Jumat, 15 Februari 2013

TANGGUNG JAWAB PROFESI JABATAN NOTARIS



Tanggung Jawab Profesi JABATAN Notaris

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang meletakkan hukum sebagai kekuatan tertinggi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 telah memberikan jaminan bagi seluruh warga negaranya untuk mendapatkan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan pada kebenaran dan keadilan. Jaminan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum tersebut tentunya membutuhkan upaya konkret agar terselenggara dengan seksama sebagai bentuk pertanggung jawaban negara bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.

Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penandatangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris?
2. Bagaimana tinjauan tentang profesi dan kode etik Notaris?
3. Bagaimana pelanggaran yang dilakukan Notaris atas Kode Etik Notaris?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaturan Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
2. Untuk mengetahui tinjauan tentang profesi dan kode etik Notaris.
3. Untuk memahami pelanggaran yang dilakukan Notaris atas Kode Etik Notaris.

D. Metodologi
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode/cara pengumpulan data atau informasi melalui :
• Penelitian kepustakaan (Library Research); yaitu penelitian yang dilakukan melalui studi literature, undang-undang, dan sebagainya yang sesuai atau yang ada relevansinya (berkaitan) dengan masalah yang dibahas.
• Browsing; yaitu mencari data dan informasi melalui media internet.

E. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang penulisan ini, maka terlebih dahulu penulis akan menguraikan sistematika penulisannya agar lebih mudah dipahami dalam memecahkan masalah yang ada, di dalam penulisan ini dibagi dalam 3 (tiga) bab yang terdiri dari:

Bab I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metodologi, dan sistimatika penulisan.

Bab II : Bab ini merupakan bab yang berisi tentang pembahasan mengenai kode etik profesi Notaris.

Bab III : Bab ini merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris

1.1. Sejarah Perkembangan Notaris

Lembaga notaris di Indonesia berasal dari zaman Belanda, Karena Peraturan Jabatan Notaris Indonesia berasal dari Notaris Reglement (Stbl.1660-3) bahkan jauh sebelumnya yakni dalam tahun 1620, Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen mengangkat Notarium Publicum. Notaris pertama di Hindia Belanda ialah Melchior Kerchem dan tugasnya adalah melayani semua surat, surat wasiat di bawah tangan (codicil), persiapan penerangan, akta kontrak perdagangan, perjanjian kawin, surat wasiat (testament), dan akta-akta lainnya dan ketentuan-ketentuan yang perlu dari kota praja dan sebagainya. Melchior Kerchem pada waktu itu menjabat sebagai sekretaris college Van Schepenen di Jakarta sehingga beliau merangkap jabatan sebagai secretaries van den gereclite dan notaries publiek. Baru lima tahun kemudian jabatan-jabatan tersebut dipisahkan dan jumlah notaries pada waktu itu bagi kandidat-kandidat yang telah pernah menjalani masa magang pada seorang notaries.

Pada tanggal 26 januari 1860, diterbitkannya peraturan Notaris Reglement yang selanjutnya dikenal sebagai Peraturan Jabatan Notaris. Reglement atau ketentuan ini bisa dibilang adalah kopian dari Notariswet yang berlaku di Belanda. Peraturan jabatan notaris terdiri dari 66 pasal. Peraturan jabatan notaris ini masih berlaku sampai dengan diundangkannya undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris.

Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945, terjadi kekosongan pejabat notaris dikarenakan mereka memilih untuk pulang ke negeri Belanda. Untuk mengisi kekosongan ini, pemerintah menyelenggarakan kursus-kursus bagi warga negara Indonesia yang memiliki pengalaman di bidang hukum (biasanya wakil notaris). Jadi, walaupun tidak berpredikat sarjana hukum saat itu, mereka mengisi kekosongan pejabat notaris di Indonesia.

Selanjutnya pada tahun 1954, diadakan kursus-kursus independen di universitas Indonesia. Dilanjutkan dengan kursus notariat dengan menempel di fakultas hukum, sampai tahun 1970 diadakan program studi spesialis notariat, sebuah program yang mengajarkan keterampilan (membuat perjanjian, kontrak dll) yang memberikan gelar sarjana hukum (bukan CN – candidate notaris/calon notaris) pada lulusannya.

Pada tahun 2000, dikeluarkan sebuah peraturan pemerintah nomor 60 yang membolehkan penyelenggaraan spesialis notariat. PP ini mengubah program studi spesialis notarist menjadi program magister yang bersifat keilmuan, dengan gelar akhir magister kenotariatan.

Yang mengkhendaki profesi notaris di Indonesia adalah pasal 1868 Kitab undang-undang hukum perdata yang berbunyi: “Suatu akta otentik ialah suatu akta di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.” Sebagai pelaksanaan pasal tersebut, diundangkanlah undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris (sebagai pengganti statbald 1860 nomor 30).

Perjalanan Notaris Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan Negara dan bangsa Indonesia. Hal ini ditandai dengan berhasilnya pemerintahan orde Reformasi mengundangkan UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Peraturan UU Nomor 30 Tahun 2004 ini merupakan pengganti Peraturan jabatan Notariat (Stbl. 1660-3) dan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stbl. 1860:3) yang merupakan peraturan Pemerintah Kolonial Belanda.
Dalam dictum penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 dinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum. Prinsip Negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menunttut antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.

Akta autentik sebagai alat bukti terkuat dan penuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan social, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta autentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan social, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta autentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta autentik yang merupakan alat bukti tertulis dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.

Berdasarkan uraian di atas, maka Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta autentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta autentik tertentu tidak ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.

Menurut pengertian undang undang no 30 tahun 2004 dalam pasal 1 disebutkan definisi notaris, yaitu: “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana maksud dalam undang-undang ini.” Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi publik dari negara, khususnya di bidang hukum perdata.

Sebagai pejabat umum notaris adalah:
1. Berjiwa pancasila;
2. Taat kepada hukum, sumpah jabatan, kode etik notaris;
3. Berbahasa Indonesia yang baik;

Sebagai profesional notaris:
1. Memiliki perilaku notaris;
2. Ikut serta pembangunan nasional di bidang hukum;
3. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat.

Notaris menertibkan diri sesuai dengan fungsi, kewenangan dan kewajiban sebagaimana ditentukan di dalam undang-undang jabatan notaris.

1.2. Pengangkatan dan Pemberhentian Notaris
Notaris sebagai pejabat umum merupakan sebuah profesi hukum yang memiliki posisi yang sangat strategis dalam pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, untuk dapat diangkat menjadi notaries maka harus memenuhi persyaratan tertentu. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 UU Nomor 30 Tahun 2004.

Dinyatakan bahwa syarat untuk dapat diangkat menjadi notaries sebagaimana dimaksud Pasal 3 adalah:
a)      Warga Negara Indonesia;
b)      Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c)      Berumur paling sedikit 27 tahun;
d)      Sehat jasmani dan rohani;
e)      Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
f)        Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 bulan berturut-turut pada kantor notaries atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;
g)      Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat Negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-undag dilarang untuk dirangkap dengan jabatan notaries.

Sejalan dengan ketentuan pasal 3 diatas, maka notaries sebagai pejabat umum dan sebagai organisasi profesi dalam menjalankan tugasnya wajib mengangkat sumpah. Sumpah merupakan persyaratan formal yang harus dijalani sebelum memulai menjalankan tugasnya. Dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 dinyatakan bahwa:

“Sebelum menjalankan jabatannya, notaries wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan menteri atau pejabat yang ditunjuk. Sumpah janji berbunyi sebagai berikut:

“Saya bersumpah/berjanji:
-Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan lainnya.
-Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak.
-Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiaban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris.
-Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya.
-Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjiakan sesuatu kepada siapa pun.”

Berkaitan dengan ketentuan dalam pasal 4 di atas, maka pengucapan sumpah/janji ini merupakan hal yang sangat prinsipil bagi notaries, sebab jika tidak sempat mengangkat sumpah/janji setelah diangkat dalam jangka waktu dua bulan, pengangkatannya sebagai notaris dapat dibatalkan oleh Menteri (Pasal 5 dan Pasal 6). Dengan demikian dalam jangka waktu 30 hari setelah disumpah/janji sebagai notaris wajib menjalankan tugasnya. Hal ini sesuai ketentuan dalam pasal 7 UU Nomor 30 tahun 2004, dinyatakan bahwa dalam jangka waktu 30 haru terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan notaries, yang bersangkutan wajib:
a)      Menjalankan jabatannya dengan nyata;
b)      Menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Daerah;
c)      Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap/stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang agrarian/pertanahan, Organisasi Notaris, ketua Pengadilan Negeri, Majelis Pengawas Daerah, serta bupati atau walikota di tempat Notaris diangkat.

Sehubungan dengan ketentuan dalam pasal 7 UU Nomor 30 Tahun 2004 di atas, maka notaries sebagai pejabat umum atau organisasi profesi dalam menjalankan tugasnya dapat berhenti atau diberhentikan karena alasan-alasan tertentu. Dalam pasal 8 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2004 dinyatakan bahwa notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:
a)      Meninggal dunia;
b)      Telah berumur 65 tahun;
c)      Permintaan sendiri;
d)      Tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris secara terus-menerus lebih dari 3 tahun, atau
e)      Merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.

Sementara itu, dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) di atas, maka notaries dapat diberhentikan sementara dari jabatannya karena:
a)      Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;
b)      Berada di bawah pengampuan;
c)      Melakukan perbuatan tercela; dan
d)      Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

Sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 7 dan Pasal 8 di atas, maka Notaris dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila:
a.        Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b.       Berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dari tiga tahun;
c.        Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat Notaris; atau
d.       Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

1.3. Kewenangan, Kewajiban, dan Larangan

1.3.1. Kewenangan notaris menurut UUJN (pasal 15)
Kewenangan seorang notaris adalah sebagai berikut:
a.       Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan dan/atau yag dikhendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menajmin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

b.      Mengesahkan tanda tangan dan menetapakan kepastian tanggal pembuatan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi).
Legalisasi adalah tindakan mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas yang bermaterai cukup yang di tanda tangani di hadapan notaris dan didaftarkan dalam buku khusus yang disediakan oleh notaris.

c.       Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (waarmerking).

d.      Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.

e.       Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya (legalisir).

f.        Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.

g.       Membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan.

h.       Membuat akta risalah lelang.

i.         Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah di tanda tangan, dengan membuat berita acara (BA) dan memberikan catatan tentang hal tersebut padaminuta akta asli yang menyebutkan tanggal dan nomor BA pembetulan, dan salinan tersebut dikirimkan ke para pihak (pasal 51 UUJN).

1.3.2. Kewajiban notaris menurut UUJN (pasal 16)

Kewajiban seorang notaris adalah sebagai berikut:
1.      Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
2.      Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris, dan notaris menjamin kebenarannya; Notaris tidak wajib menyimpan minuta akta apabila akta dibuat dalam bentuk akta originali.
3.      Mengeluarkan grosse akta, salinan akta dan kutipan akta berdasarkan minuta akta;
4.      Wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
5.      Yang dimaksud dengan alasan menolaknya adalah alasan:
• Yang membuat notaris berpihak,
• Yang membuat notaris mendapat keuntungan dari isi akta;
• Notaris memiliki hubungan darah dengan para pihak;
• Akta yang dimintakan para pihak melanggar asusila atau moral.
6.      Merahasiakan segala suatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah\jabatan.
7.      Kewajiban merahasiakan yaitu merahasiakan segala suatu yang berhubungan dengan akta dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait.
8.      Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi 1 buku/bundel yang memuat tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlahnya lebih maka dapat dijilid dalam buku lainnya, mencatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;Hal ini dimaksudkan bahwa dokumen-dokumen resmi bersifat otentik tersebut memerlukan pengamanan baik terhadap aktanya sendiri maupun terhadap isinya untuk mencegah penyalahgunaan secara tidak bertanggung jawab.
9.      Membuat daftar dan akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
10.  Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut uraian waktu pembuatan akta setiap bulan dan mengirimkan daftar akta yang dimaksud atau daftar akta nihil ke Daftar Pusat Wasiat Departemen Hukum Dan HAM paling lambat tanggal 5 tiap bulannya dan melaporkan ke majelis pengawas daerah selambat-lambatnya tanggal 15 tiap bulannya;
11.  Mencatat dalam repotrorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada seiap akhir bulan;
12.  Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara republik indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
13.  Membacakan akta di hadapan pengahadap dengan dihadiri minimal 2 orang saksi dan ditanda tangani pada saat itu juga oleh para penghadap, notaris dan para saksi;
14.  Menerima magang calon notaris;

Sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b khusus mengatur akta minuta, maka akta minuta tersebut dapat dibatalkan, karena notaris membuat akta originali. Adapun akta originali tersebut adalah akta:
a)      Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiunan;
b)      Penawaran pembayaran tunai;
c)      Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
d)      Akta kuasa;
e)      Keterangan kepemilikan;
f)        Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

1.3.3. Larangan jabatan notaris menurut UUJN (pasal 17)
Notaris dilarang:
1.      Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
2.      Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
3.      Merangkap sebagai pegawai negeri;
4.      Merangkap sebagai pejabat negara;
5.      Merangkap sebagai advokat;
6.      Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta;
7.      Merangkap sebagai pejabat pembuat akta tanah di luar wialayah jabatan notaris;
8.      Menjadi notaris pengganti;
9.      Melakukan profesi lain yang bertentangan dengan norma agam, kesusilaan atau kepatutan yang dapat memengaruhi kehoramatan dan martabat jabatan notaris.

1.4. Tempat Kedudukan, Formasi, dan Wilayah Jabatan Notaris
Notaris dalam menajalankan tugas dan fungsinya harus mempunyai wilayah kerja sebagai tempat kedudukan. Tempat kedudukan notaris ini terbatas pada wilayah kabupaten/kota.

Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, yaitu:
Pasal 18:
(1) Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota.
(2) Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya.

Pasal 19
(1) Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya.
(2) Notaris tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya.

Pasal 20

(1)   Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian dan ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya.
(2)   Bentuk perserikatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh para Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dalam menjalankan jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Dalam kaitannya dengan tempat kedudukan Notaris di atas, maka keberadaan Notaris harus disesuaikan pula dengan kondisi wilayah yang ada di tempat kedudukannya. Oleh karena itu, untuk mencukupi jumlah Notaris di suatu tempat, maka tetap mengacu pada misalnya jumlah penduduk yang ada di wilayah kabupaten/kota tersebut. Hal ini sesuai ketentuan yang diatur dalam UU No.30 Tahun 2004, dinyatakan bahwa:

Pasal 21
Menteri berwenang menentukan Formasi Jabatan Notaris pada daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dengan mempertimbangkan usul dari Organisasi Notaris.

Pasal 22
(1) Formasi Jabatan Notaris ditetapkan berdasarkan:
a. kegiatan dunia usaha;
b. jumlah penduduk; dan/atau
b. rata-rata jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan Notaris setiap bulan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Formasi Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Berkaitan dengan ketentuan dalam Pasal 22 di atas, maka untuk mencari suasana yang lebih baik, UU Nomor 30 Tahun 2004 ini memberikan kesempatan kepada Notaris untuk pindah tempat wilayah kerja.

Pasal 23
(1) Notaris dapat mengajukan permohonan pindah wilayah jabatan Notaris secara tertulis kepada Menteri.
(2) Syarat pindah wilayah jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah setelah 3 (tiga) tahun berturut-turut melaksanakan tugas jabatan pada daerah kabupaten atau kota tertentu tempat kedudukan Notaris.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah mendapat rekomendasi dari Organisasi Notaris.
(4) Waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk cuti yang telah dijalankan oleh Notaris yang bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan pindah wilayah jabatan Notaris diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 24
Dalam keadaan tertentu atas permohonan Notaris yang bersangkutan, Menteri dapat memindahkan seorang Notaris dari satu wilayah jabatan ke wilayah jabatan lain.

B. Profesi dan Kode Etik Notaris

2.1. Notaris Sebagai Profesi

Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memiliki keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan autentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa notaris. Menurut Ismail Saleh, notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Mempunyai integritas moral yang mantap
2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri (kejujuran intelektual)
3. Sadar akan batas-batas kewenangannya
4. Tidak semata-mata berdasarkan uang.

Lebih jauh Ismail Saleh mengatakan bahwa empat pokok yang harus diperhatikan para notaris adalah sebagai berikut:
1.      Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang notaris harus mempunyai integritas moral yang mantap. Dalam hal ini, segala pertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas profesinya. Walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan.
2.      Seorang notaris harus jujur, tidak hanya pada kliennya, juga pada dirinya sendiri. Ia harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak member janji-janji sekedar untuk menyenangkan kliennya, atau agar si klien tetap mau memakai jasanya.
3.      Seorang notaris harus menyadari akan batas-batas kewenangannya. Ia harus menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak di tempat kedudukannya sebagai notaris.
4.      Sekalipun keahlian seseorang dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang lugas untuk mendapatkan uang, namun dalam melaksanakan tugas profesinya ia tidak semata-mata didorong oleh pertimbangan uang. Seorang notaris yang Pancasilais harus tetap berpegang teguh kepada rasa keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang, dan tidak semata-mata hanya menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum, tapi mengakibatkan rasa keadilan.


2.2. Kode Etik Notaris
Dalam menjalankan tugasnya seorang notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan notaris. Dalam kode etik Notaris Indonesia telah ditetapkan beberapa kaidah yang harus dipegang teguh oleh notaris (selain memegang teguh kepada peraturan jabatan notaris), diantaranya adalah:

a. Kepribadian notaris, hal ini dijabarkan kepada:
1.      Dalam melaksanakan tugasnya dijiwai pancasila, sadar dan taat kepada hukum peraturan jabatan notaris, sumpah jabatan, kode etik notaris dan berbahasa Indonesia yang baik.

2.      Memiliki perilaku professional dan ikut serta dalam pembangunan nasional, terutama sekali dalam bidang hukum.

3.      Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan notaris, baik di dalam maupun di luar tugas jabatannya.

b. Dalam menjalankan tugas, notaris harus:
1.      Menyadari kewajibannya, bekerja mandiri, jujur tidak berpihak dan dengan penuh rasa tanggung jawab.
2.      Menggunakan satu kantor sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang-undang, dan tidak membuka kantor cabang dan perwakilan dan tidak menggunakan perantara.
3.      Tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi.

c. Hubungan notaris dengan klien harus berlandaskan:
1.      Notaris memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya.
2.      Notaris memberikan penyuluhan hukum untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi, agar anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya.
3.      Notaris harus memberikan pelayanan kepada anggota masyarakat yang kurang mampu.

d. Notaris dengan sesama rekan notaris haruslah:
1.      Hormat menghormati dalam suasana kekeluargaan.
2.      Tidak melakukan perbuatan ataupun persaingan yang merugikan sesama.
3.      Saling menjaga dan membela kehormatan dan korps notaris atas dasar solidaritas dan sifat tolong menolong secara konstruktif.


C. Pelanggaran dalam Kode Etik Notaris

3.1. Larangan Notaris dalam Menjalankan Tugasnya Jabatannya
Sesuai dengan Rumusan Komisi D Bidang Kode Etik Ikatan Notaris (INI) Periode 1990-1993 mengenai Larangan-larangan dan ketentuan-ketentuan tentang Perilaku Notaris dalam menjalankan jabatannya, anggota Ikatan Notaris Indonesia dilarang :

·        mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan; memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/Kantor Notaris” di luar lingkungan kantor;
·        melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk: iklan; ucapan selamat; ucapan belasungkawa; ucapan terima kasih; kegiatan pemasaran; kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olah raga;
·        bekerja sama dengan Biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien;
·        menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh pihak lain;
·        mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangan;
·        berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantaraan orang lain;
·        melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya;
·        melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris;
·        menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan perkumpulan;
·        mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan;
·        menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di dalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut;
·        membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi;
·        menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
·        melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap: Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; Penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatanNotaris; isi sumpah jabatan Notaris; Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau Keputusan-keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota.
·        Sedangkan pengecualian atau tidak termasuk larangan, adalah:
·        memberikan ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya dengan tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja;
·        pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor telepon, fax dan telex, yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansi-instandan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya;
·        memasang 1 (satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 cm x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari kantor Notaris.

3.2. Contoh Kasus Pelanggaran Notaris

3.2.1. Posisi Kasus
- Notaris Feny Sulifadarti dituding melanggar etika profesi notaris oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor. Tidak hanya berperan ganda, Fenny juga menggelapkan sejumlah data tanah dalam akta jual beli.

- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menuding notaris proyek pengadaan tanah Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Feny Sulifadarti melanggar etika profesi notaris. Tuduhan itu ditenggarai karena Fenny berperan ganda dalam proses penjualan tanah tersebut. Fenny mengaku berperan sebagai kuasa penjual dan pembuat akta jual beli tanah.

- Notaris boleh menjadi kuasa penjual dengan syarat akta jual beli itu dibuat oleh notaris lain. Untuk menghindari hal itu, makanya saudara Feny Sulifadarti membuat surat kuasa dibawah tangan.

- Menanggapi tudingan itu, Fenny menyatakan bahwa itu adalah kemauan dari pemberi kuasa. Menurutnya, pemilik tanah, Komarudin dan Lasiman, meminta dirinya untuk menjual tanah mereka dengan harga sama dengan Indrawan Lubis.

- Lasiman membantah pernyataan Fenny. Sebelumnya, dalam kesaksiannya, Lasiman membeberkan bahwa Fenny yang menawarkan jasa untuk menjadi kuasa penjual.
- Hal senada juga diutarakan oleh Komarudin. Fenny yang menawarkan. Komarudin mengaku awam soal penjualan tanah, karena itu ia menerima tawaran Fenny.

- Mendengar hal itu, Fenny bersikukuh dialah yang benar.
- Tidak hanya itu, Fenny juga mengaku menerima uang penjualan tanah dari pihak Bapeten. Anehnya, uang sebesar Rp19 miliar, tidak langsung diberikan kepada pemilik tanah. Fenny langsung memotong uang tersebut dengan dalih untuk membayar pajak-pajak dan fee buat dirinya.

- Fenny menerangkan fee yang dia terima selaku kuasa penjual notaris sebesar Rp312 juta. Uang itu digelontorkan untuk biaya pembuatan akta jual beli plus pengurusan izin lokasi.

- Namun, ia tidak merinci besarnya biaya pengurusan.

- Sementara itu untuk biaya pajak, Fenny menerangkan biaya pajak yang dikenakan terdiri dari pajak penjual, pembeli dan pajak waris. Semua sudah saya laporkan kepada pemilik tanah, terangnya.

- Namun, setelah dikonfrontir dengan Komarudin dan Lasiman, keduanya membantah hal itu. Keduanya menerangkan Fenny tidak pernah menunjukan bukti pembayaran pajak kepada mereka.

- Komarudin dan Lasiman mengaku mereka menandatangani kuitansi kosong.

- Terkait dengan penandatanganan akta jual beli, Fenny selaku notaris tidak pernah mempertemukan pihak penjual dan pembeli untuk menandatangani akta.

- Menurut Hakim Mansyurdin , sebagai pejabat umum pembuat akta harusnya Fenny bertindak profesional. Jangan jadi makelar tanah.


3.2.2. Analisis Kasus
Berdasarkan kasus diatas telah dapat dibuktikan bahwa Notaris tersebut melakukan pelanggaran, tidak hanya terhadap UU Jabatan Notaris tetapi juga Kode Etik Notaris.

Etika Kepribadian Notaris menyebutkan bahwa Notaris wajib:
a. memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik;
b. menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan Notari;
c. bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab.

Dengan menjadi kuasa penjual Notaris Feny Sulifadarti tersebut sudah bertindak tidak menghormati dan tidak menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan Notaris, serta tidak bertindak jujur, dan tidak penuh rasa tanggang jawab. Hal itu terlihat jelas karena pada kenyataannya bahwa seyogyanya seorang Notaris tidak boleh menjadi kuasa penjual, tetapi ia mengingkari hal tersebut dengan cara membuat Surat Kuasa dari penjual kepada dirinya selaku kuasa penjual secara di bawah tangan. Selain itu, sikap tidak jujur Notaris tersebut juga terlihat dalam hal ia memberikan kuitansi kosong untuk ditanda tangani oleh penjual.


3.2.3. Sanksi yang Dapat Dijatuhkan Terhadap Notaris yang Melakukan Pekerjaan Lain

Terhadap Notaris Feny Sulifadarti, tindakan pertama yang dilakukan adalah melaporkan Notaris tersebut kepada MPD dimana ia berkedudukan. Melalui laporan tersebut maka MPD mengambil tindakan yaitu menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan Jabatan Notaris, kemudian membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud kepada Majelis Pengawas Wilayah.

Setelah laporan tersebut diterima oleh MPW maka MPW menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui Majelis Pengawas Wilayah; memanggil Notaris yang bersangkutan untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan tersebut. Kemudian MPW dapat memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis, mengusulkan pemberian saksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa:
a) pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam) bulan;
b) pemberhentian dengan tidak hormat.

Setelah laporan tersebut diteruskan kepada MPP maka MPP mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri. Sanksi pemberhentian dengan tidak hormat adalah sanksi yang terberat yang kenakan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik dan UU Jabatan Notaris.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fungsi dan peran notaris dalam gerak pembangunan nasional yang semakin kompleks dewasa ini tentunya makin luas dan makin berkembang, sebab kelancaran dan kepastian hukum segenap usaha yang dijalankan oleh segenap pihak makin banyak dan luas, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari pelayanan dan produk hukum yang dihasilkan oleh notaris. Pemerintah (sebagai yang memberikan sebagian wewenangnya kepada notaris) dan masyarakat banyak tentunya mempunyai harapan agar pelayanan jasa yang diberikan oleh notaris benar-benar memiliki nilai dan bobot yang dapat diandalkan.

Oleh karena itu, agar notaris dapat memberikan pelayanan jasa secara maksimal serta menghasilkan “produk” akta yang benar-benar terjaga otentisitasnya sehingga memiliki nilai dan bobot yang handal, maka notaris harus menjalankan kewajiban yang diamanatkan baik oleh UUJN maupun dalam Kode Etik Notaris dan menghindari larangan-larangan dalam jabatannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang saling melengkapi antara UUJN dan Kode Etik dalam mengatur ketentuan tentang kewajiban dan larangan serta pengecualian dalam jabatan Notaris.

Dalam menjalankan jabatnnya seorang notaris tidak pernah lepas dari kewajiban yang harus dipenuhi serta untuk memaksimalkan kinerjanya, notaries pun harus dapat menghindari ketentuan-ketentuan tentang larangan dalam jabatannya.

Pasal 16 dan Pasal 17 UUJN menentukan hal-hal yang menjadi kewajiban dan larangan notaris yaitu:

Kewajiban:
·        bertindak jujur,seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
·        membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris;
·        mengeluarkan groose akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta akta;
·        memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
·        merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
·        menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
·        membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;
·        membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;
·        mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) had pada hari minggu pertama setiap bulan berikutnya;
·        mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
·        mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
·        membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris;
·        menerima magang calon notaris.

Larangan:
·         menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
·        meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
·        merangkap sebagai pegawai negeri;
·        merangkap jabatan sebagai pegawai negara;
·        merangkap jabatan sebagai advokat;
·        merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
·        merangkap jabatan sebagai pejabat pembuat akta tanah di luar wilayah jabatan notaris;
·        menjadi notaris pengganti;
·        melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agam, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris.

B. Saran
Berdasarkan uraian tentang kewajiban dan larangan sebagaimana terinci di atas, diharapkan notaris dalam menjalankan jabatannya senantiasa bercermin pada etika moral profesi yang diembannya, taat asas, serta tunduk dan patuh pada setiap peraturan yang mengatur jabatannya tersebut sehingga masyarakat dan semua kalangan benar-benar dapat memaknai profesi notaris sebagai salah satu profesi yang mulia dan bermartabat.

Daftar Pustaka

E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1995.
Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 2006.


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris