Senin, 19 Agustus 2024

 

PAJAK NOTARIS, TARIF DAN ATURAN TERBARUNYA

 

Notaris ialah pekerjaan yang sudah amat familiar di telinga masyarakat Indonesia, apalagi jika berkaitan dengan perbankan dan properti. Dapat dikatakan, notaris ialah jasa profesi di bidang legalitas dokumen. Profesi ini memiliki peran yang penting dalam pengurusan surat-surat berharga.

Tugas notaris yang utama, salah satunya ialah membuat akta autentik. Namun, selain itu, terdapat beberapa hal yang perlu Anda ketahui terkait lingkup profesi notaris dan perpajakan profesinya. Mari kita simak ulasannya

 

Definisi Notaris

Secara umum, notaris ialah pejabat umum yang memiliki tugas dan wewenang terkait pembuatan akta autentik. Profesi ini dijabat oleh seseorang yang memiliki latar belakang lulusan hukum dan memiliki lisensi dari pemerintah untuk melakukan praktik tindakan hukum, termasuk menjadi saksi resmi dari penandatanganan suatu dokumen penting seseorang atau suatu perusahaan.

Profesi ini bekerja dengan memberikan jasa pembuatan akta jual-beli, akta wakaf, akta hibah dan akta pengikatan hibah, akta pendirian usaha, surat keterangan ahli waris, dan perjanjian jual beli.

Dalam UU No. 2 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 1 telah disebutkan bahwa notaris ialah pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat akta autentik serta memiliki wewenang lainnya seperti yang dimaksud dalam UU tersebut berdasarkan UU lainnya.

Sementara itu, istilah notaris sendiri berasal dari nama notarius yang digunakan sebagai sebutan bagi seorang penulis cepat atau stenographer. Dapat dikatakan notaris adalah jasa profesi di bidang hukum.

Hal ini diharapkan agar notaris memiliki peran dan posisi yang netral, maka notaris tidak memiliki kedudukan di lembaga, baik pada posisi eksekutif, legislatif, ataupun yudikatif. Seorang notaris pun tidak diperkenankan memihak klien, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya permasalahan.

Bentuk profesi notaris berbeda-beda tergantung dengan sistem hukum. Di Indonesia, jenis notaris yang ada ialah notaris civil law yang bertugas melayani kepentingan masyarakat umum dan mendapatkan penghasilannya dari masyarakat umum.

Dasar Hukum Jabatan Notaris

Jabatan notaris memiliki landasan hukum sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 mengenai perubahan atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris.

Di dalamnya, dicantumkan penjelasan terperinci terkait profesi jabatan ini.

Pertama, penguatan persyaratan pengangkatan sebagai notaris membutuhkan surat keterangan dokter dan psikiater serta memperpanjang masa magang menjadi 24 bulan, dimana sebelumnya 12 bulan.

Kedua, berkaitan dengan kewajiban tambahan, dimana terdapat larangan rangkap jabatan dan alasan pemberhentian sementara notaris.

Ketiga, pembebanan kewajiban pada calon notaris yang sedang magang.

Keempat, penyesuaian sanksi berlaku pada pasal tertentu, yaitu menyatakan bahwa akta bersifat pribadi, teguran lisan/tertulis, atau pengenaan ganti rugi pada notaris.

Kelima, membedakan perubahan secara absolut atau relatif dalam isi akta.

Keenam, pelantikan Majelis Kehormatan Notaris. Ketujuh, memperkuat dan mengukuhkan organisasi notaris serta menegaskan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dalam membuat akta autentik. Kedelapan, memperkuat fungsi, wewenang, dan kedudukan Majelis Pengawas.

Tugas dan Wewenang Notaris

Notaris tentu memiliki tugas dan wewenang yang khusus, di antaranya ialah:

1.           Membuat akta autentik yang berisikan seluruh kesepakatan, tindakan, dan peraturan sehubungan dengan hukum atau pemangku kepentingan yang dinyatakan dalam bentuk akta autentik

2.       Memastikan keaslian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, dan memberikan informasi total harga, salinan, serta kutipan akta

3.         Mengoreksi kesalahan pada pengetikan atau penulisan pada akta yang telah diberi tandatangan dengan menyusun berita acara dan memberikan catatan mengenai hal tersebut. Berita acara tersebut selanjutnya akan dikirimkan pada pihak yang bersangkutan.

4.             Mengurus pembukuan dokumen-dokumen di bawah tangan dengan mendaftar di buku khusus

5.         Melakukan verifikasi tanda tangan dan konfirmasi kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftarkan di buku khusus atau waarmerking

6.                Memberikan nasihat hukum terkait perumusan akta atau dokumen

7.                Membuat kontrak terkait tanah

8.              Membuat salinan asli dokumen berisi uraian tertulis dan tergambar dalam surat aslinya. Hal ini dinamakan juga copy organizer.

9.               Mengesahkan kesesuaian salinan dengan surat asli atau legalisasi

10.           Menandatangani akta catatan lelang.

 

 Penghasilan Notaris di Indonesia

Perlu diketahui, notaris tidak mendapatkan gaji dari negara ataupun pihak lainnya. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 mengenai Jabatan Notaris yang direvisi menjadi UU Nomor 2 Tahun 2014. Lalu, dari manakah asal penghasilan notaris?

Sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang, penghasilan notaris didapatkan dari klien berupa honorarium atas pembayaran jasanya. Akan tetapi, besarannya pun telah diatur dalam peraturan yang berlaku. Dalam Pasal 36 UU 2/2014 telah disebutkan bahwa besaran komisi yang didapat oleh Notaris bergantung pada nilai ekonomis.

Adapun, nilai ekonomis yang dimaksud dalam pasal 36, yaitu:

·    Bagi nilai ekonomis hingga Rp100 juta dengan honorarium tertinggi ialah 2,5% yaitu Rp2.500.000

·     Bagi nilai ekonomis lebih dari Rp100 juta hingga Rp1 miliar dengan honorarium tertinggi ialah 1,5%. Angka ini mulai dari rentang Rp1.500.000 hingga Rp15.000.000.

·  Bagi nilai ekonomis lebih dari Rp1 miliar honorarium yang diterima berdasarkan kesepakatan antara notaris dengan klien, namun kesepakatan tersebut tidak bisa lebih dari 1% dari objek yang dibuatkan aktanya. Nominal tersebut bisa lebih dari Rp20.000.000.

Namun, berdasarkan nilai sosiologis, penghasilan notaris ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek tiap pembuatan akta, namun dengan honorarium tidak lebih dari Rp.5 juta.

Kebijakan Perpajakan Notaris di Indonesia

Berdasarkan Peraturan Ditjen Pajak No. PER-16/PJ/2016, notaris ialah profesi yang tergolong dalam kategori tenaga ahli, sehingga termasuk dalam kelompok penerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa, bukan sebagai pegawai atau karyawan.

Namun, peraturan PPh 21 ini telah mengalami pembaharuan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Berikut pengenaan PPh 21 terbaru pada notaris:

·        Bagi penghasilan Rp0-Rp60 juta per tahun dikenakan pajak sebesar 5%

·        Bagi penghasilan Rp60 juta-Rp250 juta per tahun dikenakan pajak sebesar 15%

·        Bagi penghasilan Rp250 juta-Rp500 juta per tahun dikenakan pajak sebesar 25%

·        Bagi penghasilan Rp500 juta-Rp5.000.000.000 per tahun dikenakan pajak sebesar 30%

·        Bagi penghasilan lebih dari Rp5 miliar per tahun dikenakan pajak sebesar 35%.

 

Cara Hitung PPh 21 Notaris Dengan Penghasilan Berkesinambungan

1.    Notaris dengan Penghasilan Lebih dari Satu Pemberi Kerja

Apabila seorang notaris memiliki penghasilan berkesinambungan dan memiliki penghasilan lebih dari satu pemberi kerja, maka rumus yang digunakan untuk menghitung PPh 21 ialah:

 (Penghasilan bruto x 50%) x Tarif Pasal 17

Dalam hal ini penghasilan bruto yang digunakan ialah penghasilan yang dihitung secara kumulatif.

2.    Notaris dengan Penghasilan Hanya Dari Satu Pemberi Kerja

Notaris dapat mengajukan pengurangan penghasilan kena pajak berupa tunjangan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

Tarif pengurangan PTKP bagi orang pribadi yang berlaku di Indonesia ialah Rp54 juta dengan tambahan sebesar Rp 4,5 juta bagi WP kawin dan Rp 4,5 juta untuk setiap tanggunan keluarga sedarah (maksimal 3 orang), sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016 mengenai penyesuaian besaran penghasilan tidak kena pajak.

Maka, rumus penghitungan pajak notaris ialah:

[(Penghasilan bruto x 50%)-PTKP] x Tarif Pasal 17

Dalam hal ini penghasilan bruto dihitung secara kumulatif.

 

******

 

Jumat, 22 Desember 2023

 

PERLINDUNGAN HUKUM PEMENANG LELANG TERHADAP OBJEK LELANG YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN ;

Bank sebagai Pemegang Hak Tanggungan

Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Serta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (untuk selanjutnya disebut UUHT) dalam Pasal 6 UUHT menyebutkan apabila debitur ingkar janji (wanprestasi), maka pemegang hak tanggungan mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Pemegang hak tanggungan merupakan kreditur preferen dimana dalam hal ini sebagai kreditur preferen pemegang hak tanggungan sekalipun terjadi kepailitan terhadap debitur tersebut, maka pemegang hak tanggungan harus didahulukan pelunasan hutangnya dari kreditur lainnya atau dengan kata lain pemegang hak tanggungan merupakan kreditur yang mempunyai hak istimewa dari kreditur lainnya.

Pemenang lelang hak tanggungan secara teori memang disebutkan sebagai pembeli yang beritikad baik dan patut dilindungi, namun dalam pelaksanaannya dilapangan yang terjadi, dimana perlindungan hukum yang disebutkan tersebut sering kali tidak dapat dirasakan oleh pemenang lelang tersebut.

Hal mana dapat dilihat bahwa pemenang lelang sering kali setelah memenangkan lelang terhadap objek hak tanggungan tersebut ketika ingin melakukan proses balik nama terhadap objek lelang tersebut sering kali terkendala di Badan Pertanahan Nasional hal mana dengan dasar adanya blokir dari debitur atau pemilik asal objek hak tanggungan tersebut.

Sering kali antara pemilik asal objek lelang yang dibebani hak tanggungan tersebut digugat oleh pihak ketiga yang seolah-olah pihak ketiga tersebut mempunyai hak juga terhadap objek lelang dikarenakan pemilik asal (debitur) mempunyai hutang kepada pihak ketiga tersebut, yang pada umumnya patut diduga hal tersebut hanyalah rekayasa yang bertujuan supaya ada dasar untuk mengajukan blokir pada Badan Pertanahan Nasional agar pemenang lelang tidak dapat melakukan proses balik nama terhadap objek lelang yang dimenangkannya.

Sikap Badan Pertanahan Nasional

 Pada Badan Pertanahan Nasional dengan membayar Rp. 50.000,-(lima puluh ribu rupiah) dan melampirkan gugatan, maka Badan Pertanahan Nasional akan memblokir objek lelang tersebut sehingga tidak dapat dilakukan proses peralihan balik nama tersebut.

Pengaturan mengenai blokir di Badan Pertanahan Nasional sendiri sebenarnya sudah sangat tegas diatur dalam aturan yang mengatur tentang blokir tersebut, yang mana dalam hal ini tentang blokir yang  diajukan oleh perorangan sebagaimana dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah  Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Pasal 126  yang pada intinya mengatur secara tegas bahwa catatan blokir yang diajukan akan hapus dengan sendirinya dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal pencatatan blokir tersebut diajukan, kecuali apabila diikuti dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita acara eksekusinya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan, namun apabila tidak ada maka akan hapus dengan sendirinya tanpa haarus didahului permintaan pencabutan oleh pihak yang mengajukan blokir.

Peraturan lain yang mengatur tentang blokir juga dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Negara Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Blokir Dan Sita :

·        Catatan blokir oleh perorangan atau badan hukum berlaku untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal pencatatan blokir;

·        Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang dengan adanya perintah pengadilan berupa penetapan atau putusan.

 Apabila kita lihat kedua aturan tersebut dimana keduanya sudah sangat jelas mengatur tentang tata cara blokir dan hapusnya blokir pada Badan Pertanahan, dimana keduanya mengatur bahwa jangka waktu blokir akan hapus dengan sendirinya dalam jangka waktu 30 hari apabila tidak ada penetapan terhadap objek perkara diletakkan sita jaminan.

Namun keadaan dilapangan yang sering dialami oleh pemenang lelang, setelah lewat 30 hari dan terhadap objek blokir juga tidak ada keluar penetapan sebagai dasar perpanjangan blokir tersebut dimana pihak Badan Pertanahan Nasional tetap melakukan proses pemblokiran terhadap objek lelang tersebut dengan alasan bahwa perkaranya belum selesai sehingga harus tetap diblokir, hal tersebut yang terkadang pihak Badan Pertanahan Nasional dapat dikatakan cari aman dan mengesampingkan peraturan-peraturan terkait yang sudah sangat jelas mengatur tentang blokir tersebut.

Dugaan Tindak Pidana

Bahwa terhadap hal tersebut sebenarnya pihak Badan Pertanahan Nasional dapat dilaporkan kepada pihak kepolisian dengan dugaan Penyalagunaan Wewenang  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Hal mana unsur melawan hukum yang diduga dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional sebagai Pegawai Negeri adalah Membiarkan sesuatu, dimana dengan aturan yang ada namun tidak mengindahkan aturan yang mengatur tetntang blokir tersebut dan malah membiarkan sesuatu yang dalam hal ini tetap melakukan blokir terhadap objek lelang maka sangat beralasan terhadap hal tersebut dapat diterapkan Pasal 421 KUHP tersebut.

Adanya Kerugian Negara

Objek lelang hak tanggungan lama kelamaan akan kehilangan minat orang untuk membelinya dikarenakan sangat sulitnya proses balik nama pada Badan Pertanahan Nasional dikarenakan adanya blokir yang dengan membayar Rp. 50.000,-(lima puluh ribu rupiah) dengan memblokir secara permanen maka telah merugikan pemenang lelang yang terkadang sudah keluar uang milliaran rupiah, dimana hal tersebut sangat miris kita melihatnya.

Kerugian negara yang kami maksudkan disini adalah negara tidak mendapatkan pemasukan apabila orang tidak lagi berminat untuk mengikuti atau membeli asset melalui proses lelang yang dalam hal ini lelang objek hak tanggungan, dimana yang seharusnya apabila orang membeli objek melalui lelang tersebut negara mendapatkan pemasukan berupa pajak dari transaksi pembelian melalui proses lelang tersebut.

Dalam kaitan lainnya juga lembaga perbankan yang tadinya mengharapkan pelunasan hutang debitur yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, namun dengan perbuatan debitur yang wanprestasi tersebut, dimana lembaga perbankan sangat mengaharapkan pelunasan hutang debitur melalui penjualan asset yang menjadi jaminan terhadap hutang debitur tersebut, namun apabila orang tidak lagi berminat untuk membeli barang lelang yang diajukan oleh lembaga perbankan tersebut, maka keuangan dari lembaga perbankan tersebut akan diam ditempat, hal mana kita juga mengetahui bahwa ada juga sebagian besar lembaga perbankan yang merupakan BUMN yang 50 persen sahamnya adalah milik negara, bukankah dalam hal ini negara juga telah dirugikan dengan keadaan tersebut.

Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)

Bahwa terhadap susahnya proses balik nama atau blokir yang secara terus menerus dibiarkan oleh Badan PertanahanNasional dengan mengesampingkan atau seolah-olah menutup mata terhadap aturan-aturan yang sudah sangat jelas mengatur tentang blokir tersebut diatas, terkadang memang para pemenang lelang mendatangi pihak KPKNL untuk meminta pertanggungjawaban, namun dalam hal ini sebagaimana dalam Peraturan menteri keuangan Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dimana KPKNL hanyalah sebagai instansi yang diberikan kewenangan oleh negara untuk melaksanakan lelang yang didahului dengan adanya permohonan dari pihak yang pemegang hak tanggungan tersebut, dan setelah meneliti kelengkapan berkas maka KPKNL akan melaksanakan penjualan barang yang terbuka untukumum dengan penawaran harga secara tertulis dan/ atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untukmencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang, sehingga KPKNL tidak dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pemenang lelang terhadap kendala yang dihadapi oleh pemenang lelang untuk melakukan balik nama di Badan Pertanahan Nasional. Terhadap debitur ataupun pihak ketiga yang merasa ada kaitan dengan objek lelang tersebut, namun apabila sebagaimana yang menjadi acuan dalam Peraturan menteri keuangan Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang tersebut ada yang tidak sesuai maka terhadap proses pelaksanaan tersebut dapat dibatalkan dengan cara mengajukan gugatan.

Praktek yang sering terjadi bahwa keberatan ataupun blokir yang diajukan oleh debitur (pemilik asal) adalah setelah terjadinya pelaksanaan lelang dan pemenang lelang sudah ditetapkan, hal tersebutlah terkadang kuat dugaan kita hanyalah gugatan yang dibuat untuk mempersulit pemenang lelang untuk proses balik nama, padahal sebenarnya gugatan itu harus diajukan sebelum pelaksanaan lelang sehingga proses lelang dapat dipending.

Pemenang Lelang Sebagai pembeli yang Beritikat Baik

Menurut hemat kami, frasa “itikad baik” yang dimaksud dalam doktrin “pembeli beritikad baik harus dilindungi oleh undang-undang” merupakan asas itikad baik yang memiliki kesamaan fungsi dalam hukum benda, di mana bezit (kedudukan berkuasa) yang diperoleh dengan itikad baik harus dilindungi oleh undang-undang. Jual beli, sebagaimana hibah atau pembebanan hak jaminan kebendaan, pada dasarnya merupakan suatu sarana untuk mengalihkan hak kebendaan, di mana pihak penerimanya kemudian menjadi berkuasa atas benda terkait. Begitu pula halnya dengan pembeli, dia memperoleh hak kebendaan melalui transaksi jual beli yang dilakukannya.

Pemenang lelang sebagai pembeli yang beritikat baik secara teorinya hukumnya harus dilindungi hal mana dikarenakan pembeli melalui lelang adalah proses pembelian yang dilakukan oleh pelelangan umum dan dilakukan oleh instansi yang memang diberikan kewenangan oleh aturan-aturan terkait, hal mana juga dapat dilihat dari berbagai macam Yurisprudensi yang kesemuanya menegaskan bahwa pembeli melalaui pelelangan umum adalah merupakan pembeli yang beritikat baik dan patut untuk dilindungi.

Apabila terhadap objek lelang yang dimenangkan terkendala untuk melakukan proses balik nama, dalam hal ini memang pemenang lelang dapat mengajukan gugatan perdata perbuatan melawan hukum kepada Badan Pertanahan dan juga terhadap pihak yang mengajukan blokir tersebut, dimana dari berbagai banyak gugatan yang diajukan oleh pemenang lelang terhadap blokir tersebut pada umunya pemenang lelang dimenangkan, namun hal tersebut akan memakan waktu yang begitu panjang dan apabila kita lihat dalam pertimbangan hukum yang dibuat oleh hakim yang mengadili tersebut tetap pertimbangan hukumnya mengacu kepada dua peraturan yang telah disebutkan diatas tentang blokir yang tegas menyatakan bahwa blokir hapus dengan sendirinya dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal pencatatan blokir kecuali apabila diikuti dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita acara eksekusinya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Akhir kata maka kita juga merasa sangat miris dengan keadaan ini, maka semua pihak yang mempunyai kaitan dalam permasalahan ini harus dapat berfikir dengan arif dan bijaksana dengan memperhatikan aturan yang sudah ada dan jangan lagi diterjemahkan dan memberikan penafsiran yang aneh-aneh terhadap aturan yang sudah sangat jelas tertulis, sehingga hak-hak dari pemenang lelang dapat terlindungi secara hukum sebagai pembeli yang beritikat baik.

Harapan kita juga bahwa Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI harus mengambil sikap yang tegas untuk menyelesaikan permasalahan ini, karena apabila dibiarkan maka akan berdampak buruk juga terhadap perekonomian negara secara luas. 

 

***

 

KEDUDUKAN NOMINEE AGREEMENT DALAM ATURAN HUKUM DI INDONESIA

Konsep nominee atau kadang disebut konsep trust  tidak dikenal dalam sistem hukum civil law yang berlaku di Indonesia. Konsep nominee pada awalnya hanya terdapat pada sistem hukum common law, namun seiring berjalannya waktu Konsep Nominee Agreement  lambat laun dan bahkan sudah marak terjadi di sistem hukum Civil Law di Indonesia.

Para pemodal pada umumnya memilih perseroan terbatas, sebagai bentuk dari badan hukum untuk menjalankan kegiatan investasinya di Indonesia secara langsung atau direct investment. Pendirian perseroan terbatas menurut Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, untuk selanjutnya disebut “UUPT”, Pasal 7 ayat (1), dapat dilakukan oleh 2 orang atau lebih. Syarat mendirikan perseroan terbatas melalui perjanjian yang menyebabkan pendirian perseroan terbatas harus dilakukan oleh 2 orang atau lebih sebagai pemegang saham, karena tidak mungkin satu orang mengadakan perjanjian dengan dirinya sendiri.

Praktek saham pinjam nama  atau yang lazim dikenal dengan sebutan Nominee Arrangement adalah merupakan  perjanjian yang menyatakan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Praktek saham pinjam nama tersebut saat ini sering dijumpai di Negara Indonesia, yang mana disatu sisi dalam akta pendirian suatu Perseroan Terbatas disebutkan bahwa nama yang tercantum dalam akta tersebut yang merupakan pemilik lembaran saham yang sah tercantum didalamnya, namun disisi lain adanya akta yang lain yang terbit dan menyatakan bahwa lembaran saham sebagaimana dalam akta pendirian Perseroan Terbatas tersebut bukanlah milik orang yang sebagaimana yang disebutkan dalam akta pendirian Perseroan Terbatas tersebut namun merupakan milik orang lain atau nama yang disebutkan dalam Akta Nominee tersebut.

Pihak yang menunjuk nominee seringkali dikenal sebagai pihak beneficiary. Nominee mewakili kepentingan-kepentingan dari beneficiary dan karenanya nominee dalam melakukan tindakan-tindakan khusus harus sesuai dengan yang diperjanjikan dan tentunya harus sesuai dengan perintah yang diberikan oleh pihak beneficiary.

Apabila dilihat dari seluruh pengertian di atas, maka dapat diketahui bahwa dalam konsep nominee dikenal dua pihak, yaitu pihak nominee yang tercatat secara hukum dan pihak beneficiary yang menikmati setiap keuntungan dan kemanfaatan dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pihak yang tercatat secara hukum.

Secara de jure, nominee adalah pemegang hak yang sah atas benda tersebut, yang tentunya memiliki hak untuk mengalihkan, menjual, membebani, menjaminkan serta melakukan tindakan apapun atas benda yang bersangkutan, sedangkan pihak beneficiary secara de facto tidak diakui sebagai pemilik atas benda secara hukum.

Dasar Hukum

Dari hal tersebut diatas sesungguhnya terhadap perbuatan hukum Nominee Agreement bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia, hal mana dapat dilihat pada Undang- Undang Nomor  40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas pada Pasal 48 Ayat (1) yang menyebutkan “Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya”, jadi saham itu wajib atas nama si pemegang saham, tidak boleh nama pemegang saham berbeda dengan pemilik sebenarnya. Nominee Agreement  juga bertentangan dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM) Pasal 33 Ayat (1) da (2) yang menyebutkan:

Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.

   

Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan BATAL DEMI HUKUM.

Maka sebagaimana pada ayat (2) diatas Mengenai perjanjian nominee yang menyatakan kepemilikan seluruh saham perseroan adalah milik orang lain, berdasarkan Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dinyatakan bahwa seseorang dilarang mengadakan perjanjian nominee (nominee agreement), yaitu jika seseorang mengaku sebagai pemegang saham tetapi namanya tidak tercantum sebagai pemegang saham dalam anggaran dasar suatu perseroan, maka keberadaannya tidak diakui, perjanjiannya seperti itu tidak memiliki causa yang halal, sehingga perjanjiannya menjadi BATAL DEMI HUKUM.

Kalau kita lihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bahwa sebagaimana dalam Pasal 1337 yang menyebutkan “ Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang”, maka oleh karena itu terhadap praktik saham pinjam nama yang dilarang dalam sistem hukum di Indonesia sehingga perjanjiannya menjadi BATAL DEMI HUKUM.

Melihat hal tersebut maka pada Undang-Undang Penanaman Modal, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pemerintah memasukkan larangan mengenai perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain pada pasal 33 ayat (1) Undang-undang Penanaman Modal. Larangan tersebut memiliki tujuan untuk menghindari terjadinya kepemilikan perseroan yang berbeda.

Bahwa terhadap praktik saham pinjam nama tersebut walaupun dilarang secara tegas oleh undang-undang yang disebutkan diatas, namun hal tersebut masih terus terjadi, terkadang memang terhadap praktik saham pinjam nama tersebut selagi terjalinnya hubungan yang harmonis antara orang yang dipinjam namanya dengan orang yang merupakan pemilik saham yang sesungguhnya maka tidak akan ada masalah, namun apabila dikemudian hari terjadi suatu hubungan yang tidak harmonis lagi, maka ini yang akan berujung kepada suatu permasalahan hukum, dan kadang harus sampai kepada proses hukum di pengadilan, namun dalam hal ini terhadap siapa yang merupakan pemilik saham adalah sebagaimana nama pemilik saham yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan tersebut, karena sebagaimana dalam Undang-undang Perseroan Terbatas didalam penjelasan Pasal 48 Ayat (1) dengan jelas dinyatakan bahwa perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan pereroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk, maka terhadap pemilik saham yang tercantum dalam akta lain diluar akta pendirian perseroan terbatas tersebut secara hukum tidak diakui, dan terhadap akta perjanjian dan atau pernyataan yang dibuat diluar akta perseroan terbatas tersebut secara hukum dinyatakan BATAL DEMI HUKUM.

Batal Demi Hukum mempunyai pengertian secara otomatis akta tersebut Batal Demi Hukum tanpa harus dibatalkan, hal tersebut sebagaimana bunyi dari undang-undang yang mengaturnya, namun pihak yang merasa dirugikan tentunya tidak secara sukarela membiarkan hal tersebut, ujung-ujungnya masuk kedalam proses hukum di pengadilan.

Pelaksanaan nominee agreement di Indonesia seperti yang telah dijelaskan di atas, menemui beberapa kendala. Pelanggaran terhadap syarat obyektif dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai sebab yang halal dan penjabarannya mengenai sebab yang halal dalam Pasal 1337 KUHPerdata bahwa nominee agreement tidak boleh bertentangan dengan undang-undang menjadi alasan nominee saham di Indonesia tidak dapat dituntut pemenuhannya atau pelaksanaannya dihadapan hukum. Hal ini dikarenakan saham pinjam nama bertentangan dengan Pasal 52 ayat (4) UUPT mengenai konsep kepemilikan saham secara dominium plenum (kepemilikan saham secara penuh atau mutlak).

Kesimpulan

Berdasarkan nominee agreement, dapat dilihat bahwa unsur-unsur atau ciri-ciri dalam penggunaan nominee memperlihatkan terdapatnya 2 pihak, yaitu pihak yang diakui secara hukum dan pihak yang berada di belakang pihak yang diakui secara hukum tersebut, dimana 2 pihak tersebut dalam kepemilikan saham melahirkan pemisahan kepemilikan atas suatu benda yaitu pemilik yang diakui secara hukum (pihak nominee) dan pemilik yang sebenarnya atas benda (pihak beneficiary). Biasanya Selain nominee agreement terdapat beberapa perjanjian dan kuasa yang biasanya ditandangani oleh pihak nominee dan pihak beneficiary sebagai komponen pendukung.

Perjanjian dan kuasa-kuasa tersebut dibutuhkan untuk memberikan kepastian ataupun perlindungan kepada beneficiary sebagai pemilik sebenarnya atas benda yang dimiliki oleh nominee secara hukum. Regulasi sudah mengatur untuk pelarangan praktek nominee saham ini, yang diatur dalam pasal 33 ayat 1 dan 2 dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Perjanjian nominee saham tidak hanya terdiri dari satu perjanjian saja, melainkan terdiri dari beberapa perjanjian yang apabila dihubungkan satu sama lain akan menghasilkan nominee saham inilah yang dapat dikatakan sebagai nominee arrangement, Hal ini dapat dikatakan sebagai penyelundupan hukum pada perjanjian nominee saham dalam prakteknya di Indonesia.

 

Apabila terhadap perkara saham pinjam nama ini masuk keranah pengadilan, maka disinilah hakim yang memeriksa dan mengadili perkaranya harus memperhatikan aturan terkait yaitu undang-undang yang telah tegas mengaturnya yang tidak perlu lagi memberikan penafsiran yang terjemahannya menjadi berbeda dari apa yang disebutkan oleh undang-undang yang telah mengaturnya, dikarenakan sudah sangat jelas aturannya, kalau tadinya tidak diatur secara tegas, maka untuk mengisi kekosongan hukum maka dapat memberikan suatu penafsiran lain.

Sumber : RUDOLF NAIBAHO, S.H (LAW FIRM RUDOLF NAIBAHO & PARTNERS)

 

akta notaris tentang Pengikatan Saham dan Kuasa Saham  berisiko sebagai praktek nominee arrangement

Akta pengikatan saham dan kuasa saham tersebut beresiko untuk dikategorikan sebagai praktek nominee arrangement. Dalam perjanjian tersebut kuasa atas saham tersebut dilimpahkan pada orang lain.  Nominee arrangement ini sebenarnya tidak diperbolehkan sejak diundangkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UUPM”). Pasal 33 ayat (1) UUPM melarang penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing untuk membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Pasal 33 ayat (2) UUPM selanjutnya mengatur bahwa perjanjian semacam itu dinyatakan batal demi hukum.

Larangan ini juga diperkuat dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”). Dalam pasal 48 ayat (1) UUPT disebutkan bahwa saham dikeluarkan atas nama pemiliknya. Jadi, saham itu haruslah atas nama si pemegang sahamnya, tidak bisa nama pemegang sahamnya berbeda dengan pemilik sebenarnya.

Dengan demikian perjanjian pengikatan saham dan kuasa saham yang dibuat dengan akta Notaris tersebut tidak cukup untuk melindungi orang yang memiliki uang yang sebenarnya tersebut. Hal ini karena struktur nominee arrangement demikian tidak diperbolehkan dalam perundang-undangan di Negara Republik Indonesia.

 

Dasar hukum:

-Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

-Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

 

 

 

Pokok pokok pikiran terhadap TANGGUNG JAWAB NOTARIS AKIBAT PEMBUATAN AKTA NOMINEE YANG MENGANDUNG PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PARA PIHAK

sebagai berikut:

1.     Notaris diberikan kewenangan dalam suatu pembuatan akta otentik, sebagai pejabat umum yang diberikan kewenangan dalam pembuatan akta otentik, maka ia harus bertanggung jawab atas akta yang dibuatnya. Pihak atau mereka yang merasa dirugikan oleh tindakan Notaris di luar wewenang tersebut, sehingga Notaris dapat dimintakan pertanggung jawaban sebagai berikut :

a.        Tanggung jawab Notaris Secara perdata, Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban perdata berupa tuntutan ganti kerugian

b.        Tanggung Jawab Notaris secara pidana, Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban dengan dituntut pasal penipuan dan pemalsuan terhadap akta yang dibuat oleh Notaris.

c.        Tanggung jawab Notaris secara administratif, notaris dapat dikenai sanksi administratif sampai pada pemberhentian secara tidak hormat.

2.     Dalam mengkonstruksikan Perjanjian Nominee dalam penulisan ini, berdasarkan teori Lawrence M. Friedman yaitu sebagai berikut :

a.     Struktur Hukum (Legal Structure) Karena suatu sistem tidak akan berjalan dengan baik jika tidak ada penegak hukum yang kredibilitas, maka dari itu aparat penegak hukum dalam hal ini khususnya kepada Majelis Pengawas Notaris, serta seluruh aparat penegak hukum memperbaiki sistem keamanan dan memberikan sanksi.

b.     Substansi Hukum (substance of the law) dari segala aturan yang berkaitan dengan nominee maka pada bagian isi/substansi ini harus adanya kejelasan norma, adanya pelarangan terhadap nominee yang merupakan perbuatan melawan hukum, dan juga adanya sanksi yang tegas.

c.     Budaya Hukum, konstruksi hukum yang diharapkan untuk perjanjian nominee ini dilakukan dengan menggunakan dan disesuaikan dengan Budaya Hukum yang ada di Indonesia maka harus lebih menekankan kepada kesadaran masyarakat dan juga jika perlu dilaksanakannya sosialisasi mengenai nominee ini.

 

3.     Sebagai Pejabat Umum, Notaris harus lebih menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menangani para penghadap yang hendak dimintakan membuat akta, Notaris juga seharusnya lebih dapat bersikap tegas untuk dapat memillah dan menolak membuat akta apabila akta tersebut berindikasi perbuatan melawan hukum atau melanggar ketentuan Undang-undang yang dapat merugikan para pihak, negara bahkan Notaris itu sendiri;

4.     Merekomendasikan kepada Presiden dan DPR-RI sebagai bagian dari pemerintah yang berwenang membuat Undang-Undang dapat juga merombak UUPA tentang pembatasan hak atas tanah terhadap Orang Asing yang lebih dipersempit kembali, mengkonstruksikan Hukum yang baru terhadap pelarangan Nominee lebih tegas dan terang dalam bentuk aturan dan juga melakukan denda terhadap pelaku yang telah terlanjur melakukannya, pemerintah juga dihimbau bekerjasama dengan aparat penegak hukum lain agar hukum dapat dilaksanakan dengan baik maka selalu melakukan pemeriksaan terhadap segala transaksi yang mengatas namakan orang lain.

 

TANGGUNG JAWAB NOTARIS AKIBAT PEMBUATAN AKTA NOMINEE YANG MENGANDUNG PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PARA PIHAK

Perjanjian Nominee dalam hukum perjanjian di Indonesia dikategorikan sebagai perjanjian yang berindikasi menciptakan penyelundupan hukum. Perjanjian ini belum diatur dalam KUHPerdata namun dalam kenyataannya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat,perjanjian ini juga masuk dalam kategori  jenis perjanjian tidak bernama (Innominat Contract).

Perjanjian “Nominee” atau “Nominee agreement”  diartikan sebagai perjanjian pernyataan sebenarnya dan kuasa, perjanjian nominee ini biasanya dituangkan dalam bentuk akta oleh para pihaknya untuk memperkuat perjanjian tersebut yang dibuat dengan akta otentik.

Tanggung Jawab Notaris terhadap perbuatan melawan  hukum yang dilakukan para pihak  dalam akta Nominee, kepada Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban terhadap pembuatan akta yang merupakan perbuatan melawan hukum secara Perdata, Pidana, dan juga secara administrasi.

Karena tidak diaturnya nominee maka dalam  mengkonstruksikan hukum untuk menanggulangi perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam akta nominee yang dibuat oleh Notaris dengan menggunakan Teori Sistem Hukum Menurut Lawrence Meir Friedman mengenai struktur hukum yang harus lebih memperketat keamanan oleh MPD, MPW bahkan sampai pada MPN, isi/subtansi hukum  harus adanya kejelasan norma, adanya pelarangan Nominee, sampai pada pemberian sanksi yang tegas, yang terakhir mengenai budaya hukum yang harus disesuaikan dengan budaya di Indonesia, peningkatan kesadaran masyarakat, bahkan jika perlu diadakannya sosialisasi tentang nominee kepada masyarakat.

 

KEABSAHAN Nominee Agreement di Indonesia

“Nominee agreement merupakan suatu praktik yang sering terjadi di Indonesia yang mana terdapat pihak yang meminjam nama pihak lain sebagai pemegang saham dalam suatu PT.”

Nominee agreement atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan perjanjian saham pinjam nama adalah perjanjian yang pada dasarnya menyatakan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas (PT) untuk dan atas nama orang lain.

Nominee agreement merupakan praktik yang sering terjadi di Indonesia, yang mana disatu sisi dalam akta pendirian suatu PT dinyatakan bahwa nama yang tercantum dalam akta tersebut yang merupakan pemilik lembaran saham yang sah tercantum didalamnya, tetapi disisi lain dalam nominee agreement dinyatakan bahwa lembaran saham sebagaimana dalam akta pendirian PT tersebut bukanlah milik orang yang sebagaimana disebutkan dalam akta tersebut namun merupakan milik orang lain atau nama yang disebutkan.

Lalu, apakah sebenarnya hal tersebut merupakan praktik yang diperbolehkan di Indonesia? Ternyata, nominee agreement telah dilarang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Berdasarkan UUPM Pasal 33 ayat (1) UUPM mengatur secara tegas bahwa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam PT membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.

Lebih lanjut dalam Pasal 33 ayat (2) UUPM dinyatakan bahwa apabila penanam modal membuat perjanjian tersebut, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Hal ini sejalan dengan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Pasal 1337 KUHPer menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, yang mana apabila perjanjian dibuat berdasarkan sebab yang terlarang maka perjanjian tersebut tidak sah dan mengakibatkan batal demi hukum.

Berdasarkan UUPT Sejalan dengan UUPM, Pasal 48 UUPT juga mengatur bahwa saham PT dikeluarkan atas nama pemiliknya. Sehingga tidak diperbolehkan saham tersebut dikeluarkan atas nama pemilik yang bukan pemilik aslinya.

Terdapat kemungkinan risiko yang dihadapi dengan membuat nominee agreement, antara lain:

·        Apabila terjadi sengketa, pengadilan tidak akan mengakui nominee agreement         sehingga tidak dapat diproses di pengadilan.

·        Nama pemilik saham yang berada dalam akta pendirian perseroan yang akan diakui     oleh hukum di Indonesia; dan

·        Nominee agreement dapat digugat oleh pihak ketiga atas dasar penipuan. 

 

****