MATRIKS DAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2014 (TBLN NO 5491)
DAN
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004
TENTANG JABATAN NOTARIS
UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004
TENTANG JABATAN NOTARIS
|
UNDANG-UNDANG NO 2 TH 2014 TENTANG
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TH 2004
TENTANG JABATAN NOTARIS
YANG DISAHKAN PD TGL
|
KOMENTAR
|
Menimbang:
a.
bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan
kebenaran dan keadilan;
b.
bahwa untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat
otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang
diselenggarakan melalui jabatan tertentu;
c.
bahwa notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan
profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan
perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum;
d.
bahwa jasa notaris dalam proses pembangunan makin
meningkat sebagai salah satu kebutuhan hukum masyarakat;
e.
bahwa Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb.
1860:3) yang mengatur mengenai jabatan notaris tidak sesuai lagi dengan
perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat;
f.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Jabatan Notaris.
|
Menimbang:
b.
bahwa untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik
mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan dan peristiwa hukum yang dibuat
dihadapan atau oleh pejabat yang berwenang.
c.
bahwa Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan
profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan
demi tercapainya kepastian hukum;
d.
bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu dilakukan
perubahan;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris.
|
|
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
2.
Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat
sebagai Notaris untuk menjalankan jabatan Notaris yang meninggal dunia,
diberhentikan, atau diberhentikan sementara.
3. Notaris
Pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk
menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara
berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris.
4.
Notaris Pengganti Khusus adalah seorang yang diangkat
sebagai Notaris khusus untuk membuat akta tertentu sebagaimana disebutkan
dalam surat penetapannya sebagai Notaris karena di dalam satu daerah
kabupaten atau kota terdapat hanya seorang Notaris, sedangkan Notaris yang
bersangkutan menurut ketentuan Undang-Undang ini tidak boleh membuat akta
dimaksud.
5. Organisasi Notaris adalah organisasi
profesi jabatan notaris yang berbentuk perkumpulan yang berbadan hukum.
6. Majelis Pengawas adalah suatu badan yang
mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan
pengawasan terhadap Notaris.
7.
Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan
Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
8.
Minuta Akta adalah asli Akta Notaris.
9. Salinan Akta
adalah salinan kata demi kata dari seluruh akta dan pada bagian bawah salinan
akta tercantum frasa "diberikan sebagai salinan yang sama
bunyinya".
10. Kutipan
Akta adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian dari akta
dan pada bagian bawah kutipan akta tercantum frasa "diberikan sebagai
kutipan ".
11. Grosse Akta
adalah salah satu salinan akta untuk pengakuan utang dengan kepala akta
"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", yang mempunyai
kekuatan eksekutorial.
12. Formasi Jabatan Notaris adalah penentuan
jumlah Notaris yang dibutuhkan pada suatu wilayah jabatan Notaris.
13. Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen
yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris.
14. Menteri
adalah Menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi
bidang kenotariatan.
|
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432) diubah
sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 1, angka 2, angka
5, angka 6, angka 7, angka 8, angka 9,
angka 10, angka 11, angka 12, angka 13, dan
angka 14 diubah, serta angka 4 dihapus sehingga
Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal
1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud
dengan:
1.
Notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.
2.
Pejabat Sementara Notaris
adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai Notaris untuk
menjalankan jabatan dari Notaris yang meninggal dunia.
3.
Notaris Pengganti adalah
seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan
Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan
jabatannya sebagai Notaris.
4.
Dihapus.
5.
Organisasi Notaris adalah
organisasi profesi jabatan notaris yang berbentuk perkumpulan berbadan hukum.
6.
Majelis Pengawas Notaris yang selanjutnya disebut Majelis Pengawas adalah
suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan
pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.
7.
Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara
yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
8.
Minuta Akta adalah
asli Akta yang
mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi, dan Notaris, yang
disimpan sebagai bagian dari Protokol Notaris.
9.
Salinan Akta adalah salinan
kata demi kata dari seluruh Akta dan pada
bagian bawah salinan Akta tercantum frasa "diberikan
sebagai SALINAN yang sama bunyinya".
10. Kutipan Akta adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian
dari Akta dan pada bagian bawah kutipan Akta
tercantum frasa "diberikan sebagai KUTIPAN".
11. Grosse Akta adalah salah satu salinan Akta
untuk pengakuan utang dengan kepala Akta
"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", yang mempunyai
kekuatan eksekutorial.
12. Formasi Jabatan Notaris adalah penentuan jumlah Notaris yang dibutuhkan
pada suatu kabupaten/kota.
13. Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang
harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
14. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum.
|
Saran untuk Peraturan Menteri:
-
Definisi Majelis Kehormatan
Notaris à dalam PerMen
tentang Pasal 66A ayat (3)
Catatan untuk Sosialisasi internal : Definisi Komparisi
7. terkait dengan SANKSI
8. Akta originali tidak boleh dibuat salinan.
|
Bagian
Pertama
Pengangkatan
Pasal
2
Notaris diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri.
|
Bagian
Pertama
Pengangkatan
Pasal
2
Tetap
|
|
Pasal
3
Syarat untuk dapat diangkat
menjadi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
a. warga
negara Indonesia;
b. bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berumur
paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
d. sehat
jasmani dan rohani;
e. berijazah
sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
f. telah
menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris
dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas
prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus
strata dua kenotariatan; dan
g. tidak
berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang
memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan
jabatan Notaris.
|
2. Ketentuan Pasal 3 huruf d dan huruf f diubah, serta ditambah 1 (satu)
huruf, yakni huruf h sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
Syarat untuk dapat diangkat menjadi
Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
a.
warga negara
b.
bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa;
c.
berumur paling sedikit 27 (dua
puluh tujuh) tahun;
d.
sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan
e.
berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang
strata dua kenotariatan;
f.
telah menjalani
magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu
paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor Notaris
atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus
strata dua kenotariatan;
g.
tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara,
advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang
dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris; dan
h.
tidak pernah
dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (
|
Materi Sosialisasi :
e.
termasuk CN dan Sp.N à
lihat Pasal 90 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
f. PP-INI
membuat peraturan perkumpulan mengenai pemberian Rekomendasi Magang
|
Pasal
4
(1) Sebelum
menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut
agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Sumpah/janji
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
"Saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik
Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris seria peraturan
perundang-undangan lainnya.
bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah,
jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak.
bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan
akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan,
martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris.
bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan
yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya.
bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apa pun, tidak
pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapa
pun."
|
Pasal
4
Tetap
|
Pasal 4
|
Pasal
5
Pengucapan sumpah/janji
jabatan Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dalam waktu
paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal keputusan pengangkatan
sebagai Notaris.
|
Pasal
5
Tetap
|
|
Pasal
6
Dalam hal pengucapan
sumpah/janji tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, keputusan pengangkatan Notaris dapat dibatalkan oleh Menteri.
|
Pasal
6
Tetap
|
|
Pasal
7
Dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan Notaris,
yang bersangkutan wajib:
a.
menjalankan jabatannya dengan nyata;
b. menyampaikan berita acara sumpah/janji
jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas
Daerah; dan
c. menyampaikan
alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap/stempel
jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain yang
bertanggung jawab di bidang agraria pertanahan, Organisasi Notaris, ketua
pengadilan negeri, Majelis Pengawas Daerah, serta bupati atau walikota di
tempat Notaris diangkat.
|
3. Ketentuan ayat (1) Pasal 7 diubah serta ditambah 1 (satu) ayat, yakni
ayat (2) sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1)
Dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung
sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan Notaris, yang bersangkutan
wajib:
a. menjalankan
jabatannya dengan nyata;
b.
menyampaikan berita
acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris,
dan Majelis Pengawas Daerah; dan
c.
menyampaikan alamat
kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap atau stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada
Menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang pertanahan,
Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan Negeri, Majelis Pengawas Daerah, serta
Bupati/Walikota di tempat Notaris
diangkat.
(2) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai
sanksi berupa:
a. peringatan
tertulis;
b. pemberhentian
sementara;
c. pemberhentian
dengan hormat; atau
d. pemberhentian
dengan tidak hormat.
|
Pasal 7
- Ayat (1) huruf b dan c dan ayat (2) : diatur dalam Peraturan Perkumpulan.
|
Bagian
Kedua
Pemberhentian
Pasal
8
(1) Notaris
berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:
a.
meninggal dunia;
b. telah
berumur 65 (enam puluh lima) tahun;
c. permintaan
sendiri;
d.
tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan
Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun; atau
e.
merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.
(2) Ketentuan
umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diperpanjang sampai
berumur 67 (enam puluh tujuh) tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang
bersangkutan.
|
Bagian
Kedua
Pemberhentian
Pasal
8
Tetap
|
|
Pasal
9
(1) Notaris
diberhentikan sementara dari jabatannya karena:
a.
dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;
b.
berada di bawah pengampuan;
c. melakukan
perbuatan tercela; atau
d.
melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan.
(2) Sebelum
pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, Notaris
diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Pengawas secara
berjenjang.
(3) Pemberhentian
sementara Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri
atas usul Majelis Pengawas Pusat.
(4) Pemberhentian
sementara berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan
huruf d berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
|
4. Ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf d diubah dan ditambah 1 (satu) huruf,
yakni huruf e sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 9
(1) Notaris
diberhentikan sementara dari jabatannya karena:
a.
dalam proses pailit atau penundaan kewajiban
pembayaran utang;
b.
berada di bawah pengampuan;
c.
melakukan perbuatan tercela;
d. melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan serta kode
etik Notaris; atau
e. sedang menjalani
masa penahanan.
(2) Sebelum pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan, Notaris diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan
Majelis Pengawas secara berjenjang.
(3) Pemberhentian sementara Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri atas usul Majelis
Pengawas Pusat.
(4)
Pemberhentian sementara berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dan huruf d berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
|
|
Pasal
10
(1)
Notaris yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf a atau huruf b dapat diangkat kembali menjadi Notaris oleh Menteri
setelah dipulihkan haknya.
(2) Notaris
yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf c atau huruf d dapat diangkat kembali menjadi Notaris oleh Menteri
setelah masa pemberhentian sementara berakhir.
|
Pasal
10
Tetap
|
|
Pasal
11
(1) Notaris
yang diangkat menjadi pejabat negara wajib mengambil cuti.
(2) Cuti
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama Notaris memangku jabatan
sebagai pejabat negara.
(3) Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menunjuk Notaris Pengganti.
(4) Apabila
Notaris tidak menunjuk Notaris Pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Majelis Pengawas Daerah menunjuk Notaris lain. untuk menerima Protokol
Notaris yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Notaris yang diangkat
menjadi pejabat negara.
(5) Notaris
yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan pemegang sementara
Protokol Notaris.
(6) Notaris
yang tidak lagi menjabat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat menjalankan kembali jabatan Notaris dan Protokol Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan kembali kepadanya.
|
5. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Notaris yang diangkat menjadi pejabat negara wajib mengambil cuti.
(2) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama Notaris memangku
jabatan sebagai pejabat negara.
(3) Cuti Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri.
|
|
Pasal
12
Notaris diberhentikan dengan
tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat
apabila:
a. dinyatakan pailit berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;
b. berada di bawah pengampuan secara
terus-menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;
c. melakukan perbuatan yang merendahkan
kehormatan dan martabat jabatan Notaris; atau
d. melakukan pelanggaran berat terhadap
kewajiban dan larangan jabatan.
|
Pasal 12
Tetap
|
|
Pasal 13
Notaris diberhentikan dengan
tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
|
Pasal 13
Tetap
|
|
Pasal
14
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
pengangkatan dan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 diatur dalam Peraturan
Menteri.
|
Pasal
14
Tetap
|
|
KEWENANGAN,
KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian
Pertama
Kewenangan
Pasal
15
(1) Notaris
berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian
tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan
kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
(2) Notaris
berwenang pula:
a. mengesahkan
tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan
mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan
surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. membuat
kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian
sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. melakukan
pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan
penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f. membuat
akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat
akta risalah lelang.
(3) Selain
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai
kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
|
6. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 15
(1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian,
dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin
kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan
dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang
pula:
a. mengesahkan tanda
tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan
mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan
mendaftar dalam buku khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan
berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam
surat yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi
dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan
dengan pembuatan akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g.
membuat Akta risalah lelang.
(3) Selain
kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai
kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
|
Pasal 15
- ayat (2) huruf a : perhatikan juga
pengertian legalisasi dalam Penjelasan Pasal 15 ayat 2 huruf a, sesuai
dengan: S 1916 no. 46 Pasal 1, BW pasal 1874,
1874A dan 1880; Rbg Pasal 286 ayat 2;
Usulan untuk Peraturan Pemerintah
- ayat (2) huruf f : terkait pasal 17 huruf g, dan Pasal 19 ayat (2)
- ayat (2) huruf g :
|
Bagian
Kedua
Kewajiban
Pasal
16
(1) Dalam
menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:
a. bertindak
jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang
terkait dalam perbuatan hukum;
b. membuat
akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol
Notaris;
c. mengeluarkan
Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;
d. memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan
untuk menolaknya;
e. merahasiakan
segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang
diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali
undang-undang menentukan lain;
f. menjilid
akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih
dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu
buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat
jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
g. membuat
daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat
berharga;
h. membuat
daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta
setiap bulan;
i. mengirimkan
daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang
berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada
minggu pertama setiap bulan berikutnya;
j. mencatat
dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
k. mempunyai
cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang
melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang
bersangkutan;
l. membacakan
akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang
saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan
Notaris;
m. menerima magang
calon Notaris.
(2)
Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak
berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali.
(3) Akta
originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akta:
a. pembayaran
uang sewa, bunga, dan pensiun;
b. penawaran
pembayaran tunai;
c. protes
terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
d. akta
kuasa;
e. keterangan
kepemilikan; atau
f. akta
lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4) Akta
originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari I (satu)
rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan
ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata "berlaku sebagai satu dan
satu berlaku untuk semua".
(5) Akta
originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat
dibuat dalam 1 (satu) rangkap.
(6) Bentuk
dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
(7) Pembacaan
akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l tidak wajib dilakukan, jika
penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah
membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal
tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman Minuta Akta
diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
(8) Jika
salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l dan ayat (7)
tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan.
(9) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk pembuatan akta wasiat.
|
7. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16
(1)
Dalam menjalankan jabatannya,
Notaris wajib:
a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. membuat Akta
dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol
Notaris;
c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap
pada Minuta Akta;
d.
mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta
Akta;
e.
memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali
ada alasan untuk menolaknya;
f. merahasiakan segala
sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh
guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang
menentukan lain;
g. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu)
bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan
jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu
buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada
sampul setiap buku;
h. membuat daftar dari Akta protes terhadap
tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;
i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan
wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan;
j. mengirimkan daftar Akta sebagaimana
dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke
pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama
setiap bulan berikutnya;
k.
mencatat dalam
repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
l. mempunyai cap atau stempel yang memuat
lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya
dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh
paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk
pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh
penghadap, saksi, dan Notaris; dan
n. menerima magang calon Notaris.
(2) Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan Akta in originali.
(3) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Akta
pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;
b. Akta
penawaran pembayaran tunai;
c. Akta
protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
d. Akta
kuasa;
e. Akta
keterangan kepemilikan; dan
f. Akta
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4)
Akta in originali
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk,
dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap Akta tertulis kata-kata
“BERLAKU SEBAGAI SATU DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA".
(5) Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat
dalam 1 (satu) rangkap.
(6)
Bentuk
dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(7) Pembacaan Akta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap
menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri,
mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut
dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf
oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) dikecualikan terhadap pembacaan kepala Akta, komparasi,
penjelasan pokok Akta secara singkat
dan jelas, serta penutup Akta.
(9) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf m dan ayat (7) tidak dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
(10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
tidak berlaku untuk pembuatan Akta wasiat.
(11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
(12)
Selain dikenai sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16
ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian
untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
(13)
Notaris yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.
|
Pasal 16
- Ayat
(1) huruf c : dikaitkan dengan Pasal 47 (mengenai
surat-surat yang dilekatkan); Pasal 44;
i. dilekatkan dalam lembar
tersendiri;
ii. penghadap yang membubuhkan sidik
jari adalah seluruh penghadap;
Cttn : pak Miftach discenting
opinion;
iii. sidik jari yang mana ? Pending ! mencari informasi/penjelasan dari
DPR dan Pemerintah
Kesimpulan Rapat 15/01/14:
Kesepakatan sebelum usaha
PP-INI untuk memperjuangkan
pelaksanaan dari Pasal 16 ayat (1) huruf c diperoleh dengan jelas dan tegas :
- Pengertian surat dan dokumen adalah surat dan dokumen yang berhubungan
dengan identitas diri Penghadap;
- Untuk Minuta akta : tidak ada pencantuman sidik jari di dalam minuta,
baik untuk akhir akta maupun perubahan akta;
- Sedangkan untuk Pasal 16 ayat (1) huruf c, diartikan : bagi mereka yang
tidak dapat membubuhkan tanda tangan pada minuta, harus / wajib melekatkan
sidik jari pada kertas tersendiri yang dilekatkan pada minuta akta.
- Untuk mereka yang menandatangani minuta akta, melekatkan sidik jari
dipergunakan untuk kepentingan kehati-hatian, guna memenuhi ketentuan Pasal
16 ayat (1) huruf c tersebut.
