PERLINDUNGAN
HUKUM PEMENANG LELANG TERHADAP OBJEK LELANG YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN ;
Bank
sebagai Pemegang Hak Tanggungan
Menurut
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Serta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (untuk selanjutnya disebut UUHT) dalam
Pasal 6 UUHT menyebutkan apabila debitur ingkar janji (wanprestasi), maka
pemegang hak tanggungan mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas
kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya
dari hasil penjualan tersebut.
Pemegang
hak tanggungan merupakan kreditur preferen dimana dalam hal ini sebagai
kreditur preferen pemegang hak tanggungan sekalipun terjadi kepailitan terhadap
debitur tersebut, maka pemegang hak tanggungan harus didahulukan pelunasan
hutangnya dari kreditur lainnya atau dengan kata lain pemegang hak tanggungan
merupakan kreditur yang mempunyai hak istimewa dari kreditur lainnya.
Pemenang
lelang hak tanggungan secara teori memang disebutkan sebagai pembeli yang beritikad
baik dan patut dilindungi, namun dalam pelaksanaannya dilapangan yang terjadi,
dimana perlindungan hukum yang disebutkan tersebut sering kali tidak dapat
dirasakan oleh pemenang lelang tersebut.
Hal
mana dapat dilihat bahwa pemenang lelang sering kali setelah memenangkan lelang
terhadap objek hak tanggungan tersebut ketika ingin melakukan proses balik nama
terhadap objek lelang tersebut sering kali terkendala di Badan Pertanahan
Nasional hal mana dengan dasar adanya blokir dari debitur atau pemilik asal
objek hak tanggungan tersebut.
Sering
kali antara pemilik asal objek lelang yang dibebani hak tanggungan tersebut
digugat oleh pihak ketiga yang seolah-olah pihak ketiga tersebut mempunyai hak
juga terhadap objek lelang dikarenakan pemilik asal (debitur) mempunyai hutang
kepada pihak ketiga tersebut, yang pada umumnya patut diduga hal tersebut
hanyalah rekayasa yang bertujuan supaya ada dasar untuk mengajukan blokir pada
Badan Pertanahan Nasional agar pemenang lelang tidak dapat melakukan proses
balik nama terhadap objek lelang yang dimenangkannya.
Sikap Badan Pertanahan Nasional
Pada
Badan Pertanahan Nasional dengan membayar Rp. 50.000,-(lima
puluh ribu rupiah) dan melampirkan gugatan, maka Badan Pertanahan Nasional akan
memblokir objek lelang tersebut sehingga tidak dapat dilakukan proses peralihan
balik nama tersebut.
Pengaturan
mengenai blokir di Badan Pertanahan Nasional sendiri sebenarnya sudah sangat
tegas diatur dalam aturan yang mengatur tentang blokir tersebut, yang mana
dalam hal ini tentang blokir yang
diajukan oleh perorangan sebagaimana dapat dilihat dalam Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Pasal 126 yang pada intinya mengatur secara tegas bahwa
catatan blokir yang diajukan akan hapus dengan sendirinya dalam jangka waktu 30
hari terhitung sejak tanggal pencatatan blokir tersebut diajukan, kecuali
apabila diikuti dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita acara
eksekusinya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan, namun apabila tidak
ada maka akan hapus dengan sendirinya tanpa haarus didahului permintaan
pencabutan oleh pihak yang mengajukan blokir.
Peraturan
lain yang mengatur tentang blokir juga dapat dilihat dalam Peraturan Menteri
Negara Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Blokir Dan Sita :
· Catatan blokir oleh perorangan atau badan hukum berlaku untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal pencatatan blokir;
·
Jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diperpanjang dengan adanya perintah pengadilan berupa
penetapan atau putusan.
Apabila kita lihat kedua aturan tersebut
dimana keduanya sudah sangat jelas mengatur tentang tata cara blokir dan
hapusnya blokir pada Badan Pertanahan, dimana keduanya mengatur bahwa jangka
waktu blokir akan hapus dengan sendirinya dalam jangka waktu 30 hari apabila
tidak ada penetapan terhadap objek perkara diletakkan sita jaminan.
Namun
keadaan dilapangan yang sering dialami oleh pemenang lelang, setelah lewat 30
hari dan terhadap objek blokir juga tidak ada keluar penetapan sebagai dasar
perpanjangan blokir tersebut dimana pihak Badan Pertanahan Nasional tetap
melakukan proses pemblokiran terhadap objek lelang tersebut dengan alasan bahwa
perkaranya belum selesai sehingga harus tetap diblokir, hal tersebut yang
terkadang pihak Badan Pertanahan Nasional dapat dikatakan cari aman dan
mengesampingkan peraturan-peraturan terkait yang sudah sangat jelas mengatur
tentang blokir tersebut.
Dugaan
Tindak Pidana
Bahwa
terhadap hal tersebut sebenarnya pihak Badan Pertanahan Nasional dapat
dilaporkan kepada pihak kepolisian dengan dugaan Penyalagunaan Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi Seorang pejabat yang menyalahgunakan
kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan
sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Hal
mana unsur melawan hukum yang diduga dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional
sebagai Pegawai Negeri adalah Membiarkan sesuatu, dimana dengan aturan yang ada
namun tidak mengindahkan aturan yang mengatur tetntang blokir tersebut dan malah
membiarkan sesuatu yang dalam hal ini tetap melakukan blokir terhadap objek
lelang maka sangat beralasan terhadap hal tersebut dapat diterapkan Pasal 421
KUHP tersebut.
Adanya
Kerugian Negara
Objek
lelang hak tanggungan lama kelamaan akan kehilangan minat orang untuk
membelinya dikarenakan sangat sulitnya proses balik nama pada Badan Pertanahan
Nasional dikarenakan adanya blokir yang dengan membayar Rp. 50.000,-(lima
puluh ribu rupiah) dengan memblokir secara permanen maka telah merugikan
pemenang lelang yang terkadang sudah keluar uang milliaran rupiah, dimana hal
tersebut sangat miris kita melihatnya.
Kerugian
negara yang kami maksudkan disini adalah negara tidak mendapatkan pemasukan
apabila orang tidak lagi berminat untuk mengikuti atau membeli asset melalui
proses lelang yang dalam hal ini lelang objek hak tanggungan, dimana yang
seharusnya apabila orang membeli objek melalui lelang tersebut negara
mendapatkan pemasukan berupa pajak dari transaksi pembelian melalui proses
lelang tersebut.
Dalam kaitan lainnya juga lembaga
perbankan yang tadinya mengharapkan pelunasan hutang debitur yang telah jatuh
tempo dan dapat ditagih, namun dengan perbuatan debitur yang wanprestasi
tersebut, dimana lembaga perbankan sangat mengaharapkan pelunasan hutang debitur
melalui penjualan asset yang menjadi jaminan terhadap hutang debitur tersebut,
namun apabila orang tidak lagi berminat untuk membeli barang lelang yang
diajukan oleh lembaga perbankan tersebut, maka keuangan dari lembaga perbankan
tersebut akan diam ditempat, hal mana kita juga mengetahui bahwa ada juga
sebagian besar lembaga perbankan yang merupakan BUMN yang 50 persen sahamnya
adalah milik negara, bukankah dalam hal ini negara juga telah dirugikan dengan
keadaan tersebut.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang (KPKNL)
Bahwa terhadap susahnya proses balik nama
atau blokir yang secara terus menerus dibiarkan oleh Badan PertanahanNasional
dengan mengesampingkan atau seolah-olah menutup mata terhadap aturan-aturan
yang sudah sangat jelas mengatur tentang blokir tersebut diatas, terkadang
memang para pemenang lelang mendatangi pihak KPKNL untuk meminta
pertanggungjawaban, namun dalam hal ini sebagaimana dalam Peraturan menteri
keuangan Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang,
dimana KPKNL hanyalah sebagai instansi yang diberikan kewenangan oleh negara
untuk melaksanakan lelang yang didahului dengan adanya permohonan dari pihak
yang pemegang hak tanggungan tersebut, dan setelah meneliti kelengkapan berkas
maka KPKNL akan melaksanakan penjualan barang yang terbuka untukumum dengan
penawaran harga secara tertulis dan/ atau lisan yang semakin meningkat atau
menurun untukmencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang,
sehingga KPKNL tidak dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pemenang lelang
terhadap kendala yang dihadapi oleh pemenang lelang untuk melakukan balik nama
di Badan Pertanahan Nasional. Terhadap debitur ataupun pihak ketiga yang merasa
ada kaitan dengan objek lelang tersebut, namun apabila sebagaimana yang menjadi
acuan dalam Peraturan menteri keuangan Republik Indonesia Nomor 27/PMK.06/2016
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang tersebut ada yang tidak sesuai maka
terhadap proses pelaksanaan tersebut dapat dibatalkan dengan cara mengajukan
gugatan.
Praktek yang sering terjadi bahwa
keberatan ataupun blokir yang diajukan oleh debitur (pemilik asal) adalah
setelah terjadinya pelaksanaan lelang dan pemenang lelang sudah ditetapkan, hal
tersebutlah terkadang kuat dugaan kita hanyalah gugatan yang dibuat untuk
mempersulit pemenang lelang untuk proses balik nama, padahal sebenarnya gugatan
itu harus diajukan sebelum pelaksanaan lelang sehingga proses lelang dapat
dipending.
Pemenang Lelang Sebagai pembeli yang
Beritikat Baik
Menurut hemat kami, frasa “itikad baik”
yang dimaksud dalam doktrin “pembeli beritikad baik harus dilindungi oleh
undang-undang” merupakan asas itikad baik yang memiliki kesamaan fungsi dalam
hukum benda, di mana bezit (kedudukan berkuasa) yang diperoleh dengan itikad
baik harus dilindungi oleh undang-undang. Jual beli, sebagaimana hibah atau
pembebanan hak jaminan kebendaan, pada dasarnya merupakan suatu sarana untuk
mengalihkan hak kebendaan, di mana pihak penerimanya kemudian menjadi berkuasa
atas benda terkait. Begitu pula halnya dengan pembeli, dia memperoleh hak
kebendaan melalui transaksi jual beli yang dilakukannya.
Pemenang lelang sebagai pembeli yang
beritikat baik secara teorinya hukumnya harus dilindungi hal mana dikarenakan
pembeli melalui lelang adalah proses pembelian yang dilakukan oleh pelelangan
umum dan dilakukan oleh instansi yang memang diberikan kewenangan oleh
aturan-aturan terkait, hal mana juga dapat dilihat dari berbagai macam
Yurisprudensi yang kesemuanya menegaskan bahwa pembeli melalaui pelelangan umum
adalah merupakan pembeli yang beritikat baik dan patut untuk dilindungi.
Apabila terhadap objek lelang yang
dimenangkan terkendala untuk melakukan proses balik nama, dalam hal ini memang
pemenang lelang dapat mengajukan gugatan perdata perbuatan melawan hukum kepada
Badan Pertanahan dan juga terhadap pihak yang mengajukan blokir tersebut,
dimana dari berbagai banyak gugatan yang diajukan oleh pemenang lelang terhadap
blokir tersebut pada umunya pemenang lelang dimenangkan, namun hal tersebut
akan memakan waktu yang begitu panjang dan apabila kita lihat dalam
pertimbangan hukum yang dibuat oleh hakim yang mengadili tersebut tetap
pertimbangan hukumnya mengacu kepada dua peraturan yang telah disebutkan diatas
tentang blokir yang tegas menyatakan bahwa blokir hapus dengan sendirinya dalam
jangka waktu 30 hari terhitung sejak tanggal pencatatan blokir kecuali apabila
diikuti dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita acara
eksekusinya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Akhir kata maka kita juga merasa sangat
miris dengan keadaan ini, maka semua pihak yang mempunyai kaitan dalam
permasalahan ini harus dapat berfikir dengan arif dan bijaksana dengan
memperhatikan aturan yang sudah ada dan jangan lagi diterjemahkan dan
memberikan penafsiran yang aneh-aneh terhadap aturan yang sudah sangat jelas
tertulis, sehingga hak-hak dari pemenang lelang dapat terlindungi secara hukum
sebagai pembeli yang beritikat baik.
Harapan kita juga bahwa Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI harus mengambil sikap yang tegas untuk menyelesaikan permasalahan ini, karena apabila dibiarkan maka akan berdampak buruk juga terhadap perekonomian negara secara luas.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar