menyatakan bahwa itu adalah kemauan dari
pemberi kuasa. Menurutnya, pemilik tanah, Komarudin dan Lasiman, meminta
dirinya untuk menjual tanah mereka dengan harga sama dengan Indrawan Lubis.
- Lasiman membantah pernyataan Fenny. Sebelumnya, dalam kesaksiannya,
Lasiman membeberkan bahwa Fenny yang menawarkan jasa untuk menjadi kuasa
penjual.
- Hal senada juga diutarakan oleh Komarudin. Fenny yang menawarkan.
Komarudin mengaku awam soal penjualan tanah, karena itu ia menerima tawaran
Fenny.
- Mendengar hal itu, Fenny bersikukuh dialah yang benar.
- Tidak hanya itu, Fenny juga mengaku menerima uang penjualan tanah dari
pihak Bapeten. Anehnya, uang sebesar Rp19 miliar, tidak langsung diberikan
kepada pemilik tanah. Fenny langsung memotong uang tersebut dengan dalih untuk
membayar pajak-pajak dan fee buat dirinya.
- Fenny menerangkan fee yang dia terima selaku kuasa penjual notaris
sebesar Rp312 juta. Uang itu digelontorkan untuk biaya pembuatan akta jual beli
plus pengurusan izin lokasi.
- Namun, ia tidak merinci besarnya biaya pengurusan.
- Sementara itu untuk biaya pajak, Fenny menerangkan biaya pajak yang
dikenakan terdiri dari pajak penjual, pembeli dan pajak waris. Semua sudah saya
laporkan kepada pemilik tanah, terangnya.
- Namun, setelah dikonfrontir dengan Komarudin dan Lasiman, keduanya
membantah hal itu. Keduanya menerangkan Fenny tidak pernah menunjukan bukti
pembayaran pajak kepada mereka.
- Komarudin dan Lasiman mengaku mereka menandatangani kuitansi kosong.
- Terkait dengan penandatanganan akta jual beli, Fenny selaku notaris tidak
pernah mempertemukan pihak penjual dan pembeli untuk menandatangani akta.
- Menurut Hakim Mansyurdin , sebagai pejabat umum pembuat akta harusnya
Fenny bertindak profesional. Jangan jadi makelar tanah.
3.2.2. Analisis Kasus
Berdasarkan kasus diatas telah dapat dibuktikan bahwa Notaris tersebut
melakukan pelanggaran, tidak hanya terhadap UU Jabatan Notaris tetapi juga Kode
Etik Notaris.
Etika Kepribadian Notaris menyebutkan bahwa
Notaris wajib:
a. memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik;
b. menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan Notari;
c. bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab.
Dengan menjadi kuasa penjual Notaris Feny Sulifadarti tersebut sudah
bertindak tidak menghormati dan tidak menjunjung tinggi harkat dan martabat
Jabatan Notaris, serta tidak bertindak jujur, dan tidak penuh rasa tanggang
jawab. Hal itu terlihat jelas karena pada kenyataannya bahwa seyogyanya seorang
Notaris tidak boleh menjadi kuasa penjual, tetapi ia mengingkari hal tersebut
dengan cara membuat Surat Kuasa dari penjual kepada dirinya selaku kuasa
penjual secara di bawah tangan. Selain itu, sikap tidak jujur Notaris tersebut
juga terlihat dalam hal ia memberikan kuitansi kosong untuk ditanda tangani
oleh penjual.
3.2.3. Sanksi yang Dapat Dijatuhkan Terhadap
Notaris yang Melakukan Pekerjaan Lain
Terhadap Notaris Feny Sulifadarti, tindakan pertama yang dilakukan adalah
melaporkan Notaris tersebut kepada MPD dimana ia berkedudukan. Melalui laporan
tersebut maka MPD mengambil tindakan yaitu menyelenggarakan sidang untuk
memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran
pelaksanaan Jabatan Notaris, kemudian membuat dan menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud kepada Majelis Pengawas Wilayah.