- Yang dimaksud dengan sidik jari adalah cap ibu jari tangan kanan.
Usulan
untuk PerMen
- Ayat (1) huruf f : ketentuan ini berlaku juga untuk werda Notaris;
- Ayat (1) huruf k : dicatat pada tanggal pengiriman
- Ayat (1) huruf m : yang
dimaksud akta wasiat disini adalah akta penyimpanan (van depot) dan akta
pengalamatan (van superscriptie) (lihat BW pasal 932, 938, 939, 940
Ayat 7 berkaitan dengan ayat (8) :
- yang dimaksudkan secara singkat dan jelas akan menimbulkan penafsiran
yang tidak jelas.
- Syarat untuk memanfaatkan ayat (7) :
1)
Kehendak Penghadap;
2)
Penghadap harus bisa membaca
dan menulis;
3)
Dapat melihat;
4)
Mampu membubuhkan tanda tangan
dan paraf;
5)
Notaris dituntut mengetahui
secara objektif bahwa Penghadap memahami isi akta;
6)
Harus diperhatikan mengenai
rentang waktu pembacaan dan penandatanganan;
Catatan : Kepada Notaris harus berhati-hati !
Perhatikan ketentuan ayat (8) terhadap kepala Akta, komparisi, penjelasan
pokok akta secara singkat dan jelas, serta penutup akta harus dibacakan.
|
|
8. Di antara Pasal 16 dan Pasal 17
disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 16A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16A
(1) Calon Notaris yang sedang melakukan magang wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a.
(2)
Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon Notaris juga
wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta.
|
Pasal 16A :
Ayat (2) : dalam kedudukan sebagai
Notaris Pengganti
|
Bagian
Ketiga
Larangan
Pasal
17
Notaris dilarang:
a.
menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari
7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
c. merangkap
sebagai pegawai negeri;
d.
merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e.
merangkap jabatan sebagai advokat;
f.
merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan Usaha milik negara,
badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g.
merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan
Notaris;
h.
menjadi Notaris Pengganti; atau
i.
melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan,
atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan
Notaris.
|
9. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
17
(1)
Notaris dilarang:
a. menjalankan jabatan
di luar wilayah jabatannya;
b. meninggalkan wilayah
jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang
sah;
c.
merangkap sebagai pegawai negeri;
d. merangkap jabatan
sebagai pejabat negara;
e. merangkap jabatan
sebagai advokat;
f.
merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g.
merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;
h.
menjadi Notaris Pengganti; atau
i.
melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma
agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan Notaris.
(2) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa:
a.
peringatan tertulis;
b.
pemberhentian sementara;
c.
pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
|
10.
|
TEMPAT
KEDUDUKAN, FORMASI, DAN WILAYAH JABATAN NOTARIS
Bagian
Pertama
Kedudukan
Pasal
18
(1) Notaris
mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota.
(2) Notaris
mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat
kedudukannya.
|
TEMPAT
KEDUDUKAN, FORMASI, DAN WILAYAH JABATAN NOTARIS
Bagian
Pertama
Kedudukan
Pasal 18
Tetap
|
|
Pasal
19
(1) Notaris
wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya.
(2) Notaris
tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan di luar tempat
kedudukannya.
|
11. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
19
(1)
Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di
tempat kedudukannya.
(2) Tempat
kedudukan Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah wajib mengikuti tempat
kedudukan Notaris.
(3) Notaris tidak berwenang secara berturut-turut dengan
tetap menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya.
(4) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dikenai sanksi berupa:
a.
peringatan tertulis;
b.
pemberhentian sementara;
c.
pemberhentian dengan hormat; atau
d.
pemberhentian dengan tidak hormat.
|
12.
|
Pasal
20
(1) Notaris
dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata dengan tetap
memperhatikan kemandirian dan ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya.
(2) Bentuk
perserikatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh para
Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan dalam menjalankan jabatan Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
|
13. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 20 diubah serta ayat (3) dihapus
sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut:
Pasal
20
(1) Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk
persekutuan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian dan
ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya.
(2) Bentuk persekutuan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh
para Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dihapus.
|
14.
|
Bagian
Kedua
Formasi
Jabatan Notaris
Pasal
21
Menteri berwenang menentukan
Formasi Jabatan Notaris pada daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(1) dengan mempertimbangkan usul dari Organisasi Notaris.
|
Bagian
Kedua
Formasi
Jabatan Notaris
Pasal 21
Tetap
|
|
Pasal
22
(1) Formasi
Jabatan Notaris ditetapkan berdasarkan:
a. kegiatan
dunia usaha;
b. jumlah
penduduk; dan/atau
c. rata-rata
jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan Notaris setiap bulan.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai Formasi Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Menteri.
|
12. Ketentuan Pasal 22 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 22
(1)
Formasi Jabatan Notaris ditetapkan berdasarkan:
a. kegiatan dunia
usaha;
b. jumlah
penduduk; dan/atau
c. rata-rata
jumlah Akta yang dibuat oleh
dan/atau di hadapan Notaris setiap bulan.
(2) Formasi Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
pedoman untuk menentukan kategori daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Formasi Jabatan Notaris dan penentuan
kategori daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
|
|
Bagian
Ketiga
Pindah
Wilayah Jabatan Notaris
Pasal
23
(1) Notaris
dapat mengajukan permohonan pindah wilayah jabatan Notaris secara tertulis
kepada Menteri.
(2) Syarat
pindah wilayah jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah setelah 3
(tiga) tahun berturut-turut melaksanakan tugas jabatan pada daerah kabupaten
atau kota tertentu tempat kedudukan Notaris.
(3) Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah mendapat rekomendasi dari
Organisasi Notaris.
(4) Waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk cuti yang telah dijalankan
oleh Notaris yang bersangkutan.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara permohonan pindah wilayah jabatan Notaris
diatur dalam Peraturan Menteri.
|
Bagian
Ketiga
Pindah
Wilayah Jabatan Notaris
Pasal
23
Tetap
|
|
Pasal
24
Dalam keadaan tertentu atas permohonan Notaris yang
bersangkutan, Menteri dapat memindahkan seorang Notaris dari satu wilayah
jabatan ke wilayah jabatan lain.
|
Pasal
24
Tetap
|
|
CUTI
NOTARIS DAN NOTARIS PENGGANTI
Bagian
Pertama
Cuti
Notaris
Pasal
25
(1) Notaris
mempunyai hak cuti.
(2) Hak
cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diambil setelah Notaris
menjalankan jabatan selama 2 (dua) tahun.
(3) Selama
menjalankan cuti, Notaris wajib menunjuk seorang Notaris Pengganti.
|
CUTI
NOTARIS DAN NOTARIS PENGGANTI
Bagian
Pertama
Cuti
Notaris
Pasal 25
Tetap
|
|
Pasal
26
(1) Hak
cuti sebagaimana d maksud dalam Pasal 25 ayat (1) dapat diambil setiap tahun
atau sekaligus untuk beberapa tahun.
(2) Setiap
pengambilan cuti paling lama 5 (lima) tahun sudah termasuk perpanjangannya.
(3) Selama
masa jabatan Notaris jumlah waktu cuti keseluruhan paling lama 12 (dua belas)
tahun.
|
Pasal
26
Tetap
|
|
Pasal
27
(1) Notaris
mengajukan permohonan cuti secara tertulis disertai usulan penunjukan Notaris
Pengganti.
(2) Permohonan
cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pejabat yang
berwenang, yaitu:
a. Majelis
Pengawas Daerah, dalam hal jangka waktu cuti tidak lebih dari 6 (enam) bulan;
b. Majelis
Pengawas Wilayah, dalam hal jangka waktu cuti lebih dari 6 (enam) bulan
sampai dengan 1 (satu) tahun; atau
c. Majelis
Pengawas Pusat, dalam jangka waktu cuti lebih dari 1 (satu) tahun.
(3) Permohonan
cuti dapat diterima atau ditolak oleh pejabat yang berwenang memberikan izin
cuti.
(4) Tembusan
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan kepada
Majelis Pengawas Pusat.
(5)
Tembusan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disampaikan
kepada Majelis Pengawas Daerah dan Majelis Pengawas Wilayah.
|
Pasal
27
Tetap
|
|
Pasal
28
Dalam keadaan mendesak,
suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis lurus dari Notaris dapat
mengajukan permohonan cuti kepada Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (2).
|
Pasal
28
Tetap
|
|
Pasal
29
(1)
Surat keterangan izin cuti paling sedikit memuat:
a. nama
Notaris;
b. tanggal
mulai dan berakhirnya cuti; dan.
c. nama
Notaris Pengganti disertai dokumen yang mendukung Notaris Pengganti tersebut
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2)
Tembusan surat keterangan izin cuti dari Majelis Pengawas Daerah disampaikan
kepada Menteri, Majelis Pengawas Pusat, dan Majelis Pengawas Wilayah.
(3) Tembusan
surat keterangan izin cuti dan Majelis Pengawas Wilayah disampaikan kepada
Menteri dan Majelis Pengawas Pusat.
(4)
Tembusan surat keterangan izin cuti dari Menteri disampaikan kepada Majelis
Pengawas Pusat, Majelis Pengawas Wilayah, dan Majelis Pengawas Daerah.
|
Pasal
29
Tetap
|
|
Pasal
30
(1) Menteri
atau pejabat yang ditunjuk berwenang mengeluarkan sertifikat cuti.
(2)
Sertifikat cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data pengambilan
cuti.
(3)
Data pengambilan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat oleh Majelis
Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2).
(4)
Pada setiap permohonan cuti dilampirkan sertifikat cuti sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
(5)
Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat mengeluarkan duplikat sertifikat
cuti atas sertifikat cuti yang sudah tidak dapat digunakan atau hilang,
dengan permohonan Notaris yang bersangkutan.
|
Pasal
30
Tetap
|
|
Pasal
31
(1) Permohonan
cuti dapat ditolak oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2) Penolakan
permohonan cuti harus disertai alasan penolakan.
(3) Penolakan
permohonan cuti oleh Majelis Pengawas Daerah dapat diajukan banding kepada
Majelis Pengawas Wilayah.
(4) Penolakan
permohonan cuti oleh Majelis Pengawas Wilayah dapat diajukan banding kepada
Majelis Pengawas Pusat.
|
Pasal
31
Tetap
|
|
Pasal
32
(1) Notaris
yang menjalankan cuti wajib menyerahkan Protokol Notaris kepada Notaris
Pengganti.
(2) Notaris
Pengganti menyerahkan kembali Protokol Notaris kepada Notaris setelah cuti
berakhir.
(3) Serah
terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuatkan berita acara
dan disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah.
|
13. Ketentuan Pasal 32 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (4) sehingga Pasal
32 berbunyi sebagai berikut:
Pasal
32
(1)
Notaris yang menjalankan cuti
wajib menyerahkan Protokol Notaris kepada Notaris Pengganti.
(2)
Notaris Pengganti menyerahkan
kembali Protokol Notaris kepada Notaris setelah cuti berakhir.
(3)
Serah terima sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuatkan berita acara dan disampaikan
kepada Majelis Pengawas Wilayah.
(4) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat dikenai sanksi berupa:
a.
peringatan tertulis;
b.
pemberhentian
sementara;
c.
pemberhentian dengan
hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
|
14.
|
Bagian
Kedua
Notaris
Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris
|
14. Judul Bagian Kedua
Bagian Kedua
Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris
|
15.
|
Pasal
33
(1) Syarat
untuk dapat diangkat menjadi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan
Pejabat Sementara Notaris adalah warga negara Indonesia yang berijazah
sarjana hukum dan telah bekerja sebagai karyawan kantor Notaris paling
sedikit 2 (dua) tahun berturut-turut.
(2) Ketentuan
yang berlaku bagi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, dan
Pasal 17 berlaku bagi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan
Pejabat Sementara Notaris, kecuali Undang-Undang ini menentukan lain.
|
15. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
33
(1) Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris Pengganti dan Pejabat
Sementara Notaris adalah warga negara Indonesia yang berijazah sarjana hukum
dan telah bekerja sebagai karyawan kantor Notaris paling sedikit 2 (dua)
tahun berturut-turut.
(2) Ketentuan yang berlaku bagi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 berlaku bagi Notaris Pengganti dan
Pejabat Sementara Notaris, kecuali Undang-Undang ini menentukan lain.
|
|
Pasal
34
(1)
Apabila dalam satu wilayah jabatan hanya terdapat 1 (satu) Notaris, Majelis
Pengawas Daerah dapat menunjuk Notaris Pengganti Khusus yang berwenang untuk
membuat akta untuk kepentingan pribadi Notaris tersebut atau keluarganya.
(2) Penunjukan
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disertai dengan serah
terima Protokol Notaris.
(3) Notaris
Pengganti Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diambil
sumpah/janji jabatan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
|
16. Pasal 34 dihapus.
|
17.
|
Pasal
35
(1)
Apabila Notaris meninggal dunia, suami/istri atau keluarga sedarah dalam
garis lurus keturunan semenda dua wajib memberitahukan kepada Majelis
Pengawas Daerah.
(2) Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam waktu paling lama 7
(tujuh) hari kerja.
(3) Apabila
Notaris meninggal dunia pada saat menjalankan cuti, tugas jabatan Notaris
dijalankan oleh Notaris Pengganti sebagai Pejabat Sementara Notaris paling
lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia.
(4) Pejabat
Sementara Notaris menyerahkan Protokol Notaris dari Notaris yang meninggal
dunia kepada Majelis Pengawas Daerah paling lama 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia.
(5) Pejabat
Sementara Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat
membuat akta atas namanya sendiri dan mempunyai Protokol Notaris.
|
18. Ketentuan ayat (1) Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
(1)
Apabila Notaris meninggal dunia, suami/istri atau
keluarga sedarah dalam garis lurus keturunan semenda sampai
derajat kedua wajib
memberitahukan kepada Majelis Pengawas Daerah.
(2)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
(3)
Apabila Notaris meninggal dunia pada saat menjalankan
cuti, tugas jabatan Notaris dijalankan oleh Notaris Pengganti sebagai Pejabat
Sementara Notaris paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
Notaris meninggal dunia.
(4)
Pejabat Sementara Notaris menyerahkan Protokol Notaris
dari Notaris yang meninggal dunia kepada Majelis Pengawas Daerah paling lama
60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia.
(5)
Pejabat Sementara Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan ayat (4) dapat membuat Akta atas namanya sendiri dan
mempunyai Protokol Notaris.
|
19.
|
HONORARIUM
Pasal
36
(1) Notaris
berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Besarnya
honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan
nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.
(3) Nilai
ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan dari objek setiap akta
sebagai berikut:
a. sampai
dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen gram emas ketika
itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5% (dua koma lima
persen);
b. di atas Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) honorarium yang diterima paling besar 1,5 % (satu koma lima
persen); atau
c. di atas
Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima didasarkan
pada kesepakatan antara Notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1 %
(satu persen) dari objek yang dibuatkan aktanya.
(4) Nilai
sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan
honorarium yang diterima paling besar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
|
Pasal
36
Tetap
|
|
Pasal
37
Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang
kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu.
|
18. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
37
(1) Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan
secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu.
(2) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikenai sanksi berupa:
a.
peringatan lisan;
b.
peringatan tertulis;
c.
pemberhentian sementara;
d.
pemberhentian dengan hormat;
atau
e.
pemberhentian dengan tidak
hormat.
|
19.
|
AKTA
NOTARIS
Bagian
Pertama
Bentuk
dan Sifat
Akta
Pasal
38
(1) Setiap
akta Notaris terdiri atas:
a. awal
akta atau kepala akta;
b. badan
akta; dan
c. akhir
atau penutup akta.
(2) Awal
akta atau kepala akta memuat:
a. judul
akta;
b. nomor
akta;
c. jam,
hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
d. nama
lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
(3) Badan
akta memuat:
a. nama
lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan,
kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;
b.
keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c. isi
akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan;
dan
d. nama
lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan
tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
(4) Akhir
atau penutup akta memuat:
a. uraian
tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf I
atau Pasal 16 ayat (7);
b. uraian
tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta
apabila ada;
c. nama
lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat
tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan
d. uraian
tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian
tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau
penggantian.
(5) Akta
Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris,
selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat
yang mengangkatnya.
|
20. Ketentuan ayat (5) Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
38
(1) Setiap
akta Notaris terdiri atas:
a. awal
akta atau kepala akta;
b. badan
akta; dan
c. akhir
atau penutup akta.
(2) Awal akta atau kepala akta memuat:
a. judul
akta;
b.
nomor akta;
c. jam,
hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
d.
nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
(3) Badan
akta memuat:
a. nama
lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan,
kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;
b.
keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c. isi
akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan;
dan
d. nama
lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan
tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
(4) Akhir atau penutup akta memuat:
a. uraian
tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf I
atau Pasal 16 ayat (7);
b. uraian
tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta
apabila ada;
c. nama
lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat
tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan
d. uraian
tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian
tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau
penggantian.
(5) Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris,
selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat
yang mengangkatnya.
|
21.
|
Pasal
39
(1) Penghadap
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. paling
sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan
b. cakap
melakukan perbuatan hukum.
(2) Penghadap
harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang
saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau
telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2
(dua) penghadap lainnya.
(3) Pengenalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam akta.
|
22. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal
39
(1) Penghadap
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah
menikah; dan
b. cakap
melakukan perbuatan hukum.
(2) Penghadap
harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang
saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah
menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua)
penghadap lainnya.
(3) Pengenalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam akta.
|
23.
|
Pasal
40
(1) Setiap
akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi,
kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain.
(2) Saksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. paling sedikit
berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah;
b. cakap melakukan
perbuatan hukum;
c. mengerti
bahasa yang digunakan dalam akta;
d. dapat
membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan
e. tidak
mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas
atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan
derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.
(3) Saksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris u atau
diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan
kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap.
(4) Pengenalan
atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara
tegas dalam akta.
|
24. Ketentuan ayat (2) Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
40
(1) Setiap
akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi,
kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain.
(2) Saksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya telah menikah;
b. cakap melakukan
perbuatan hukum;
c. mengerti
bahasa yang digunakan dalam akta;
d. dapat
membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan
e. tidak
mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas
atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan
derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.
(3) Saksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris atau
diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan
kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap.
(4) Pengenalan
atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara
tegas dalam akta.
|
25.
|
Pasal
41
Apabila ketentuan dalam Pasal
39 dan Pasal 40 tidak dipenuhi, akta tersebut hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
|
26. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
41
Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40
mengakibatkan Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di
bawah tangan.
|
27.
|
Pasal
42
(1) Akta
Notaris dituliskan dengan jelas dalam hubungan satu sama lain yang tidak
terputus-putus dan tidak menggunakan singkatan.
(2) Ruang
dan sela kosong dalam akta digaris dengan jelas sebelum akta ditandatangani,
kecuali untuk akta yang dicetak dalam bentuk formulir berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(3) Semua
bilangan untuk menentukan banyaknya atau jumlahnya sesuatu yang disebut dalam
akta, penyebutan tanggal, bulan, dan tahun dinyatakan dengan huruf dan harus
didahului dengan angka.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi surat kuasa yang belum
n menyebutkan nama penerima kuasa.
|
Pasal
42
Tetap
|
|
Pasal
43
(1) Akta
dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2) Dalam
hal penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan dalam akta, Notaris wajib
menerjemahkan atau menjelaskan isi akta itu dalam bahasa yang dimengerti oleh
penghadap.
(3) Apabila
Notaris tidak dapat menerjemahkan atau menjelaskannya, akta tersebut
diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang penerjemah resmi.
(4) Akta
dapat dibuat dalam bahasa lain yang dipahami oleh Notaris dan saksi apabila
pihak yang berkepentingan menghendaki sepanjang undang-undang tidak
menentukan lain.
(5) Dalam
hal akta dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Notaris wajib
menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
|
28. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
43
(1) Akta wajib dibuat
dalam bahasa Indonesia.
(2) Dalam hal
penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan dalam akta, Notaris wajib
menerjemahkan atau menjelaskan isi akta itu dalam bahasa yang dimengerti oleh
penghadap.
(3) Jika para pihak menghendaki, Akta dapat dibuat dalam bahasa
asing.
(4) Dalam hal Akta dibuat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Notaris wajib menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia;
(5) Apabila Notaris tidak dapat menerjemahkan
atau menjelaskannya, akta tersebut diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang
penerjemah resmi.
(6) Dalam hal terdapat perbedaan
penafsiran terhadap isi Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka yang
digunakan adalah Akta yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
|
Pasal
43
- Penerjemahan dibuat oleh Penerjemah Resmi secara tertulis dan dilekatkan
pada minuta akta;
- Perhatikan pula ketentuan Pasal 31 Undang-Undang No 24/2009 tentang
Bahasa, Lambang Negara, dan Bendera.
|
Pasal
44
(1) Segera
setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap,
saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan
tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.
(2) Alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas dalam akta.
(3) Akta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh penghadap,
Notaris, saksi, dan penerjemah resmi.
(4) Pembacaan,
penerjemahan atau penjelasan, dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 43 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5)
dinyatakan secara tegas pada akhir akta.
|
29. Ketentuan ayat (2) Pasal 44 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat
(5) sehingga Pasal 44 berbunyi sebagai berikut:
Pasal
44
(1) Segera setelah Akta dibacakan, Akta tersebut
ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada
penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan
alasannya.
(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan
secara tegas pada akhir akta.
(3) Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh
penghadap, Notaris, saksi, dan penerjemah resmi.
(4) Pembacaan, penerjemahan atau penjelasan, dan
penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) serta dalam
Pasal 43 ayat (3) dinyatakan secara tegas pada akhir
akta.
(5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mengakibatkan suatu Akta
hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat
menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian
biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
|
|
Pasal
45
(1) Dalam
hal penghadap mempunyai kepentingan hanya pada bagian tertentu dari akta,
hanya bagian akta tertentu tersebut yang dibacakan kepadanya.
(2) Apabila
bagian tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterjemahkan atau
dijelaskan, penghadap membubuhkan paraf dan tanda tangan pada bagian
tersebut.
(3) Pembacaan,
penerjemahan atau penjelasan, dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan secara tegas pada akhir akta.
|
Pasal
45
Tetap
|
|
Pasal
46
(1) Apabila
pada pembuatan pencatatan harta kekayaan atau berita acara mengenai suatu
perbuatan atau peristiwa, terdapat penghadap yang:
a. menolak
membubuhkan tanda tangannya; atau
b. tidak
hadir pada penutupan akta, sedangkan penghadap belum menandatangani akta
tersebut,
hal tersebut harus dinyatakan dalam akta dan akta
tersebut tetap merupakan akta otentik.
(2) Penolakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan dalam akta dengan
mengemukakan alasannya.
|
Pasal
46
Tetap
|
|
Pasal
47
(1) Surat
kuasa otentik atau surat lainnya yang menjadi dasar kewenangan pembuatan akta
yang dikeluarkan dalam bentuk originali atau surat kuasa di bawah tangan
wajib dilekatkan pada Minuta Akta.
(2) Surat
kuasa otentik yang dibuat dalam bentuk Minuta Akta diuraikan dalam akta.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib dilakukan apabila surat kuasa
telah dilekatkan pada akta yang dibuat di hadapan Notaris yang sama dan hal
tersebut dinyatakan dalam akta.
|
Pasal
47
Tetap
|
|
Pasal
48
(1) Isi
akta tidak boleh diubah atau ditambah, baik berupa penulisan tindih,
penyisipan, pencoretan, atau penghapusan dan menggantinya dengan yang lain.
(2) Perubahan
atas akta berupa penambahan, penggantian, atau pencoretan dalam akta hanya
sah apabila perubahan tersebut diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh
penghadap, saksi, dan Notaris.
|
30. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 48
(1) Isi Akta
dilarang untuk diubah dengan :
a.
diganti;
b.
ditambah;
c.
dicoret;
d.
disisipkan;
e.
dihapus; dan/atau
f.
ditulis tindih.
(2) Perubahan isi Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dapat dilakukan dan sah jika perubahan tersebut diparaf atau diberi
tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang
menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga
kepada Notaris.
|
Pasal 48
Catatan : hati-hati membuat renvoi, dapat
mengakibatkan terdegradasi kekuatan hukum akta;
Pasal 48 s/d Pasal 50
- Penghadap yang tidak dapat bertandatangan tidak perlu membubuhkan cap ibu
jari atau tanda pengesahan lainnya;
-
|
Pasal
49
(1) Setiap
perubahan atas akta dibuat di sisi kiri akta.
(2) Apabila
suatu perubahan tidak dapat dibuat di sisi kiri akta, perubahan tersebut
dibuat pada akhir akta, sebelum penutup akta, dengan menunjuk bagian yang
diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan.
(3) Perubahan
yang dilakukan tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan
tersebut batal.
|
31. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 49
(1)
Setiap perubahan atas Akta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) dibuat di sisi kiri Akta.
(2)
Dalam hal suatu perubahan tidak dapat
dibuat di sisi kiri Akta, perubahan tersebut dibuat pada akhir Akta, sebelum penutup Akta, dengan menunjuk bagian yang
diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan.
(3)
Perubahan yang
dilakukan tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan tersebut batal.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak
yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan
bunga kepada Notaris.
|
|
Pasal
50
(1)
Apabila dalam akta perlu dilakukan pencoretan kata, huruf, atau angka, hal
tersebut dilakukan demikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan
yang tercantum semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret
dinyatakan pada sisi akta.
(2) Pencoretan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah setelah diparaf atau diberi
tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
(3) Apabila
terjadi perubahan lain terhadap perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
perubahan itu dilakukan pada sisi akta sesuai dengan ketentuan dalam Pasal
49.
(4) Pada
penutup setiap akta dinyatakan jumlah perubahan, pencoretan, dan penambahan.
|
32. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 50
(1) Jika dalam Akta perlu dilakukan pencoretan kata, huruf, atau angka,
pencoretan dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai
dengan yang tercantum semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret
dinyatakan pada sisi kiri Akta.
(2) Pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah setelah diparaf
atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
(3) Dalam hal terjadi perubahan lain terhadap pencoretan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), perubahan itu dilakukan pada sisi kiri Akta sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2).
(4) Pada penutup setiap Akta
dinyatakan tentang ada atau tidak adanya perubahan atas
pencoretan.
(5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4), serta dalam Pasal 38 ayat (4) huruf d
tidak dipenuhi, Akta tersebut hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi
alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya,
ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
|
|
Pasal
51
(1) Notaris
berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis -dan/atau kesalahan ketik yang
terdapat paada Minuta Akta yang telah ditandatangani.
(2) Pembetulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membuat berita acara dan
memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan
menyebutkan tanggal dan nomor akta berita acara pembetulan.
(3) Salinan
akta berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan kepada
para pihak.
|
33. Ketentuan ayat (2) Pasal 51 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat
(4) sehingga Pasal 51 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 51
(1) Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis
dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah
ditandatangani.
(2) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
di hadapan penghadap, saksi, dan Notaris yang dituangkan dalam berita acara dan
memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan
menyebutkan tanggal dan nomor Akta berita acara pembetulan.
(3) Salinan Akta berita acara sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib disampaikan kepada para pihak.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang
menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga
kepada Notaris.
|
Pasal 51
- Dibuat dengan mendatangkan penghadap dan dalam Berita Acara Notaril;
|
Pasal
52
(1) Notaris
tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang
lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik karena
perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah
dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping
sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun
dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku, apabila orang tersebut pada
ayat (1) kecuali Notaris sendiri, menjadi penghadap dalam penjualan di muka
umum, sepanjang penjualan itu dapat dilakukan di hadapan Notaris, persewaan
umum, atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat yang risalahnya
dibuat oleh Notaris.
(3) Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat akta hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan apabila akta itu
ditandatangani oleh penghadap, tanpa mengurangi kewajiban Notaris yang
membuat akta itu untuk membayar biaya, ganti rugi, dan Bunga kepada yang
bersangkutan.
|
Pasal
52
Tetap
|
|
Pasal
53
Akta Notaris tidak boleh
memuat penetapan atau ketentuan yang memberikan sesuatu hak dan/atau
keuntungan bagi:
a. Notaris,
istri atau suami Notaris;
b. saksi,
istri atau suami saksi; atau
c. orang
yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris atau saksi, baik hubungan
darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat maupun
hubungan perkawinan sampai dengan derajat ketiga.
|
Pasal
53
Tetap
|
|
Bagian
Kedua
Grosse
Akta, Salinan Akta, dan Kutipan Akta
Pasal
54
Notaris hanya dapat
memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi akta, Grosse Akta,
Salinan Akta atau Kutipan Akta, kepada orang yang berkepentingan langsung
pada akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan
lain oleh peraturan perundang-undangan.
|
34. Ketentuan Pasal 54 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (2) sebagai
berikut:
Pasal
54
(1) Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau
memberitahukan isi Akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta, kepada
orang yang berkepentingan langsung padaAkta, ahli waris, atau orang yang
memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Notaris yang melanggar ketetnuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa:
a.
peringatan tertulis;
b.
pemberhentian sementara;
c.
pemberhentian dengan hormat;
atau
d.
pemberhentian dengan tidak
hormat.
|
35.
|
Pasal
55
(1)
Notaris yang mengeluarkan Grosse Akta membuat catatan pada minuta akta
mengenai penerima Grosse Akta dan tanggal pengeluaran dan catatan tersebut
ditandatangani oleh Notaris.
(2)
Grosse Akta pengakuan utang yang dibuat di hadapan Notaris adalah Salinan
Akta yang mempunyai kekuatan eksekutorial.
(3)
Grosse Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada bagian kepala akta memuat
frasa "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", dan pada
bagian akhir atau penutup akta memuat frasa "diberikan sebagai grosse
pertama", dengan menyebutkan nama orang yang memintanya dan untuk siapa
grosse dikeluarkan serta tanggal pengeluarannya.
(4)
Grosse Akta kedua dan selanjutnya hanya dapat diberikan kepada orang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 berdasarkan penetapan pengadilan.
|
Pasal
55
Tetap
|
|
Pasal
56
(1) Akta
originali, Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta yang dikeluarkan oleh
Notaris wajib dibubuhi teraan cap/stempel.
(2) Teraan
cap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus pula dibubuhkan pada salinan
surat yang dilekatkan pada Minuta Akta.
(3)
Surat di bawah tangan yang disahkan atau dilegalisasi, surat di bawah tangan
yang didaftar dan pencocokan fotokopi oleh Notaris wajib diberi teraan
cap/stempel serta paraf dan tanda tangan Notaris.
|
Pasal
56
Tetap
|
|
Pasal
57
Grosse Akta, Salinan Akta,
Kutipan Akta Notaris, atau pengesahan surat di bawah tangan yang dilekatkan
pada akta yang disimpan dalam Protokol Notaris, hanya dapat dikeluarkan oleh
Notaris yang membuatnya, Notaris Pengganti, atau pemegang Protokol Notaris
yang sah.
|
Pasal
57
Tetap
|
|
Bagian
Ketiga
Pembuatan,
Penyimpanan, dan Penyerahan Protokol Notaris
Pasal
58
(1)
Notaris membuat daftar akta, daftar surat di bawah tangan yang disahkan,
daftar surat di bawah tangan yang dibukukan, dan daftar surat lain yang
diwajibkan oleh Undang-Undang ini.
(2) Dalam
daftar akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris setiap hari mencatat
semua akta yang dibuat oleh atau di hadapannya, baik dalam bentuk Minuta Akta
maupun originali, tanpa sela-sela kosong,, masing-masing dalam ruang yang
ditutup dengan garis-garis tinta, dengan mencantumkan nomor unit, nomor
bulanan, tanggal, sifat akta, dan nama semua orang yang bertindak baik untuk
dirinya sendiri maupun sebagai kuasa orang lain.
(3) Akta
yang dikeluarkan dalam bentuk originali yang dibuat dalam rangkap 2 (dua)
atau lebih pada saat yang sama, dicatat dalam daftar dengan satu nomor.
(4) Setiap
halaman dalam daftar diberi nomor unit dan diparaf oleh Majelis Pengawas
Daerah, kecuali pada halaman pertama dan terakhir ditandatangani oleh Majelis
Pengawas Daerah.
(5) Pada
halaman sebelum halaman pertama dicantumkan keterangan tentang jumlah halaman
daftar akta yang ditandatangani oleh Majelis Pengawas Daerah.
(6) Dalam
daftar surat di bawah tangan yang disahkan dan daftar surat di bawah tangan
yang dibukukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris setiap hari
mencatat surat di bawah tangan yang disahkan atau dibukukan, tanpa sela-sela
kosong, masing-masing dalam ruang yang ditutup dengan garis-garis tinta,
dengan mencantumkan nomor unit, tanggal, sifat surat, dan nama semua orang yang
bertindak baik untuk dirinya sendiri maupun sebagai kuasa orang lain.
|
Pasal
58
Tetap
|
|
Pasal
59
(1) Notaris
membuat daftar klapper untuk daftar akta dan daftar surat di bawah tangan
yang disahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1), disusun menurut
abjad dan dikerjakan setiap bulan.
(2) Daftar
klapper sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat nama semua orang yang
menghadap dengan menyebutkan. di belakang tiap-tiap nama, sifat, dan nomor
akta, atau surat yang dicatat dalam daftar akta dan daftar surat di bawah
tangan.
|
Pasal
59
Tetap
|
|
Pasal
60
(1) Akta
yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris Pengganti atau Notaris Pengganti
Khusus dicatat dalam daftar akta.
(2) Surat
di bawah tangan yang disahkan dan surat di bawah tangan yang dibukukan,
dicatat dalam daftar surat di bawah tangan yang disahkan dan daftar surat di
bawah tangan yang dibukukan.
|
36. Ketentuan ayat (1) Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
60
(1) Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris Pengganti
dicatat dalam daftar akta.
(2) Surat di bawah tangan yang disahkan dan surat di bawah
tangan yang dibukukan, dicatat dalam daftar surat di bawah tangan yang
disahkan dan daftar surat di bawah tangan yang dibukukan.
|
37.
|
Pasal
61
(1) Notaris,
secara sendiri atau melalui kuasanya, menyampaikan secara tertulis salinan
yang telah disahkannya dari daftar akta dan daftar lain yang dibuat pada
bulan sebelumnya paling lama 15 (lima belas) hari pada bulan berikutnya
kepada Majelis Pengawas Daerah.
(2) Apabila
dalam waktu 1 (satu) bulan Notaris tidak membuat akta, Notaris, secara
sendiri atau melalui kuasanya menyampaikan hal tersebut secara tertulis
kepada Majelis Pengawas Daerah dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
|
Pasal
61
Tetap
|
|
Pasal
62
Penyerahan Protokol Notaris
dilakukan dalam hal Notaris:
a. meninggal
dunia;
b. telah
berakhir masa jabatannya;
c. minta
sendiri;
d. tidak
mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan sebagai
Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;
e. diangkat
menjadi pejabat negara;
f. pindah
wilayah jabatan;
g. diberhentikan
sementara; atau
h. diberhentikan
dengan tidak hormat.
|
Pasal
62
Tetap
|
|
Pasal 63
(1) Penyerahan
Protokol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan paling lama 30 (tiga
puluh) hari dengan pembuatan berita acara penyerahan Protokol Notaris yang
ditandatangani oleh yang menyerahkan dan yang menerima Protokol Notaris.
(2) Dalam
hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a, penyerahan Protokol
Notaris dilakukan oleh ahli waris Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk
oleh Majelis Pengawas Daerah.
(3) Dalam
hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf g, penyerahan Protokol
Notaris dilakukan oleh Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis
Pengawas Daerah jika pemberhentian sementara lebih dari 3 (tiga) bulan.
(4) Dalam
hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf b, huruf c, huruf d,
huruf f, atau huruf h, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh Notaris
kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas
Daerah.
(5) Protokol
Notaris dari Notaris lain yang pada waktu penyerahannya berumur 25 (dua puluh
lima) tahun atau lebih diserahkan oleh Notaris penerima Protokol Notaris
kepada Majelis Pengawas Daerah.
|
38. Ketentuan Pasal 63 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (6) sehingga Pasal
63 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 63
(1) Penyerahan Protokol sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari dengan pembuatan
berita acara penyerahan Protokol Notaris yang ditandatangani oleh yang
menyerahkan dan yang menerima Protokol Notaris.
(2) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 huruf a, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh ahli waris
Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah.
(3) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 huruf g, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh Notaris
kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah jika
pemberhentian sementara lebih dari 3 (tiga) bulan.
(4) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, atau huruf h, penyerahan
Protokol Notaris dilakukan oleh Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh
Menteri atas usul Majelis Pengawas Daerah.
(5) Protokol Notaris
dari Notaris lain yang pada waktu penyerahannya berumur 25 (dua puluh lima)
tahun atau lebih diserahkan oleh Notaris penerima Protokol Notaris kepada
Majelis Pengawas Daerah.
(6) Dalam hal Protokol Notaris tidak diserahkan
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Majelis Pengawas Daerah berwenang untuk mengambil Protokol Notaris.
|
39.
|
Pasal
64
(1) Protokol
Notaris dari Notaris yang diangkat menjadi pejabat negara diserahkan kepada
Notaris yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah.
(2) Notaris
pemegang Protokol Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang
mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta.
|
Pasal
64
Tetap
|
|
Pasal 65
Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus,
dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang
dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada
pihak penyimpan Protokol Notaris.
|
40. Ketentuan Pasal 65
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 65
Notaris, Notaris
Pengganti, dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap akta
yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan
kepada pihak penyimpan Protokol Notaris.
|
41.
|
|
42. Di antara Pasal 65
dan Pasal 66 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 65A yang berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 65A
Notaris yang melanggar ketentuan Pasal 58 dan Pasal 59 dapat
dikenai sanksi berupa :
a.
peringatan tertulis;
b.
pemberhentian sementara;
c.
pemberhentian dengan hormat; atau
d.
pemberhentian dengan tidak hormat.
|
43.
|
PENGAMBILAN
MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS
|
44. Judul Bab VIII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
PENGAMBILAN
FOTOKOPI MINUTA AKTA
DAN PEMANGGILAN NOTARIS
|
45.
|
Pasal
66
(1) Untuk
kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan
persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang:
a. mengambil
fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta
atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b. memanggil
Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang
dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
(2) Pengambilan
fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, dibuat berita acara penyerahan.
|
46. Ketentuan ayat (1) Pasal 66 diubah serta ditambah 2 (dua) ayat, yakni
ayat (3) dan ayat (4) sehingga Pasal 66 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 66
(1)
Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik,
penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang:
a.
mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau
surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris; dan
b.
memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan
yang berkaitan dengan Akta atau Protokol
Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
(2)
Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau
surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara
penyerahan.
(3)
Majelis kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya
(4)
Dalam hal majelis kehormatan Notaris tidak
memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
majelis kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan.
|
47.
|
|
48. Di antara Pasal 66 dan Pasal 67 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal
66A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 66A
(1) Dalam melaksanakan pembinaan, Menteri membentuk majelis
kehormatan Notaris.
(2) Majelis kehormatan Notaris berjumlah 7 (tujuh) orang, terdiri atas unsur:
a.
Notaris sebanyak 3 (tiga) orang;
b.
pemerintah sebanyak 2 (dua) orang; dan
c. ahli atau akademisi sebanyak 2 (dua) orang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi, syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian,
struktur organisasi, tata kerja, dan anggaran majelis
kehormatan Notaris diatur dengan Peraturan Menteri.
|
49.
|
PENGAWASAN
Bagian
Pertama
Umum
Pasal
67
(1) Pengawasan
atas Notaris
dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam
melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri membentuk
Majelis Pengawas.
(3) Majelis
Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah 9 (sembilan) orang,
terdiri atas unsur:
a. pemerintah
sebanyak 3 (tiga) orang;
b. organisasi Notaris
sebanyak 3 (tiga) orang; dan
c. ahli/akademisi
sebanyak 3 (tiga) orang.
(4) Dalam
hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a, keanggotaan dalam Majelis Pengawas diisi dari
unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(5) Pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan
jabatan Notaris.
(6) Ketentuan
mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi Notaris
Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris.
|
50. Ketentuan ayat (3) dan ayat (6) Pasal 67 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal
67
(1) Pengawasan
atas Notaris
dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam
melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri membentuk
Majelis Pengawas.
(3) Majelis
Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah 9 (sembilan) orang,
terdiri atas unsur:
a. pemerintah
sebanyak 3 (tiga) orang;
b. organisasi Notaris
sebanyak 3 (tiga) orang; dan
c. ahli atau akademisi
sebanyak 3 (tiga) orang.
(4) Dalam
hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a, keanggotaan dalam Majelis Pengawas diisi dari
unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(5) Pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan
jabatan Notaris.
(6) Ketentuan
mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi Notaris
Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris.
|
51.
|
Pasal
68
Majelis Pengawas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) terdiri atas:
a. Majelis
Pengawas Daerah;
b.
Majelis Pengawas Wilayah; dan
c. Majelis
Pengawas Pusat.
|
Pasal
68
Tetap
|
|
Bagian
Kedua
Majelis
Pengawas Daerah
Pasal
69
(1)
Majelis Pengawas Daerah dibentuk di kabupaten atau kota.
(2) Keanggotaan
Majelis Pengawas Daerah terdiri atas unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 67 ayat (3).
(3)
Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah dipilih dari dan oleh anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)
Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah adalah 3
(tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.
(5)
Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang
ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Daerah.
|
52. Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 69 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (2a) sehingga Pasal 69 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 69
(1) Majelis Pengawas Daerah dibentuk di Kabupaten/ Kota.
(2) Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah terdiri atas unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3).
(2a)
Dalam hal di suatu Kabupaten/Kota, jumlah Notaris tidak sebanding dengan
jumlah anggota Majelis Pengawas Daerah, dapat dibentuk Majelis Pengawas Daerah
gabungan untuk beberapa Kabupaten/Kota.
(3) Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah dipilih dari dan oleh
anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah
adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.
(5) Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang
ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Daerah.
|
53.
|
Pasal
70
Majelis Pengawas Daerah
berwenang:
a.
menyelenggarakan sidang untuk. memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik
Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris;
b.
melakukan pemeriksaan; terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;
c.
memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
d.
menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang
bersangkutan;
e.
menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima
Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;
f. menunjuk
Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris yang
diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);
g.
menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik
Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini; dan
h. membuat
dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g kepada Majelis Pengawas Wilayah.
|
Pasal
70
Tetap
|
|
Pasal
71
Majelis Pengawas Daerah
berkewajiban:
a. mencatat
pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris dengan menyebutkan tanggal
pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah surat di bawah tangan yang disahkan dan
yang dibuat sejak tanggal pemeriksaan terakhir;
b.
membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Majelis Pengawas
Wilayah setempat, dengan tembusan k°pada Notaris yang bersangkutan,
Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Pusat;
c. merahasiakan
isi akta dan hasil pemeriksaan;
d.
menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari
Notaris dan merahasiakannya;
e.
memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan hasil
pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari, dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang
bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris.
f.
menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti.
|
Pasal
71
Tetap
|
|
Bagian
Ketiga
Majelis
Pengawas Wilayah
Pasal
72
(1) Majelis
Pengawas Wilayah dibentuk dan berkedudukan di ibukota provinsi.
(2) Keanggotaan
Majelis Pengawas Wilayah terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
67 ayat (3).
(3) Ketua
dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Wilayah dipilih dari dan oleh anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Masa
jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Wilayah adalah 3
(tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.
(5) Majelis
Pengawas Wilayah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang ditunjuk
dalam Rapat Majelis Pengawas Wilayah.
|
Pasal
72
Tetap
|
|
Pasal
73
(1)
Majelis Pengawas Wilayah berwenang:
a. menyelenggarakan
sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang
disampaikan melalui Majelis Pengawas Wilayah;
b. memanggil
Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c. memberikan izin cuti lebih
dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun;
d. memeriksa
dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak cuti yang
diajukan oleh Notaris pelapor;
e.
memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis;
f. mengusulkan
pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa:
1) pemberhentian
sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan; atau
2) pemberhentian
dengan tidak hormat.
g. membuat
berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud
pada huruf e dan huruf f.
(2) Keputusan
Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e bersifat
final.
(3) Terhadap
setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
dan huruf f dibuatkan berita acara.
|
54. Ketentuan Pasal 73 ayat (1) huruf a dan huruf e diubah serta huruf g
dihapus sehingga Pasal 73 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 73
(1) Majelis Pengawas Wilayah berwenang:
a.
menyelenggarakan sidang untuk
memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang dapat
disampaikan melalui Majelis Pengawas Daerah;
b. memanggil
Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c.
memberikan izin cuti lebih
dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun;
d.
memeriksa dan memutus atas
keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak cuti yang diajukan oleh
Notaris pelapor;
e.
memberikan sanksi baik
peringatan lisan maupun peringatan tertulis;
f.
mengusulkan pemberian sanksi terhadap
Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa:
1) pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan
sampai dengan 6 (enam) bulan; atau
1)
pemberhentian dengan tidak hormat.
g.
Dihapus.
(2) Keputusan Majelis Pengawas Wilayah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e bersifat final.
(3) Terhadap
setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
dan huruf f dibuatkan berita acara.
|
55.
|
Pasal
74
(1) Pemeriksaan
dalam sidang Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
ayat (1) huruf a bersifat tertutup untuk umum.
(2) Notaris
berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan dalam sidang Majelis Pengawas
Wilayah.
|
Pasal
74
Tetap
|
|
Pasal
75
Majelis Pengawas Wilayah
berkewajiban:
a. menyampaikan
keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a, huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf f kepada Notaris yang bersangkutan dengan
tembusan kepada Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris; dan
b.
menyampaikan pengajuan banding dari Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat
terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti.
|
Pasal
75
Tetap
|
|
Bagian
Keempat
Majelis
Pengawas Pusat
Pasal
76
(1) Majelis
Pengawas Pusat dibentuk dan berkedudukan di ibukota negara.
(2)
Keanggotaan Majelis Pengawas Pusat terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 ayat (3).
(3)
Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat dipilih dari dan oleh anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)
Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Pusat. adalah 3
(tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.
(5)
Majelis Pengawas Pusat dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang
ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Pusat.
|
Pasal
76
Tetap
|
|
Pasal
77
Majelis Pengawas Pusat
berwenang:
a.
menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat
banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti;
b. memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.
menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara; dan
d.
mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada
Menteri.
|
Pasal
77
Tetap
|
|
Pasal
78
(1) Pemeriksaan
dalam sidang Majelis Pengawas Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf
a bersifat terbuka untuk umum.
(2) Notaris
berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan sidang Majelis Pengawas Pusat.
|
Pasal
78
Tetap
|
|
Pasal
79
Majelis Pengawas Pusat
berkewajiban menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf
a kepada Menteri dan Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis
Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah yang bersangkutan serta
Organisasi Notaris.
|
Pasal
79
Tetap
|
|
Pasal
80
(1) Selama
Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya, Majelis Pengawas Pusat
mengusulkan seorang pejabat sementara Notaris kepada Menteri.
(2) Menteri
menunjuk Notaris yang akan menerima Protokol Notaris dari Notaris yang
diberhentikan sementara.
|
Pasal
80
Tetap
|
|
Pasal
81
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota, susunan organisasi
dan tata kerja, serta tata cara pemeriksaan Majelis Pengawas diatur dengan
Peraturan Menteri.
|
56. Ketentuan Pasal 81
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal
81
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan
dan pemberhentian anggota, susunan organisasi dan tata kerja, anggaran serta
tata cara pemeriksaan Majelis Pengawas diatur dengan Peraturan Menteri.
|
57.
|
ORGANISASI
NOTARIS
Pasal
82
(1) Notaris
berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris.
(2) Ketentuan
mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, dan susunan organisasi
ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
|
58. Ketentuan Pasal 82 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal
82
(1) Notaris berhimpun dalam
satu wadah Organisasi Notaris.
(2) Wadah
Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan Notaris
(3) Organisasi
Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu-satunya wadah
profesi Notaris yang bebas dan mandiri yang dibentuk dengan maksud dan tujuan
untuk meningkatkan kualitas profesi Notaris.
(4) Ketentuan mengenai
tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, dan susunan organisasi ditetapkan dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Notaris.
(5) Ketentuan mengenai penetapan, pembinaan, dan
pengawasan Organisasi Notaris diatur dengan Peraturan
Menteri.
|
Pasal 82
Usulan utk Peraturan Menteri : oleh karena ayat
3 dan ayat 5 bertentangan, agar ditunda pembuatan PerMen ttg pasal ini;
|
Pasal
83
(1) Organisasi
Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris.
(2) Organisasi Notaris
memiliki buku daftar anggota dan salinannya disampaikan kepada Menteri dan
Majelis Pengawas
|
Pasal
83
Tetap
|
|
KETENTUAN
SANKSI
Pasal
84
Tindakan pelanggaran yang
dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48,
Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52 yang mengakibatkan suatu akta
hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu
akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita
kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan Bunga kepada
Notaris.
|
59. Ketentuan Bab XI
dihapus
KETENTUAN
SANKSI
Pasal
84
Dihapus
|
60.
|
Pasal
85
Pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 16 ayat (1) huruf a, Pasal 16 ayat
(1). huruf b, Pasal 16 ayat (1) huruf c, Pasal 16 ayat (1) huruf d, Pasal 16
ayat (1) huruf e, Pasal 16 ayat (1) huruf f, Pasal 16 ayat (1) huruf g, Pasal
16 ayat (1) huruf h, Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf j,
Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37,
Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, dan/atau Pasal 63, dapat dikenai sanksi berupa:
a. teguran
lisan;
b. teguran
tertulis;
c. pemberhentian
sementara;
d.
pemberhentian dengan hormat; atau
e.
pemberhentian dengan tidak hormat.
|
Pasal
85
Dihapus
|
|
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
86
Pada saat Undang-Undang ini
mulai berlaku, peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan jabatan Notaris
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan
Undang-Undang ini.
|
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 86
Tetap
|
|
Pasal
87
Notaris yang telah diangkat
pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai Notaris
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
|
Pasal
87
Tetap
|
|
Pasal
88
Pada saat Undang-Undang ini
mulai berlaku, permohonan untuk diangkat menjadi Notaris yang sudah memenuhi
persyaratan secara lengkap dan masih dalam proses penyelesaian, tetap
diproses berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama.
|
61. Ketentuan Pasal 88
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
88
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.
pengajuan
permohonan sebagai Notaris yang sedang diproses, tetap diproses berdasarkan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
b. Masa magang yang telah dijalani calon
Notaris tetap diperhitungkan berdasarkan persyaratan yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
|
62.
|
Pasal
89
Pada saat Undang-Undang ini
mulai berlaku, Kode Etik Notaris yang sudah ada tetap berlaku sampai ditetapkan Kode
Etik yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
|
Pasal
89
Tetap
|
|
Pasal
90
Lulusan pendidikan Spesialis
Notariat yang belum diangkat sebagai Notaris pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku tetap dapat diangkat menjadi Notaris menurut
Undang-Undang ini.
|
Pasal
90
Tetap
|
|
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
91
Pada saat Undang-Undang ini
mulai berlaku:
1. Reglement
op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb 1860:3) sebagaimana telah diubah
terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1945 Nomor 101;
2. Ordonantie
16 September 1931 tentang Honorarium Notaris;
3. Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara
(Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 700);
4. Pasal 54
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379); dan
5. Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris,
dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
|
Pasal
91
Tetap
|
|
|
63. Di antara Pasal 91 dan Pasal 92 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 91A
dan Pasal 91 B yang berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 91A
Ketentuan mengenai tata cara
penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 92), Pasal 16 ayat
(11) dan ayat (13), Pasal 17 ayat (2), Pasal 19 ayat (3), Pasal 32 ayat (4),
Pasal 37 ayat (2), Pasal 54 ayat (2), dan Pasal 65A diatur dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 91B
Peraturan pelaksanaan atas
Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
|
64.
|
Pasal
92
Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
Pasal
92
Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar