APAKAH PEMBUATAN
PERJANJIAN PERKAWINAN OLEH PASANGAN WNI-WNA PASCA-MK 69/2015 DAPAT
MENYELESAIKAN MASALAH MEREKA TERHADAP PEMILIKAN HAK ATAS TANAH?
Dampak utama dengan adanya MK 69/2015 pada
perkawinan campuran adalah dimungkinkannya pasangan, baik WNI-WNA maupun WNI-WNI
yang “Lupa” atau “tidak tahu” untuk membuat perjanjian perkawinan sebelum atau
pada waktu perkawinan. Khusus bagi pasangan WNI-WNA karena tidak tahunya asas
nasionalitas pada Pasal 9 ayat (1) UUPA berkaitan dengan pemilikan hak atas
tanah, kini dengan membuat perjanjian perkawinan maka pasangan pihak WNI dapat
memiliki tanah hak dengan Hak MiLik (Pasal 21 UUPA), Hak Guna Bangunan (Pasal
36 UUPA), dan Hak Guna Usaha (Pasal 30 UUPA). Walaupun demikian, permasalahan
yang terjadi di dalam praktik adalah ketidak-tahuan pasangan WNI-WNA tanpa
membuat perjanjian perkawinan telanjur telah memiliki tanah dengan Hak Milik,
Hak Guna Bangunan, atau Hak Guna Usaha.
Seperti disebutkan dalam Pasal 21 ayat (1)
dan (3) UUPA bahwa:
(1) Hanya warga
negara
(2) …….n
(3) Orang asing
yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh Hak Milik karena pewarisan
tanpa waktu atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga
negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang
ini kehilangan kewarganegaraannya, wajib melepaskan hak itu di dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilang
kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak
dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada
negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap
berlangsung.
Beberapa masalah yang mungkin timbul
berkaitan dengan subjek hukum yang tidak memenuhi syarat untuk memiliki tanah
hak tertentu:
a. Sebidang tanah Hak Milik telah
dibeli oleh seorang WNI yang tetah menikah dengan WNA tanpa dibuat perjanjian
perkawinan. Dalam hal ini akan bertaku ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan (3) UUPA
sehingga tanah Hak Milik tersebut apabila telah lewat 1 tahun sejak diperoleh
pasangan perkawinan campuran, belum ditepaskan hak milik itu, maka hak atas
tanah tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, sedangkan hak
pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
b. Apabita perjanjian perkawinan
dibuat selama suami istri dalam ikatan perkawinan dan ternyata di dalam harta
bersama telah di beli tanah Hak Milik atas nama pihak pasangan WNI, sedangkan perjanjian
perkawinan baru dibuat 2 tahun setelah tanggal pembelian tanah hak tersebut
maka berlakulah ketentuan Pasal 21 ayat (3) UUPA. Tanah Hak Milik tersebut
karena telah tewat 1 tahun sejak diperoleh pasangan perkawinan campuran, belum dilepaskan
hak milik itu, maka hak tersebut hapus karena hokum dan tanahnya jatuh pada negara.
c. Apabila perjanjian perkawinan
dibuat selama suami istri (WNI-WNA) masih dalam ikatan perkawmnan, pihak
pasangan WNI dengan adanya perjanjian perkawinan tersebut setelah adanya
perjanjian perkawinan dapat memiliki tanah Hak Milik.
Bagi pasangan kawin campur, pihak WNA telah
ada Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 (PP 103/2015) juncto Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 29 Tahun 2016
yang memungkinkan orang asing untuk memilki rumah tempat tinggal atau hunian di
Indonesia dengan Hak Pakai. Adapun jangka waktu Hak Pakai berasal dari hak milik
diberikan selama jangka waktu 30 tahun yang dapat diperpanjang untuk jangka waktu
20 tahun dan diperbaharui untuk jangka waktu 30 tahun. Untuk Hak Pakai berasal
dan Hak Guna Bangunan serta Hak Pakai atas Sarusun diatur lebih lanjut dalam PP
103/2015. Demikian dengan ketentuan-ketentuan lainnya mengenai tata cara
pemberian, pelepasan, atau pengalihan hak, dan berakhirnya atas pemilikan rumah
tinggal atau hunian oleh orang asing berkedudukan di Indonesia.
______________
Sumber : Herlien Budiono, Demikianlah Akta Ini Tanya Jawab Mengenai Pembuatan Akta Notaris di dalam Praktik, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar