Senin, 26 Maret 2018

MATI "PROSES PERJALANAN JIWA"

MATI
"PROSES PERJALANAN JIWA"


Kondisi Ruh (jiwa) Setelah Kematian
Syaikh ‘Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-Khubari dalam kitabnya Durratun Nashihin Fil Wa’zhi wal Irsyad menjelaskan tentang manusia yang meninggal dunia, Ruh (jiwanya) sebelum masuk dan diproses menuju alam barzakh mengalami masa transisi.


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا مَاتَ اْلمُؤْمِنُ حَامَ رُوْحُهُ حَوْلَ دَارِهِ شَهْراً فَيَنْظُرُ إِلَى مَنْ خَلَفَ مِنْ عِياَلِهِ كَيْفَ يَقْسِمُ مَالَهُ وَكَيْفَ يُؤَدِّيْ دُيُوْنَهُ فَإِذاَ أَتَمَّ شَهْراً رُدَّ إِلَى حَفْرَتِهِ فَيَحُوْمُ حَوْلَ قَبْرِهِ وَيَنْظُرُ مَنْ يَأْتِيْهِ وَيَدْعُوْ لَهُ وَيَحْزِنُ عَلَيْهِ فَإِذَا أَتَمَّ سَنَةً رُفِعَ رُوْحُهُ إِلَى حَيْثُ يَجْتَمِعُ فِيْهِ اْلأَرْوَاحُ إِلَى يَوْمِ يُنْفَخُ فِيْ الصُّوْرِ

dari Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah saw bahwa apabila seorang mukmin meninggal dunia, maka arwahnya berkeliling-keliling di seputar rumahnya selama satu bulan. Ia memperhatikan keluarga yang ditinggalkannya bagaimana mereka membagi hartanya dan membayarkan hutangnya. Apabila telah sampai satu bulan, maka arwahnya itu dikembalikan ke makamnya dan ia berkeliling-keling di seputar kuburannya selama satu tahun, sambil memperhatikan orang yang mendatanginya dan mendoakannya serta orang yang bersedih atasnya. Apabila telah sampai satu tahun, maka arwahnya dinaikkan ke tempat di mana para arwah berkumpul menanti hari ditiupnya sangkakala.

Hadits di atas menurut kelompok Salafi (Wahhabi) dianggap hadits palsu dan dusta, bahkan Syaikh bin Baz menyatakan bahwa Kitab ini tidak bisa dijadikan pegangan. (Sebab) berisi hadits-hadits maudhu (palsu) dan lemah yang tidak bisa dijadikan sandaran, sehingga tidak sepatutunya buku ini dijadikan sandaran dan kitab-kitab serupa lainnya yang berisi hadits palsu dan lemah. (Majalah as Sunnah Vol.7 Edisi 11/Thn XIV/Rabiul Tsani 1432H/Maret 2011M Hal.7)

Padahal hadits di atas diperkuat dengan riwayat yang hampir sama dalam kitab-kitab Ahli Sunnah yaitu oleh ad-Dailami (w. 509 H / 1115 M) dalam kitabnya al-Firdaus fi Ma’tsur al-Khithab [(Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1417/1996), IV: 240, nomor 6722], dari Abu ad-Darda’ tanpa menyebutkan sanadnya.( http://waqfeya.com/book.php?bid=2900)
Selain itu matan ini juga dicatat oleh as-Sayuthi (w. 911 H / 1505 M) dalam dua kitabnya, yaitu Busyra al-Ka’ib bi Liqa’ al-Habib . (http://uqu.edu.sa/page/ar/94126)
Adapun riwayat tersebut adalah sebagai berikut:

اَلْمَيِّتُ إِذاَ مَاتَ دِيْرَ بِهِ دَارُهُ شَهْرًا يَعْنِيْ بِرُوْحِهِ وَحَوْلَ قَبْرِهِ سَنَةً ثُمَّ تُرْفَعُ إِلَى السَّبَبِ الَّذِيْ تَلْتَقِيْ فِيْهِ أَرْواَحُ اْلأَحْياَءِ وَاْلأَمْواَتِ .

Artinya: Seseorang apabila meninggal, maka ruhnya dibawa berputar-putar di sekeliling rumahnya selama satu bulan, dan di sekeliling makamnya selama satu tahun, kemudian ruh itu dinaikkan ke suatu tempat di mana ruh orang hidup bertemu dengan arwah orang mati.

Perjalanan arwah merupakan perjalanan dari hidup setelah mati Walau seorang meninggal, butuh waktu beberapa jam sampai beberapa hari baru dia tahu kalau sudah meninggal. Begitu dia tahu kalau sudah meninggal, dia akan panik, bingung, resah dan takut menghadapi kondisi dan situasi yang begitu asing baginya. Dia tidak tahu harus berbuat apa dan harus bagaimana.
Keadaan arwah seperti ini perlu mendapat “penghiburan”, bimbingan dan perlindungan agar arwah menjadi tenang dan pasrah menerima keadaannya. Untuk itu dibutuhkan beberapa doa dan amal jariyah dari keluarga, anak, dan sahabatnya. Disinilah letak peranan tahlil yang dilakukan golonga NU dalam membantu orang yang telah meninggal dunia.

Suatu sore saya pernah bertakziyah ke salah satu sahabat saya, bapaknya meninggal dunia karena sakit, setelah dimakamkan dikuburan, ketika lewat dirumah yang berduka, saya melihat (dg Idzin Allah) Jiwa yang meninggal tersebut sudah pulang dan duduk di depan rumahnya.
Yang sering terjadi adalah ketika menghadiri tahlil, dengan idzin Allah saya sering melihat yang meninggal dunia juga duduk ikut tahlil, ada juga yang hanya berjalan mondar-mandir sambil susah dan kebingungan. Biasanya jika waktu hidupnya gemar beribadah dan prilakunya baik, maka dia ikut senang ketika didoakan (tahlil). Suatu ketika saya bertakziyah ada kenalan yang meninggal dunia karena keracunan minum jamu, waktu saya melihat jenazah dan mendoakannya, lalu datanglah jiwa yang meninggal tersebut, minta maaf kepada saya, dan mintak tolong agar istrinya ditenangkan dan memohon agar istrinya mengampuni kesalahannya. Setelah saya menganggukkan kepala, jiwa tersebut hilang dari pandangan mata. 
Bagi seseorang yang hidup dan mati, seperti tidak ada perbedaannya, karena orang yang telah mati masih punya bentuknya yaitu jiwa yg sama wujudnya dengan fisiknya ketika masih hidup. Kematian ini sebenarnya bukanlah kemusnahan ruh, namun hanyalah perpindahan ruh dari satu alam ke alam yang lain. Dalam hal ini, Hujjatul Islam Abu Hamid Al Ghazali RA berkata: "Sesungguhnya kematian hanyalah perubahan keadaan saja. Dan sesungguhnya ruh tetap ada setelah ia berpisah dari jasad. Ada kalanya ia mendapatkan kenikmatan atau mendapatkan siksa." (Ihya' Ulumuddin Juz4. hlm. 525).

Arwah orang yang baru meninggal biasanya masih berada di rumah bersama keluarganya atau masih berada di alam kehidupan dunia untuk beberapa lama, ada yang selama beberapa hari sampai beberapa tahun baru dapat "naik" ke alam arwah.

Nah proses kesadaran jiwa yang mau menerima bahwa dirinya sudah mati itu berbeda-beda, tergantung dulu waktu hidupnya sering melakukan olah spritual (tazkiyatun Nafs) apa tidak. Ada yang satu hari, tujuh hari satu bulan atau satu tahun baru menyerah dan manyadari kalau dirinya ternyata sudah mati, maka langsung diproses di alam barzakh untuk dimasukkan ke golongan sesuai dengan amal ibadahnya.
Jiwa Terbelenggu

Masa transisi bagi jiwa yang telah mengalami kematian adalah salah satu kesempatan manusia untuk melepas semua belenggu ikata kepada keluarga, harta dan jabatan. Di sinilah lama waktunya masa transisi jiwa tidak sama tergantung dengan kesadaran/spritualitas jiwa di waktu hidupnya.
Jika setelah berbulan-bulan belum bisa melepas ikatan belenggunya,maka jiwa ini disebut Ruh gentayangan, tapi penulis menyebutnya dengan Ruh (jiwa) terbelenggu. Banyak orang yang salah faham dengan jiwa terbelenggu, banyak yang beranggapan tidak ada ruh gentayangan, mereka menggunakan dalil:

اللَّهُ يَتَوَفَّى الأنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الأخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ 

Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur, maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. (QS. Az Zumar : 42)

Ayat di atas tidak berisi tentang bantahan ruh (jiwa) gentayangan atau terbelenggu, bukankah orang yang hidup dan mati itu dalam genggaman Allah, sekarang apakah ada mahkukyang tidak berada dalam genggaman Allah...? genggaman disini artinya adalah dalam kekuasaan Allah. Syaikh As Sa’diy berkata, “Pemberitahuan Allah bahwa Dia memegang nyawa manusia pada saat kematiannya, dan perbuatan itu disandarkan kepada Diri-Nya tidaklah menafikan bahwa Dia telah menyerahkan pekerjaan itu kepada malaikat maut dan para pembantunya sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu,” (Terj. As Sajdah: 11), dan “Sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” (Terj. Al An’aam: 61) (Tafsir As-Sa’di)

Ruh yang masih terbelenggu di dunia ini adalah hasil pilihannya sendiri dan itu termasuk salah satu bentuk siksa kubur, hal ini juga masih dalam genggaman (kekuasaan ) Allah melalui mekanisme sistem yg diciptakan oleh Allah.

Dalam Islam sendiri juga ada konsep ajaran yang menyatakan bahwa gara-gara hutang belum dilunasi, maka seseorang tidak bisa masuk surga.
Dari Abu Hurairah Ra. dari Nabi Saw. bersabda :

نَفْسُ الْـمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّىٰ يُقْضَى عَنْهُ

Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung dengan sebab utangnya sampai hutang dilunasi. (Hr. Turmudzi) 
Menurut Imam Suyuthi berkata: “Yakni tertahan dari tempatnya yang mulia, dan Al Iraqi berkata: “yaitu nasibnya tertahan tidak ada hukum untuknya dengan keselamatan atau kebinasaan, sampai dilihat, apakah dilunasi hutang atau tidak.” Baik ia meninggalkan pelunasan atau tidak, sebagaimana yang dinyatakan dengan jelas kebanyakan para sahabat kami.” (Tuhfat Al Ahwadzi, 4/164).

Penyebab Jiwa terbelenggu
Ada beberapa penyebab orang yang mati, jiwanya masih terbelenggu dalam alam dunia ini antara lain yaitu:

1. Meninggal belum waktunya

Banyak pendapat bahwa kalau seseorang meninggal, maka dia memang sudah waktunya meninggal, atau memang dia umurnya pendek. Jadi meninggal karena sudah waktunya, waktu yang sudah ditetapkan lebih dahulu dari “atas” sana. Semua manusia termasuk anda para pembaca pasti berkeyakinan akan hidup sampai tua kakek-kakek dan nenek-nenek baru ketika sudah udzur akan mengalami kematian.
Maksudnya mati sebelum waktunya itu adalah menurut ukuran pada umumnya bahwa mayoritas manusia matinya dalam kondisi tua. Kondisi-kondisi yang membuat seseorang menyebabkan mati mendadak inilah terkadang sulit diterima oleh seseorang, sehingga jika iman dan keyakinannya lemah, maka dia masih beranggapan hidup, padahal dirinya sudah mati.
Banyak penyebab orang meninggal sebelum waktunya, seperti disebabkan oleh kecelakaan, oleh bencana alam, tenggelam, serangan jantung, peperangan dan juga oleh gangguan mahluk-mahluk gaib yang jahat dan lain-lain.
Orang yang meninggal belum waktunya, maka arwahnya belum dapat diterima atau belum dapat masuk ke alam arwah, dia masih bertahan di alam transisi yang juga disebut alam arwah gentayangan. Karena memang dia masih dapat gentayangan ke mana saja dia mau pergi. Ke keluarganya, ke saudara-saudaranya, atau ke tempat-tempat yang semasa hidupnya dia ingin kunjungi dan lain-lain. Sampai suatu saat, setelah tiba waktunya, maka arwah gentayangan itu akan dijemput, untuk masuk ke alam arwah dan mulai perjalanan arwahnya.

2. Terikat keduniawian

Orang yang mempunyai materi berlimpah, mempunyai nama besar, juga yang mempunyai kekuasaan dan yang sangat mendambakan keagungan keluarga dan keturunannya, setelah meninggal umumnya masih belum siap meninggalkan semua yang duniawi itu, belum rela untuk kehilangan semua yang telah didapatkannya dan dicapai dengan susah payah semasa hidupnya. Dia ingin mempertahankan keberadaannya dim dalam semua keduniawian yang telah dia hasilkan dengan kerja keras semasa hidupnya.
Kemelekatan terhadap materi atau keterikatan terhadap keduniawian seperti ini akan membuat arwah orang tersebut penasaran dan rasa penasaran seperti ini akan menjadikan dia arwah penasaran yang masih terbelenggu di alam dunia.
Oleh karena itu mengapa dalam agama islm sering ditekankan dalam segala hal harus Ikhlas, tujuannya adalah agar tidak terikat dengan selain Allah. 

3. Memiliki Ilmu Kesaktian

Banyak orang belajar “ilmu” dengan tujuan keduniawian, seperti agar rezekinya lancar, usahanya maju, dapat senang sepanjang hidupnya, derajat keagungan untuk keluarga dan keturunannya, juga untuk mendapatkan kesaktian dan lain-lain. Kesemua “ilmu” ini umumnya adalah ilmu non Ilahi. Ilmu yang tidak dapat membawa pemiliknya lebih dekat dengan sang pencipta, apalagi untuk dapat kembali ke penciptanya.
Salah satu contohnya adalah ilmu kebal, karena ketika didunia dia merasakan dirinya tidak bisa dilukai dan mati, maka keyakinan itu terpatri dalam jiwanya, sehingga ketika matipun dirinya merasa tidak mati, Inilah yang sangat membahayakan.
Ada ilmu yang kalau pemiliknya meninggal, maka ilmu tersebut dapat kembali “ke asal”-nya secara otomatis. Tetapi ada ilmu yang kalu pemiliknya meninggal, maka gaib yang menyertai ilmu itu tidak dapat “pulang sendiri”. Gaib itu dapat terus mengikuti arwah pemilik ilmu yang telah meninggal. Arwah yang ditempel terus oleh jin (ilmunya) seperti ini tidak akan dapat memasuki alam arwah, jadilah dia arwah gentayangan.
Untuk itu berhati-hatilah mempelajari ilmu yang kekuatannya berasal dari Jin, karena mereka nanti juga bakal mintak upah. Jika anda tidak bisa mengendalikannya, maka anda akan dikendalikan baik di dunia maupun di akherat.

4. Cinta Berlebihan selain Allah

Orang-orang yang berlebihan mencintai isteri,anak, harta dan jabatan itu juga bisa menjadi ikatan dan belenggu bagi jiwa manusia. Jika ikatannya sangat kuat,maka ketika mati orang tersebut enggan meneruskan perjalanan jiwanya menuju alam berikutnya. Pernah suatu ketika ada seseorang yang meninggal dunia akibat kecelakaan, karena anaknya masih kecil. Jiwa tersebut sangat khawatir dengan masa depan anaknya. Akhirnya sering menampakkan dirinya, akhirnya anaknya yang masih kecil sering menangis. Lalu jiwa tersebut saya nasehati banyak dan saya yakinkan bahwa allah akan melindungi keluarganya. Kemudian saya bacakan Tahlil pendek, akhirnya jiwa tersebut pergi ke alam berikutnya dan tidak mengganggu keluarganya lagi.

Untuk itu kita boleh memiliki, mencintai sesuatu tapi harus karena Allah, sehingga sesuatu itu diambil oleh Allah kita tdak terbelenggu tapi bisa melepaskannya denga ikhlas.

5.Perjanjian dengan Syetan

Banyak orang yang melakukan perjanjian dengan Syetan yang berfungsi untuk sebagai ilmu tertentu atau pesugihan. Sehingga orang tersebut tidak usah bekerja, tapi memiliki kekayaan yang sangat luar biasa sekali. Karena syetan menggerakkan anak buahnya untuk membantu orang tersebut agar kaya dengan cara yang tidak halal.
Akhirnya ketika meninggal dunia, maka syetannya juga menuntut janjinya, akhirnya jiwa tersebut tidak bisa meneruskan perjalanannya tapi dijadikan budak atau pekerja dialam ghaib, sebagimana ikatan kontraknya sewaktu hidup. Jika kontraknya dengan Jin pantai selatan, maka jiwanya setelah matin ya diambil menjadi TKI dipantai selatan. 
Jiwa-jiwa mereka akan dipenjara/dikuasai oleh syetan/jin sampai mereka melepasaknnya, atau karena dapat kiriman dari anak dan keluarganya yang hidup dalam bentuk doa dan amal jariyah.

BERSAMBUNG.......



DAFTAR PUSTAKA

1. Syaikh ‘Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-Khubari, Durratun Nashihin Fil Wa’zhi wal Irsyad. https://archive.org/details/dorrat_annasehine
2. Majalah as Sunnah Vol.7 Edisi 11/Thn XIV/Rabiul Tsani 1432H/Maret 2011M Hal.7
3. ad-Dailami, al-Firdaus fi Ma’tsur al-Khithab [(Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1417/1996), IV: 240, nomor 6722], http://waqfeya.com/book.php?bid=2900
4. as-Sayuthi, Busyra al-Ka’ib bi Liqa’ al-Habib . http://uqu.edu.sa/page/ar/94126
5. Imam al-Ghozali, Ihya' Ulumuddin, http://www.ghazali.org/ihya/ihya.htm
6. Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di, Taisirul Karimirrahman fi Tafsiri Kalamil Mannan, http://www.altafsir.com/.
7. http://www.tafsir.web.id/…/…/tafsir-az-zumar-ayat-3242.html…. ZRHGjGS6.dpuf
8. Al-Hafidh Muhammad Abdurrohman bin Abdurrohim Al-Mubarokfuri, Attuhfatul Ahwadzi Ala Al-Jami 'At-Turmudzi, http://www.fikihkontemporer.com/…/download-kitab-tuhfatul-a…