Rabu, 09 April 2014

DEGRADASI KEHORMATAN DAN KEPERCAYAAN JABATAN NOTARIS






PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini kita jumpai dibanyak tempat terjadi penurunan kepercayaan dan penghormatan masyarakat terhadap Notaris, hal ini terjadi antara lain karena sikap dan perilaku Notaris yang tidak lagi sebagaimana digambarkan oleh Tan Tong Kie sebagai berikut :
        Setiap masyarakat membutuhkan seorang (figur) yang keterangan-keterangannya
        dapat diandalkan dan dapat dipercayai, yang tanda tangannya serta segelnya
        (Capnya) memberi jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan    
        penasehat yang tidak ada cacatnya (Onkreukbaar/unimpeachath), yang tutup mulut    
        dan yang membuat  perjanjian yang dapat melindunginya dihari-hari yang akan     
       datang.”

Pertanyaannya sekarang masihkah Notaris adalah figur sebagaimana tersebut diatas.
1. Keterangannya dapat dipercayai atau diandalkan.
2. Tandatangan dan segel atau capnya memberi jaminan dan bukti yang kuat.
3. Seorang ahli dibidangnya dan tidak memihak.
4. Penasehat yang tidak ada cacatnya.
5. Yang tutup mulut atau menjaga karahasiaan
6. Membuat perjanjian yang dapat memberikan perlindungan dihari-hari kemudian,
    baik terhadap Notaris maupuin klien-kliennya.

Apakah Notaris saat ini masih seperti tersebut, yang kalau kita sederhanakan menjadi :
Seorang ahli dibidangnya, mempunyai ilmu yang tinggi, dapat menjaga kepentingan pihak 
  (secara adil atau tidak memihak) dalam pembuatan aktanya, dapat menjamin kepastian
  tanggal pembuatan akta dan menjaga pembuatan aktanya dilakukan sesuai dengan
  ketentuan hukum dan perundang-undangan

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini atau berdasarkan Undang-undang lainnya (Pasal 1 ayat 1).

Sebagai pejabat umum Notaris mempunyai kewenangan dan kewajiban pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014.
Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik.

Inilah yang menjadi kewenangan pokok dari tugas jabatan Notaris, dari kewenangan tersebut Undang-undang memberikan kewajiban kepada Notaris masih dari pasal yang sama yaitu :
- Menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
- Menyimpan akta,
- Memberikan Grosse, Salinan dan kutipan akta.

Selain mempunyai kewenangan Notaris dalam menjalankan jabatannya dibatasi dengan 4 (empat) batasan kewenangan.
G.H.S. Lumban Tobing menyatakan ada 4 (empat) pembatasan kewenangan yaitu :
1. Yang menyangkut akta,
2. Yang menyangkut orang,
3. Yang menyangkut waktu,
4. Yang menyangkut tempat.

Selain keempat batasan tersebut dalam membuat akta Notaris harus atau wajib melaksanakan ketentuan pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya suatu Perjanjian.
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.

Selain keempat syarat sahnya suatu perjanjian, Notaris harus pula memperhatikan Asas Good Faith atau Asas itikad baik, artinya perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas atau melakukan kajian atau temuan atas beberapa hal yang sering terjadi atau kita jumpai dalam Praktek Notaris :
1. Beberapa pasal yang karena kesalahan Notaris dapat mengakibatkan
    turunannya kekuatan bukti dari akta Notaris, dari semula akta Notaris atau akta otentik
    menjadi akta dibawah tangan  (lihat ketentuan pasal) :




    a. Pasal 38 ayat 4
        Bentuk dan sifat akta.
    b. Pasal 44 ayat 5
        Pembacaan dan penandatanganan akta
    c. Pasal 48
        Renvooi atau perubahan
    d. Pasal 50
        Renvooi atau perubahan (tata cara)
    e. Pasal 51
       Akta pembetulan.

2. Pelanggaran yang dapat menjadi dasar dikenakan teguran sampai dengan pemecatan.
   (lihat pasal) :
     a. Pasal 7 ( 60 hari setelah penganmbilan sumpah ),
     b. Pasal 16 ayat 1 hueuf a sd l ( kewajiban ),
     c. Pasal 17 ayat 1 ( larangan ),
     d. Pasal 19 ( kedudukan PPAT mengikuti kedudukan Notaris ).
     e. Pasal 32 ( serah terima Prokol Not – Cuti ),  
     f. Pasal 37 ( Ujasa Notaris secara Cuma –Cuma ),
     g. Pasal 54 ( Memberikan, Grosse Akta< Salinan Akta dan Kutipan Akta ),
     h. Pasal 65 A, pelanggaran terhadap Pasal 58 dan Pasal 59 ( pembuatan, penyimpanan 
        dan penyerahan protokol Notaris).
3. Menjamin kepastian tanggal pembuatan akta
    1) Tanggal akta harus sama dengan tanggal tandatangan
    2) Pada prinsipnya tanda tangan, segera setelah akta dibacakan,
        artinya pada saat itu juga.
        - Tidak bersamaan, merupakan pengecualian tetapi tetap harus dilakukan dihari yang 
          sama.
4. Judul akta, perhatikan isi dan konstruksi hukum perjanjian.
    - Untuk perjanjian bernama, misal 
      (PPJB tanpa harga) tidak boleh
    - Untuk perjanjian tidak bernama
      Perhatikan unsur dan konstruksi hukum
      Misal : Perjanjian Kerja Sama (Pembagian keuntungan dalam besaran yang sama untuk
                setiap bulan).
5. Pembayaran
    - Sebelum, pada saat, segera setelah dan setelah akta ditandatangani
      membawa konsekwensi hukum yang berbeda.
6. Perhatikan kewenangan bertindak
    - Untuk diri sendiri,
    - mewakili, untuk dan atas nama
    - persetujuan
    - wali, dlsb
7. Akta harus dibacakan, tidak dibacakan harus diperhatikan :
    - tidak buta huruf
    - tingkat pengetahuan dan pemahaman serta hanya yang punya kemampuan 
      pemahaman terhadap isi akta sedangkan untuk hal-hal tertentu tetap harus dibacakan
      dan dijelaskan, lihat ketentuan pasal 16 ayat 7, yaitu : kepala akta, komparisi,
      penjelasan pokok akta secara singkat dan jelas serta penutup akta.  
8. Legalisasi harus dibacakan dan dijelaskan.
9. Waarmerking harus dibaca apakah causanya halal atau tidak.
10. Fidusia secara On Line tetap harus diperhatikan :
     - Jumlah akta yang dibuat dalam satu hari.
     - Obyek, apakah sesuai dengan obyek fidusia.
11. Sanksi diluar UUJN
12. Pembebanan hanya dapat dilakukan oleh pemilik sehingga PPJB tidak dapat dijadikan 
     dasar untuk pembebanan.
13. Kewajiban merahasiakan hak atau kewajiban ingkar tetap melekat pada diri Notaris.
14. Take Over, apabila Sertifikat dan Surat Roya tdk dapat diterima pada hari itu maka  
     diperjanjikan dalam Perjanjian Kreditnya.
15. Kewajiban Ingkar/ Hak Ingkar, kepada Notaris diberikan kewajiban untuk merahasiakan
     isi akta dan keterangan – keterangan yang diperoleh sehubungan dengan pembuatan 
     akta ( lihat pasal 4 dan pasal 16 UUJN), kewajiban ini membawa sanksi yang cukup    
     berat bagi Notaris yaitu terdapat dalam pasal 322 KUHPidana, Notaris mempunyai  
     kewajiban untuk merahasiakan akta, kewajiban mana berlaku pula bagi semua orang  
     yang bekerja di kantornya.

HAK INGKAR
Pasal 170 ayat (1) KUHAP :
                   Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat jabatannya
                       diwajibkan menyimpan rahasia dapat dibebaskan dari kewajiban
                       untuk memberikan keterangan sebagai saksi yaitu tentang hal
                       yang dipercayakan kepada mereka

Pasal 170 KUHAP memberikan pengertian kepada kita bahwa mereka yang karena pekerjaan/jabatannya berkewajiban untuk merahasiakan, dapat minta dibebaskan dari kewajiban sebagai saksi akan tetapi terbatas hanya kepada yang dipercayakan kepada Notaris yaitu ” Mengenai isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan Notaris ” (pasal 4 UUJN mengenai Sumpah Jabatan).

Permintaan untuk tidak memberikan kesaksian/minta dibebaskan sebagai saksi ini penting karena untuk orang yang karena pekerjaan/jabatannya berkewajiban untuk merahasiakan tetapi   tidak    melaksanakan   kewajiban   tersebut   diancam  dengan  ancaman  hukuman
Pidana 9 (sembilan) bulan penjara atau denda Rp. 9.000,- (sembilan ribu rupiah).

Pasal 322 ayat (1) KUHPidana :
                   Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib
                     disimpannya karena jabatan atau pencahariannya baik yang
                     sekarang maupun yang dahulu diancam dengan pidana penjara
                     paling lama sembilan bulan atau denda setinggi-tingginya
                     Rp. 9.000,- (sembilan ribu rupiah).”

Sedangkan terhadap hal-hal yang tidak berkaitan dengan isi akta atau keterangan-keterangan penghadap, Notaris diharapkan dapat menentukan atas pertimbangannya apa yang dapat/boleh disampaikan dan apa yang tidak boleh/tidak dapat disampaikan karena merupakan bagian dari kewajibannya untuk merahasiakan.

Hak atau kewajiban ingkar tidak boleh/tidak dapat digunakan untuk melindungi atau menutupi bentuk-bentuk pelanggaran hukum dalam proses pelaksanaan tugas profesi Notaris atau hak ingkar dan rahasia jabatan tidak dapat dijadikan instrumen untuk melindungi oknum Notaris yang melakukan pelanggaran hukum dan etika dalam melaksanakan tugasnya (Prof.DR.Topan Gayus Lumbuun, SH.MH – Hakim Agung – Mahkamah Agung Republik Indonesia).

Rahasia Jabatan yang harus dipegang oleh Pengacara juga berlaku bagi semua orang yang bekerja dikantornya (B.R.V.C 8 Nop 1948, 1949 Nomor 66), ketentuan tersebut tentu juga dapat/harus pula diterapkan pada kewajiban rahasia jabatan bagi Notaris.

Hal ini dapat kita lihat/persamakan dengan :
”Rahasia Jabatan yang harus dipegang oleh seorang pengacara berlaku bagi semua orang yang bekerja dikantornya”.
Ketentuan menurut pasal 322 KUHPidana memberikan pengecualian jika seorang Pengacara atau sekretarisnya dipanggil ke sidang Pengadilan untuk memberikan kesaksian didalam suatu Perkara Pidana, B.R.V.C 8 Nop 1948, 1949 Nomor 66
(Drs. P.A.F. Lamintang, S.H. & C.Djisman Samosir, SH) Hukum Pidana Indonesia Hal. 136

Kami berpendapat hal ini berlaku pula bagi Notaris dan semua orang yang bekerja di Kantor Notaris tersebut.
Kewajiban untuk merahasiakan melekat pada diri Notaris didasarkan pada syarat-syarat yang melekat pada diri Notaris sebagai Pejabat yang menjalankan kepercayaan masyarakat, kepercayaan dan kewajiban merahasiakan pada ketentuan UUJN, Kode Etik dan Sumpah Jabatan.

PENGAWASAN

Pengawasan dapat kita bagi menjadi 2 (dua) aktifitas :
Preventif : suatu tindakan pencegahan, pembinaan dan pengawasan dalam artian 
                 Pemberian pemahaman, pengertian dan memunculkan kesadaran serta
                 Ketaatan.
Kuratif    : adalah pengawasan dalam arti luas lebih yaitu memberikan tindakan
                dan/atau hukuman untuk memaksa pelaku dan membuat/memberikan
                efek jera kepada yang lain agar tidak melakukan hal yang sama.

Tujuan pengawasan adalah untuk menjamin kepatuhan dan ketaatan Notaris terhadap Undang-undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris.

Pengawasan pada dasarnya adalah upaya untuk melihat atau mengetahui apakah pelaksanaan pekerjaan atau jabatan telah dilakukan sesuai dengan seharusnya.
Pengawasan terhadap Notaris, seharusnya adalah sebuah upaya untuk mengetahui apakah Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris.

Pengawasan juga dilakukan untuk mengetahui apakah Notaris dalam membuat akta telah sesuai dengan mekanisme/tata cara/prosedur sesuai dengan Undang-undang Jabatan Notaris dan apakah pelaksanaan pekerjaannya telah sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh Notaris.

Apakah Notaris dalam melaksanakan jabatan telah bertindak Jujur, Mandiri, Tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi Sumpah Jabatan Notaris, dan Notaris dalam menjalankan jabatannya berkewajiban untuk ”Saksama” (teliti dan berhati-hati).
Teliti dan berhati-hati harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Notaris dalam menjalankan Jabatan dan Berperilaku.

Mengingat esensi pengawasan sebagaimana tersebut diatas maka seharusnya/seyogyanya pengawasan dilakukan oleh orang yang mengetahui atau memahami bagaimana pekerjaan/jabatan tersebut seharusnya dilakukan.
Hal ini tidak terkecuali terhadap jabatan Notaris.
Undang-undang Jabatan Notaris mengamanatkan pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri, yang dalam pelaksanaannya Menteri membentuk Majelis Pengawas yang terdiri dari unsur :
a.      Pemerintah ;
b.      Organisasi Notaris ;
c.      Ahli/Akademisi.

Ketiga unsur tersebut seharusnya tidak saja mengetahui dan memahami bagaimana pekerjaan/jabatan Notaris dijalankan, akan tetapi memahami pula tugas dan fungsi Notaris.
Akan tetapi pada kenyataannya di banyak tempat Majelis Pengawas tidak diisi oleh mereka yang memahami tugas dan fungsi Notaris dan tidak memahami bagaimana pekerjaan/jabatan Notaris seharusnya dijalankan.

Organisasi Majelis Pengawas, hendaknya tidak berubah menjadi birokrasi atau dijalankan layaknya birokrasi yang terstruktur dan hierarkhi.

Melihat kenyataan tersebut menjadi kewajiban bagi organisasi Notaris khususnya Dewan Kehormatan Notaris untuk berperan aktif dalam mengisi kekosongan dan/atau keadaan tersebut sehingga pengawasan kepada Notaris dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan tetap dapat menjaga Harkat dan Martabat sebagai bagian dari Jati Diri Notaris.
Melalui saran dan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Rumah Tangga (ART).


PENUTUP

Teliti dan berhati-hati (saksama) adalah kewajiban yang melekat pada diri Notaris, hal ini merupakan konsekwensi logis dari tugas Notaris untuk memberikan kepastian hukum melalui akta yang dibuatnya.
Notaris harus selalu berada pada kebenaran dan keadilan.
 
Harus diingat oleh Notaris meskipun tugas Notaris adalah menuliskan dengan benar apa – apa yang dinyatakan oleh penghadap ( menuliskan secara benar/ autentik ) apa yang dinyatakan oleh penghadap/ pihak tetapi Notaris bukan juru tulis,  apalagi bertindak layak seorang upahan yang menuliskan apa yang menjadi kehendak pihak/ penghadap.

Sebagai sorang Notaris ia harus melaksanakan jabatannya  dengan memperhatikan ketentuan -  ketentuan Hukum  yang berlaku, memperhatikan asas – asas moral, kesusilaan dan kepatutan, serta selalu berada pada kebenaran dan keadilan, memperhatikan dan bertindak sesuai dengan Kode Etik, dan bersikap Profesional, untuk keperluan tersebut memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan aktanya.


 
  SUMBER :  BADAR BARABA, SH, MH.