Setelah laporan tersebut diterima oleh MPW maka MPW menyelenggarakan sidang
untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang
disampaikan melalui Majelis Pengawas Wilayah; memanggil Notaris yang
bersangkutan untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan tersebut. Kemudian MPW
dapat memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis, mengusulkan
pemberian saksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa:
a) pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam) bulan;
b) pemberhentian dengan tidak hormat.
Setelah laporan tersebut diteruskan kepada MPP maka MPP mengusulkan
pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri.
Sanksi pemberhentian dengan tidak hormat adalah sanksi yang terberat yang
kenakan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik dan UU Jabatan
Notaris.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fungsi dan peran notaris dalam gerak pembangunan nasional yang semakin
kompleks dewasa ini tentunya makin luas dan makin berkembang, sebab kelancaran
dan kepastian hukum segenap usaha yang dijalankan oleh segenap pihak makin
banyak dan luas, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari pelayanan dan produk
hukum yang dihasilkan oleh notaris. Pemerintah (sebagai yang memberikan
sebagian wewenangnya kepada notaris) dan masyarakat banyak tentunya mempunyai
harapan agar pelayanan jasa yang diberikan oleh notaris benar-benar memiliki
nilai dan bobot yang dapat diandalkan.
Oleh karena itu, agar notaris dapat memberikan pelayanan jasa secara
maksimal serta menghasilkan “produk” akta yang benar-benar terjaga
otentisitasnya sehingga memiliki nilai dan bobot yang handal, maka notaris
harus menjalankan kewajiban yang diamanatkan baik oleh UUJN maupun dalam Kode
Etik Notaris dan menghindari larangan-larangan dalam jabatannya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang saling melengkapi antara
UUJN dan Kode Etik dalam mengatur ketentuan tentang kewajiban dan larangan serta
pengecualian dalam jabatan Notaris.
Dalam menjalankan jabatnnya seorang notaris tidak pernah lepas dari
kewajiban yang harus dipenuhi serta untuk memaksimalkan kinerjanya, notaries
pun harus dapat menghindari ketentuan-ketentuan tentang larangan dalam
jabatannya.
Pasal 16 dan Pasal 17 UUJN menentukan hal-hal yang menjadi kewajiban dan
larangan notaris yaitu:
Kewajiban:
·
bertindak
jujur,seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang
terkait dalam perbuatan hukum;
·
membuat
akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol
notaris;
·
mengeluarkan
groose akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta akta;
·
memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan
untuk menolaknya;
·
merahasiakan
segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang
diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali
undang-undang menentukan lain;
·
menjilid
akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih
dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah tidak dapat dimuat dalam satu buku,
akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah
minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
·
membuat
daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat
berharga;
·
membuat
daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta
setiap bulan;
·
mengirimkan
daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan
dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang tugas dan tanggungjawabnya
di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) had pada hari minggu pertama setiap
bulan berikutnya;
·
mencatat
dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
·
mempunyai
cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang
melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
·
membacakan
akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang
saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris;
·
menerima
magang calon notaris.
Larangan:
·
menjalankan jabatan di luar wilayah
jabatannya;
·
meninggalkan
wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan
yang sah;
·
merangkap
sebagai pegawai negeri;
·
merangkap
jabatan sebagai pegawai negara;
·
merangkap
jabatan sebagai advokat;
·
merangkap
jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah atau badan usaha swasta;
·
merangkap
jabatan sebagai pejabat pembuat akta tanah di luar wilayah jabatan notaris;
·
menjadi
notaris pengganti;
·
melakukan
pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agam, kesusilaan, atau kepatutan
yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris.
B. Saran
Berdasarkan uraian tentang kewajiban dan larangan sebagaimana terinci di
atas, diharapkan notaris dalam menjalankan jabatannya senantiasa bercermin pada
etika moral profesi yang diembannya, taat asas, serta tunduk dan patuh pada
setiap peraturan yang mengatur jabatannya tersebut sehingga masyarakat dan
semua kalangan benar-benar dapat memaknai profesi notaris sebagai salah satu
profesi yang mulia dan bermartabat.
Daftar Pustaka
E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1995.
Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Sinar
Grafika,
Jakarta, 2006.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris