Minggu, 17 Desember 2023

 Hak Kekayaan Intelektual Apakah Termasuk Harta Gono Gini?


Hak Kekayaan Intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hak Kekayaan Intelektual merupakan bagian dari benda yaitu benda tidak berwujud sebagaimana klasifikasi benda menurut Pasal 503 KUHPerdata yaitu penggolongan benda ke dalam kelompok benda berwujud (bertubuh) dan benda tidak berwujud (tidak bertubuh).

Benda immateriil atau benda tidak berwujud yang berupa hak itu dapatlah kita contoh seperti hak tagih, hak atas bunga uang, hak sewa, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak atas benda berupa jaminan, Hak Kekayaan Intelektual (intellectual property rights) dan lain sebagainya.

Hak Kekayaan Intelektual dapat dimiliki secara individu maupun bersama oleh dua orang atau lebih.

Kepemilikan oleh dua orang atau lebih dapat dilakukan oleh orang yang terikat dalam tali perkawinan maupun yang tidak terikat dalam tali perkawinan.

Ide yang telah diciptakan dalam bentuk nyata dan lahir selama pernikahan sehingga menjadi Kekayaan Intelektual maka Kekayaan Intelektual tersebut disebut sebagai harta bersama sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (untuk selanjutnya disebut Undang-Undang Perkawinan) yang dinyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

Harta yang diperoleh selama perkawinan tersebut atau untuk selanjutnya disebut harta bersama, dapat berupa harta benda bergerak maupun tidak bergerak, benda berwujud maupun harta benda tidakberwujud. Sebagaimana Pasal 91 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan.

“Harta bersama dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud. Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga. Harta bersama yang tidak berwujug dapat berupa hak maupun kewajiban. Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lainnya”.

Dalam bahasa Indonesia diartikan bahwa kekayaan intelektual adalah hasil kreasi dari pemikiran yang berupa penemuan baru, karya sastra dan karya-karya seni, simbol, nama, dan gambar yang digunakan dalam perdagangan. berikut adalah jenis-jenis dari Hak Kekayaan Intelektual yang dijelaskan dalam Pasal 1.2 dari TRIPs Agreement  :

1. Hak Cipta dan Hak Terkait;

2. Merek;

3. Indikasi Geografis;

4. Desain Industri;

5. Paten;

6. Tata Letak (Topografi) Sirkuit Terpadu;

7. Perlindungan Informasi Rahasia;

8. Kontrol Terhadap Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Dalam Perjanjian Lisensi.
 

Hak Cipta dan Merek sebagai harta Gono Gini


Hak-Kekayaan-Intelektual-Apakah-Termasuk-Harta-Gono-Gini,


Hak Cipta adalah   hak   eksklusif   pencipta   yang   timbul   secara   otomatisberdasarkan  prinsip  deklaratif  setelah  suatuciptaandiwujudukan  dalam bentuk  nyata  tanpa  mengurangi  pembatasan  sesuai  dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan.

Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,   susunan   warna   atau   kombinasi dari   unsur-unsur   tersebut   yang memiliki  daya  pembeda  dan  digunakan dalam  kegiatan  perdagangan barang atau jasa Hak cipta dan hak atas merek merupakan benda tidak berwujud yang berupa hak.

Hal tersebut didasarkan pada nilai ekonomi dari hak tersebut yang dapat mendatangkan keuntungan materi bagi pemiliknya. Nilai ekonomi dari hak cipta dan hak atas merek diperoleh pemilik hak dari hak ekonomi dari hak cipta dan hak atas merek. Hak ekonomi adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas HKI.

Dikatakan sebagai hak ekonomi karena HKI termasuk sebuah benda yang dapat dinilai dengan uang.

Selain hak ekonomi, hanya hak cipta yang diberikan hak moral karena hak atas merek lahir atas dasar permintaan dari pemilik merek, maka dapat disimpulkan bahwa hak atas merek tidak mengandung suatu penghargaan atas suatu hasil kepandaian atau penemuan seseorang.

Seorang pencipta/ pemegang hak cipta melakukan perbanyakan ciptaan kemudian dijual di pasaran, maka ia memperoleh keuntungan materi dari perbanyakan ciptaan tersebut.

Demikian pula dengan memberi izin kepada pihak lain untuk memproduksi, memperbanyak dan menjual hasil copy-an ciptaan adalah bukan semata-mata Karena perbuatan memberi izin saja melainkan pencipta/pemegang hak cipta juga bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari perbuatan tersebut.

Hal ini memang wajar pencipta atau pemegang hak cipta ikut serta mendapat bagian keuntungan, Karena pihak yang diberi izin mendapatkan keuntungan dari penerimaan izin tersebut.

Sama halnya dengan hak atas merek, pemilik hak atas suatu merek dapat memberikan lisensi merek tersebut kepada pihak lain baik perorangan maupun badan hukum dengan memperoleh keuntungan dari pemberian lisensi tersebut.

Oleh Karena itu, hak cipta dan hak atas merek berpotensi memberikan keuntungan ekonomi yang cukup tinggi, maka hak cipta dan hak atas merek sebagai harta bersama sering mengakibatkan perselisihan apabila terjadi perceraian.

Pembagian harta bersama harus berdasarkan kepada aspek keadilan bagi para pihak. Terkait atas nama siapa hak cipta dan Hak atas merek tersebut terdaftar bukan faktor bahwa apakah hak kekayaan intelektual tersebut termasuk dalam harta bersama atau tidak.

Faktor yang paling penting untuk ditemukan terlebih dahulu adalah apakah harta tersebut diperoleh selama berlangsungnya perkawinan atau tidak.

Selain itu apabila hak cipta dan hak atas merek tersebut terbukti ada setelah perkawinan berlangsung maka bagaimana pembagian nilai ekonomis atau royalti dari hak cipta dan hak atas merek tersebut kepada suami- istri yang akan bercerai.

Pasal 1 angka 21 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta “Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau poduk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.”

Sehingga dapat disimpulkan royalti adalah nilai tertentu yang dibayarkan kepada pemilik hak kekayaan intelektual atas kenikmatan ekonomi dari suatu hak kekayaan intelektual, yang besarannya disepakati oleh para pihak, untuk kurun waktu tertentu.

Keuntungan finansial atau royalti yang menjadi objek pembagian harta bersama ditentukan berdasarkan kapan lahirnya hak cipta dan hak atas merek tersebut sebagai berikut:

a. Apabila hak cipta dan hak atas merek lahir selama perkawinan sehingga keuntungan finansial dan royalti dihasilkan selama perkawinan menjadi objek pembagian harta bersama

b. Apabila hak cipta dan hak atas merek lahir selama perkawinan dan keuntungan finansial atau royalti ada setelah perceraian maka keuntungan finansial atau royalti tersebut dapat dimintakan sebagai objek pembagian harta bersama.

Apabila hak cipta dan hak atas merek terdaftar atas nama suami istri maka masing-masing tetap berhak atas hak cipta dan hak atas merek serta keuntungan finansial dan royaltinya tanpa harus adanya pembagian hak-hak tersebut sebagai objek pembagian harta bersama.

Hal ini juga dapat merujuk pada Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan, kekayaan intelektual tersebut menjadi harta bersama dari kedua suami dan istri.

Setelah perceraian sangat mungkin royalti dari hak cipta dan hak atas merek tersebut ada selama hak ekonomi tersebut masih digunakan sebagaimana masa berlaku hak ekonomi pencipta tergantung kepada ciptaan diatur dalam Pasal 58-63 Undang-Undang Hak Cipta yaitu mulai dari 25 tahun, 50 tahun, dan 70 tahun.

Kemudian masa berlaku hak atas merek Merek dan Indikasi Geografis adalah selama 10 tahun yang dapat diperpanjang kembali dalam jangka waktu yang sama. Apabila royalti dari hak cipta dan hak atas merek sebagai harta bersama masih ada setelah perceraian maka royalti tersebut dapat diajukan untuk dimohonkan pembagiannya.

Contoh kasusnya adalah Rumah makan “NY. SUHARTI” didirikan oleh Nyonya Suharti dan suami, Syahlan P. Harjono pada tahun 1972 di Yogyakarta.

Melihat peminat dan potensi yang lebih besar dari industri kuliner ini, di tahun 1984 Ny. Suharti dan suami sepakat untuk mengembangkan “NY. SUHARTI” ke berbagai kota di Indonesia.

Dampak dari terjaganya kualitas cita rasa dan kepopulerannya bahkan sudah sampai ke luar negeri.

Akibatnya, tidak sedikit turis yang sengaja datang ke Indonesia hanya untuk mencicipi ayam goreng di rumah makan ini.

Tapi sayang pasangan suami-istri ini harus berpisah, yang mana setelah perceraian, pasangan suami istri tersebut diputus oleh pengadilan dapat mempergunakan merek yang sama untuk usaha rumah makan ayam goreng mereka, yang dalam perjalanannya kemudian para pihak membedakan dengan nama SUHARTI untuk rumah makan milik istri, dan NY. SUHARTI untuk rumah makan milik suami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar