PENDAHULUAN
Akhir-akhir
ini kita jumpai dibanyak tempat terjadi penurunan kepercayaan dan penghormatan
masyarakat terhadap Notaris, hal ini terjadi antara lain karena sikap dan
perilaku Notaris yang tidak lagi sebagaimana digambarkan oleh Tan Tong Kie
sebagai berikut :
” Setiap
masyarakat membutuhkan seorang (figur) yang keterangan-keterangannya
dapat diandalkan dan dapat
dipercayai, yang tanda tangannya serta segelnya
(Capnya) memberi jaminan dan bukti kuat,
seorang ahli yang tidak memihak dan
penasehat yang tidak ada
cacatnya (Onkreukbaar/unimpeachath), yang tutup mulut
dan yang membuat perjanjian yang dapat melindunginya
dihari-hari yang akan
datang.”
Pertanyaannya
sekarang masihkah Notaris adalah figur sebagaimana tersebut diatas.
1.
Keterangannya dapat dipercayai atau diandalkan.
2.
Tandatangan dan segel atau capnya memberi jaminan dan bukti yang kuat.
3.
Seorang ahli dibidangnya dan tidak memihak.
4.
Penasehat yang tidak ada cacatnya.
5.
Yang tutup mulut atau menjaga karahasiaan
6.
Membuat perjanjian yang dapat memberikan perlindungan dihari-hari kemudian,
baik terhadap Notaris maupuin
klien-kliennya.
Apakah
Notaris saat ini masih seperti tersebut, yang kalau kita sederhanakan menjadi :
” Seorang ahli dibidangnya, mempunyai ilmu
yang tinggi, dapat menjaga kepentingan pihak
(secara
adil atau tidak memihak) dalam pembuatan aktanya, dapat menjamin kepastian
tanggal
pembuatan akta dan menjaga pembuatan aktanya dilakukan sesuai dengan
ketentuan
hukum dan perundang-undangan ”
Notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini atau
berdasarkan Undang-undang lainnya (Pasal 1 ayat 1).
Sebagai
pejabat umum Notaris mempunyai kewenangan dan kewajiban pokok sebagaimana
dimaksud dalam pasal 15 ayat 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 yang kemudian
diubah dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014.
Notaris
berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik.
Inilah
yang menjadi kewenangan pokok dari tugas jabatan Notaris, dari kewenangan tersebut
Undang-undang memberikan kewajiban kepada Notaris masih dari pasal yang sama
yaitu :
-
Menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
-
Menyimpan akta,
-
Memberikan Grosse, Salinan dan kutipan akta.
Selain
mempunyai kewenangan Notaris dalam menjalankan jabatannya dibatasi dengan 4
(empat) batasan kewenangan.
G.H.S.
Lumban Tobing menyatakan ada 4 (empat) pembatasan kewenangan yaitu :
1.
Yang menyangkut akta,
2.
Yang menyangkut orang,
3.
Yang menyangkut waktu,
4.
Yang menyangkut tempat.
Selain
keempat batasan tersebut dalam membuat akta Notaris harus atau wajib
melaksanakan ketentuan pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya suatu
Perjanjian.
1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3.
Suatu hal tertentu.
4.
Suatu sebab yang halal.
Selain keempat syarat sahnya
suatu perjanjian, Notaris harus pula memperhatikan Asas Good Faith atau Asas
itikad baik, artinya perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Pada
kesempatan kali ini kita akan membahas atau melakukan kajian atau temuan atas
beberapa hal yang sering terjadi atau kita jumpai dalam Praktek Notaris :
1.
Beberapa pasal yang karena kesalahan Notaris dapat mengakibatkan
turunannya kekuatan bukti dari akta
Notaris, dari semula akta Notaris atau akta otentik
menjadi akta dibawah tangan (lihat ketentuan pasal) :
a. Pasal 38 ayat 4
Bentuk dan sifat akta.
b. Pasal 44 ayat 5
Pembacaan dan penandatanganan akta
c. Pasal 48
Renvooi atau perubahan
d. Pasal 50
Renvooi atau perubahan (tata cara)
e. Pasal 51
Akta pembetulan.
2. Pelanggaran yang dapat
menjadi dasar dikenakan teguran sampai dengan pemecatan.
(lihat pasal) :
a. Pasal 7 ( 60 hari setelah penganmbilan
sumpah ),
b. Pasal 16 ayat 1 hueuf a sd l ( kewajiban ),
c. Pasal 17 ayat 1 ( larangan ),
d. Pasal 19 ( kedudukan PPAT mengikuti
kedudukan Notaris ).
e. Pasal 32 ( serah terima Prokol Not –
Cuti ),
f. Pasal 37 ( Ujasa Notaris secara Cuma
–Cuma ),
g. Pasal 54 ( Memberikan, Grosse Akta<
Salinan Akta dan Kutipan Akta ),
h. Pasal 65 A, pelanggaran terhadap Pasal
58 dan Pasal 59 ( pembuatan, penyimpanan
dan penyerahan protokol Notaris).
3. Menjamin kepastian
tanggal pembuatan akta
1) Tanggal akta harus sama dengan tanggal tandatangan
2) Pada prinsipnya tanda tangan, segera
setelah akta dibacakan,
artinya pada saat itu juga.
- Tidak bersamaan, merupakan pengecualian
tetapi tetap harus dilakukan dihari yang
sama.
4. Judul akta, perhatikan
isi dan konstruksi hukum perjanjian.
- Untuk perjanjian bernama, misal
(PPJB tanpa harga) tidak boleh
- Untuk perjanjian tidak bernama
Perhatikan unsur dan konstruksi hukum
Misal : Perjanjian Kerja Sama (Pembagian
keuntungan dalam besaran yang sama untuk
setiap bulan).
5. Pembayaran
- Sebelum, pada saat, segera setelah dan
setelah akta ditandatangani
membawa konsekwensi hukum yang berbeda.
6. Perhatikan kewenangan
bertindak
- Untuk diri sendiri,
- mewakili, untuk dan atas nama
- persetujuan
- wali, dlsb
7. Akta harus dibacakan,
tidak dibacakan harus diperhatikan :
- tidak buta huruf
- tingkat pengetahuan dan pemahaman serta
hanya yang punya kemampuan
pemahaman terhadap isi akta sedangkan
untuk hal-hal tertentu tetap harus dibacakan
dan dijelaskan, lihat ketentuan pasal 16 ayat 7, yaitu :
kepala akta, komparisi,
penjelasan
pokok akta secara singkat dan jelas serta penutup akta.
8. Legalisasi harus
dibacakan dan dijelaskan.
9. Waarmerking harus dibaca
apakah causanya halal atau tidak.
10. Fidusia secara On Line
tetap harus diperhatikan :
- Jumlah akta yang dibuat dalam satu hari.
- Obyek, apakah sesuai dengan obyek fidusia.
11. Sanksi diluar UUJN
12. Pembebanan hanya dapat
dilakukan oleh pemilik sehingga PPJB tidak dapat dijadikan
dasar untuk pembebanan.
13. Kewajiban merahasiakan
hak atau kewajiban ingkar tetap melekat pada diri Notaris.
14. Take Over, apabila
Sertifikat dan Surat Roya tdk dapat diterima pada hari itu maka
diperjanjikan dalam Perjanjian Kreditnya.
15. Kewajiban Ingkar/ Hak
Ingkar, kepada Notaris diberikan kewajiban untuk merahasiakan
isi akta dan keterangan – keterangan yang
diperoleh sehubungan dengan pembuatan
akta ( lihat pasal 4 dan pasal 16 UUJN),
kewajiban ini membawa sanksi yang cukup
berat bagi Notaris yaitu terdapat dalam
pasal 322 KUHPidana, Notaris mempunyai
kewajiban untuk merahasiakan akta,
kewajiban mana berlaku pula bagi semua orang
yang bekerja di kantornya.
HAK INGKAR
Pasal 170 ayat (1) KUHAP :
” Mereka yang karena pekerjaan, harkat
martabat jabatannya
diwajibkan menyimpan rahasia dapat dibebaskan
dari kewajiban
untuk
memberikan keterangan sebagai saksi yaitu tentang hal
yang dipercayakan kepada mereka ”
Pasal 170 KUHAP memberikan pengertian kepada kita bahwa mereka yang karena
pekerjaan/jabatannya berkewajiban untuk merahasiakan, dapat minta dibebaskan
dari kewajiban sebagai saksi akan tetapi terbatas hanya kepada yang
dipercayakan kepada Notaris yaitu ” Mengenai
isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan Notaris ”
(pasal 4 UUJN mengenai Sumpah Jabatan).
Permintaan untuk tidak memberikan kesaksian/minta dibebaskan sebagai saksi
ini penting karena untuk orang yang karena pekerjaan/jabatannya berkewajiban
untuk merahasiakan tetapi tidak melaksanakan kewajiban
tersebut diancam dengan
ancaman hukuman
Pidana 9 (sembilan) bulan penjara atau denda Rp. 9.000,- (sembilan ribu
rupiah).
Pasal 322 ayat (1) KUHPidana :
” Barang siapa
dengan sengaja membuka rahasia yang wajib
disimpannya
karena jabatan atau pencahariannya baik yang
sekarang maupun
yang dahulu diancam dengan pidana penjara
paling lama
sembilan bulan atau denda setinggi-tingginya
Rp. 9.000,-
(sembilan ribu rupiah).”
Sedangkan terhadap
hal-hal yang tidak berkaitan dengan isi akta atau keterangan-keterangan
penghadap, Notaris diharapkan dapat menentukan atas pertimbangannya apa yang dapat/boleh
disampaikan dan apa yang tidak boleh/tidak dapat disampaikan karena merupakan
bagian dari kewajibannya untuk merahasiakan.
Hak atau kewajiban ingkar tidak boleh/tidak dapat digunakan untuk
melindungi atau menutupi bentuk-bentuk pelanggaran hukum dalam proses
pelaksanaan tugas profesi Notaris atau hak ingkar dan rahasia jabatan tidak
dapat dijadikan instrumen untuk melindungi oknum Notaris yang melakukan
pelanggaran hukum dan etika dalam melaksanakan tugasnya (Prof.DR.Topan Gayus
Lumbuun, SH.MH – Hakim Agung – Mahkamah Agung Republik Indonesia).
Rahasia Jabatan yang harus dipegang oleh Pengacara juga berlaku bagi semua
orang yang bekerja dikantornya (B.R.V.C 8 Nop 1948, 1949 Nomor 66), ketentuan
tersebut tentu juga dapat/harus pula diterapkan pada kewajiban rahasia jabatan
bagi Notaris.
Hal ini dapat kita
lihat/persamakan dengan :
”Rahasia Jabatan yang harus
dipegang oleh seorang pengacara berlaku bagi semua orang yang bekerja
dikantornya”.
Ketentuan menurut pasal 322
KUHPidana memberikan pengecualian jika seorang Pengacara atau sekretarisnya
dipanggil ke sidang Pengadilan untuk memberikan kesaksian didalam suatu Perkara
Pidana, B.R.V.C 8 Nop 1948, 1949 Nomor 66
(Drs. P.A.F. Lamintang, S.H.
& C.Djisman Samosir, SH) Hukum Pidana Indonesia Hal. 136
Kami berpendapat hal ini berlaku pula bagi Notaris dan semua orang yang
bekerja di Kantor Notaris tersebut.
Kewajiban untuk merahasiakan
melekat pada diri Notaris didasarkan pada syarat-syarat yang melekat pada diri
Notaris sebagai Pejabat yang menjalankan kepercayaan masyarakat, kepercayaan
dan kewajiban merahasiakan pada ketentuan UUJN, Kode Etik dan Sumpah Jabatan.
PENGAWASAN
Pengawasan dapat kita bagi menjadi 2 (dua) aktifitas :
Preventif : suatu tindakan pencegahan, pembinaan dan pengawasan
dalam artian
Pemberian pemahaman,
pengertian dan memunculkan kesadaran serta
Ketaatan.
Kuratif : adalah
pengawasan dalam arti luas lebih yaitu memberikan tindakan
dan/atau hukuman
untuk memaksa pelaku dan membuat/memberikan
efek jera kepada yang
lain agar tidak melakukan hal yang sama.
Tujuan pengawasan adalah untuk menjamin kepatuhan dan ketaatan Notaris
terhadap Undang-undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris.
Pengawasan pada
dasarnya adalah upaya untuk melihat atau mengetahui apakah pelaksanaan
pekerjaan atau jabatan telah dilakukan sesuai dengan seharusnya.
Pengawasan terhadap
Notaris, seharusnya adalah sebuah upaya untuk mengetahui apakah Notaris dalam
melaksanakan tugas jabatannya telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
khususnya Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris.
Pengawasan juga dilakukan untuk mengetahui apakah Notaris dalam membuat
akta telah sesuai dengan mekanisme/tata cara/prosedur sesuai dengan
Undang-undang Jabatan Notaris dan apakah pelaksanaan pekerjaannya telah sesuai
dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh Notaris.
Apakah Notaris dalam
melaksanakan jabatan telah bertindak Jujur, Mandiri, Tidak berpihak, penuh rasa
tanggung jawab berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi Sumpah Jabatan
Notaris, dan Notaris dalam menjalankan jabatannya berkewajiban untuk ”Saksama” (teliti
dan berhati-hati).
Teliti dan
berhati-hati harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Notaris dalam
menjalankan Jabatan dan Berperilaku.
Mengingat esensi pengawasan sebagaimana tersebut diatas maka
seharusnya/seyogyanya pengawasan dilakukan oleh orang yang mengetahui atau
memahami bagaimana pekerjaan/jabatan tersebut seharusnya dilakukan.
Hal ini tidak terkecuali terhadap jabatan Notaris.
Undang-undang Jabatan Notaris mengamanatkan pengawasan atas Notaris
dilakukan oleh Menteri, yang dalam pelaksanaannya Menteri membentuk Majelis
Pengawas yang terdiri dari unsur :
a.
Pemerintah ;
b.
Organisasi Notaris ;
c.
Ahli/Akademisi.
Ketiga unsur
tersebut seharusnya tidak saja mengetahui dan memahami bagaimana
pekerjaan/jabatan Notaris dijalankan, akan tetapi memahami pula tugas dan
fungsi Notaris.
Akan tetapi pada
kenyataannya di banyak tempat Majelis Pengawas tidak diisi oleh mereka yang
memahami tugas dan fungsi Notaris dan tidak memahami bagaimana
pekerjaan/jabatan Notaris seharusnya dijalankan.
Organisasi Majelis Pengawas, hendaknya tidak berubah menjadi birokrasi atau
dijalankan layaknya birokrasi yang terstruktur dan hierarkhi.
Melihat kenyataan
tersebut menjadi kewajiban bagi organisasi Notaris khususnya Dewan Kehormatan
Notaris untuk berperan aktif dalam mengisi kekosongan dan/atau keadaan tersebut
sehingga pengawasan kepada Notaris dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan dan tetap dapat menjaga Harkat dan Martabat sebagai bagian
dari Jati Diri Notaris.
Melalui saran dan
pendapat sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Rumah Tangga (ART).
PENUTUP
Teliti dan berhati-hati
(saksama) adalah kewajiban yang melekat pada diri Notaris, hal ini merupakan
konsekwensi logis dari tugas Notaris untuk memberikan kepastian hukum melalui
akta yang dibuatnya.
Notaris harus selalu berada
pada kebenaran dan keadilan.
Harus diingat oleh Notaris
meskipun tugas Notaris adalah menuliskan dengan benar apa – apa yang dinyatakan
oleh penghadap ( menuliskan secara benar/ autentik ) apa yang dinyatakan oleh
penghadap/ pihak tetapi Notaris bukan juru tulis, apalagi bertindak layak seorang upahan yang
menuliskan apa yang menjadi kehendak pihak/ penghadap.
Sebagai sorang Notaris ia
harus melaksanakan jabatannya dengan
memperhatikan ketentuan - ketentuan
Hukum yang berlaku, memperhatikan asas –
asas moral, kesusilaan dan kepatutan, serta selalu berada pada kebenaran dan
keadilan, memperhatikan dan bertindak sesuai dengan Kode Etik, dan bersikap
Profesional, untuk keperluan tersebut memberikan penyuluhan hukum sehubungan
dengan pembuatan aktanya.
SUMBER : BADAR BARABA, SH, MH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar