MATRIKS DAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 2 TAHUN 2014 (TBLN NO 5491)
DAN
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004
TENTANG JABATAN NOTARIS
| 
   
UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 
TENTANG JABATAN NOTARIS 
 | 
  
   
UNDANG-UNDANG NO 2 TH 2014 TENTANG 
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TH 2004 
TENTANG JABATAN NOTARIS 
YANG DISAHKAN PD TGL  
 | 
  
   
KOMENTAR 
 | 
 
| 
  Menimbang: 
a.        
  bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum
  berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
  1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan
  kebenaran dan keadilan;  
b.        
  bahwa untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan
  perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat
  otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang
  diselenggarakan melalui jabatan tertentu;  
c.        
  bahwa notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan
  profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan
  perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum;  
d.        
  bahwa jasa notaris dalam proses pembangunan makin
  meningkat sebagai salah satu kebutuhan hukum masyarakat;  
e.        
  bahwa Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb.
  1860:3) yang mengatur mengenai jabatan notaris tidak sesuai lagi dengan
  perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat;  
f.          
  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
  huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk
  Undang-Undang tentang Jabatan Notaris. 
 | 
  
  Menimbang: 
b.        
  bahwa untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan
  perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik
  mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan dan peristiwa hukum yang dibuat
  dihadapan atau oleh pejabat yang berwenang. 
c.        
  bahwa Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan
  profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat,  perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan
  demi tercapainya kepastian hukum;  
d.        
  bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30
  Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sudah tidak sesuai lagi dengan
  perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu dilakukan
  perubahan;   
e.        
  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
  huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, 
  perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas  Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
  Jabatan Notaris. 
 | 
  
   | 
 
| 
   KETENTUAN UMUM Pasal 1 
Dalam Undang-Undang ini yang
  dimaksud dengan: 
1.   
  Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
  dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 
2.   
  Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat
  sebagai Notaris untuk menjalankan jabatan Notaris yang meninggal dunia,
  diberhentikan, atau diberhentikan sementara. 
3.    Notaris
  Pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk
  menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara
  berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris. 
4.   
  Notaris Pengganti Khusus adalah seorang yang diangkat
  sebagai Notaris khusus untuk membuat akta tertentu sebagaimana disebutkan
  dalam surat penetapannya sebagai Notaris karena di dalam satu daerah
  kabupaten atau kota terdapat hanya seorang Notaris, sedangkan Notaris yang
  bersangkutan menurut ketentuan Undang-Undang ini tidak boleh membuat akta
  dimaksud. 
5.   Organisasi Notaris adalah organisasi
  profesi jabatan notaris yang berbentuk perkumpulan yang berbadan hukum. 
6.   Majelis Pengawas adalah suatu badan yang
  mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan
  pengawasan terhadap Notaris. 
7.   
  Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan
  Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. 
8.    
  Minuta Akta adalah asli Akta Notaris. 
9.   Salinan Akta
  adalah salinan kata demi kata dari seluruh akta dan pada bagian bawah salinan
  akta tercantum frasa "diberikan sebagai salinan yang sama
  bunyinya". 
10.   Kutipan
  Akta adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian dari akta
  dan pada bagian bawah kutipan akta tercantum frasa "diberikan sebagai
  kutipan ". 
11.  Grosse Akta
  adalah salah satu salinan akta untuk pengakuan utang dengan kepala akta
  "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", yang mempunyai
  kekuatan eksekutorial. 
12.    Formasi Jabatan Notaris adalah penentuan
  jumlah Notaris yang dibutuhkan pada suatu wilayah jabatan Notaris. 
13.    Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen
  yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris. 
14.    Menteri
  adalah Menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi
  bidang kenotariatan. 
 | 
  
   
Pasal I 
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
  2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
  Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432) diubah
  sebagai berikut: 
1.    Ketentuan Pasal 1 angka 1, angka 2, angka
  5, angka 6, angka 7, angka 8, angka 9,
  angka 10, angka 11, angka 12, angka 13, dan
  angka 14 diubah, serta angka 4 dihapus sehingga
  Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: 
Pasal
  1 
     Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud
  dengan: 
1.        
  Notaris adalah pejabat umum
  yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
  ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. 
2.        
  Pejabat Sementara Notaris
  adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai Notaris untuk
  menjalankan jabatan dari Notaris yang meninggal dunia.  
3.        
  Notaris Pengganti adalah
  seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan
  Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan
  jabatannya sebagai Notaris.  
4.        
  Dihapus. 
5.        
  Organisasi Notaris adalah
  organisasi profesi jabatan notaris yang berbentuk perkumpulan berbadan hukum. 
6.        
  Majelis Pengawas Notaris yang selanjutnya disebut Majelis Pengawas adalah
  suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan
  pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris. 
7.        
  Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara
  yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. 
8.        
  Minuta Akta adalah
  asli Akta yang 
  mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi, dan Notaris, yang
  disimpan sebagai bagian dari Protokol Notaris. 
9.        
  Salinan Akta adalah salinan
  kata demi kata dari seluruh Akta dan pada
  bagian bawah salinan Akta tercantum frasa "diberikan
  sebagai SALINAN yang sama bunyinya". 
10.     Kutipan Akta adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian
  dari Akta dan pada bagian bawah kutipan Akta
  tercantum frasa "diberikan sebagai KUTIPAN". 
11.     Grosse Akta adalah salah satu salinan Akta
  untuk pengakuan utang dengan kepala Akta
  "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", yang mempunyai
  kekuatan eksekutorial. 
12.     Formasi Jabatan Notaris adalah penentuan jumlah Notaris yang dibutuhkan
  pada suatu kabupaten/kota. 
13.     Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang
  harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan
  perundang-undangan. 
14.  Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
  bidang hukum. 
 | 
  
   
Saran untuk Peraturan Menteri: 
-      
  Definisi Majelis Kehormatan
  Notaris à dalam PerMen
  tentang Pasal 66A ayat (3) 
Catatan untuk Sosialisasi internal : Definisi Komparisi
   
7. terkait dengan SANKSI 
8. Akta originali tidak boleh dibuat salinan. 
 | 
 
| 
   
Bagian
  Pertama 
Pengangkatan 
Pasal
  2 
Notaris diangkat dan
  diberhentikan oleh Menteri. 
 | 
  
   
Bagian
  Pertama 
Pengangkatan 
Pasal
  2 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  3 
Syarat untuk dapat diangkat
  menjadi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah: 
a.   warga
  negara Indonesia; 
b.   bertakwa
  kepada Tuhan Yang Maha Esa; 
c.   berumur
  paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun; 
d.   sehat
  jasmani dan rohani; 
e.   berijazah
  sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan; 
f.    telah
  menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris
  dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas
  prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus
  strata dua kenotariatan; dan 
g.    tidak
  berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang
  memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan
  jabatan Notaris. 
 | 
  
   
2.       Ketentuan Pasal 3 huruf d dan huruf f diubah, serta ditambah 1 (satu)
  huruf, yakni huruf h sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:  
Pasal 3 
Syarat untuk dapat diangkat menjadi
  Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah: 
a.        
  warga negara  
b.        
  bertakwa kepada Tuhan Yang
  Maha Esa; 
c.         
  berumur paling sedikit 27 (dua
  puluh tujuh) tahun; 
d.        
  sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan  
e.        
  berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang
  strata dua kenotariatan; 
f.          
  telah menjalani
  magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu
  paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor Notaris
  atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus
  strata dua kenotariatan; 
g.        
  tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara,
  advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang
  dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris; dan 
h.    
     tidak pernah
  dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
  kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
  pidana penjara 5 ( 
 | 
  
   
Materi Sosialisasi : 
e. 
  termasuk CN dan Sp.N à
  lihat Pasal 90 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 
f.  PP-INI
  membuat peraturan perkumpulan mengenai pemberian Rekomendasi Magang  
 | 
 
| 
   
Pasal
  4 
(1)     Sebelum
  menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut
  agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk. 
(2)     Sumpah/janji
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: 
"Saya bersumpah/berjanji: 
bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik
  Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
  1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris seria peraturan
  perundang-undangan lainnya. 
bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah,
  jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak. 
bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan
  akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan,
  martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris. 
bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan
  yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. 
bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik
  secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apa pun, tidak
  pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapa
  pun." 
 | 
  
   
Pasal
  4 
Tetap 
 | 
  
   
Pasal 4 
 | 
 
| 
   
Pasal
  5 
Pengucapan sumpah/janji
  jabatan Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dalam waktu
  paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal keputusan pengangkatan
  sebagai Notaris. 
 | 
  
   
Pasal
  5 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  6 
Dalam hal pengucapan
  sumpah/janji tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
  Pasal 5, keputusan pengangkatan Notaris dapat dibatalkan oleh Menteri. 
 | 
  
   
Pasal
  6 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  7 
Dalam jangka waktu 30 (tiga
  puluh) hari terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan Notaris,
  yang bersangkutan wajib: 
a.      
  menjalankan jabatannya dengan nyata; 
b.       menyampaikan berita acara sumpah/janji
  jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas
  Daerah; dan 
c.       menyampaikan
  alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap/stempel
  jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain yang
  bertanggung jawab di bidang agraria pertanahan, Organisasi Notaris, ketua
  pengadilan negeri, Majelis Pengawas Daerah, serta bupati atau walikota di
  tempat Notaris diangkat. 
 | 
  
   
3.    Ketentuan ayat (1) Pasal 7 diubah serta ditambah 1 (satu) ayat, yakni
  ayat (2) sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 7 
(1)     
  Dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung
  sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan Notaris, yang bersangkutan
  wajib: 
a.    menjalankan
  jabatannya dengan nyata; 
b.   
  menyampaikan berita
  acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris,
  dan  Majelis Pengawas Daerah; dan 
c.    
  menyampaikan alamat
  kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap atau stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada
  Menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang pertanahan,
  Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan Negeri, Majelis Pengawas Daerah, serta
  Bupati/Walikota di tempat Notaris
  diangkat. 
(2)      Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai
  sanksi berupa: 
a.    peringatan
  tertulis; 
b.    pemberhentian
  sementara; 
c.     pemberhentian
  dengan hormat; atau 
d.    pemberhentian
  dengan tidak hormat. 
 | 
  
   
Pasal 7 
-       Ayat (1) huruf b dan c dan ayat (2) : diatur dalam Peraturan Perkumpulan. 
 | 
 
| 
   
Bagian
  Kedua 
Pemberhentian 
Pasal
  8 
(1)     Notaris
  berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena: 
a.      
  meninggal dunia; 
b.       telah
  berumur 65 (enam puluh lima) tahun;  
c.       permintaan
  sendiri; 
d.      
  tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan
  Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun; atau 
e.      
  merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g. 
(2)      Ketentuan
  umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diperpanjang sampai
  berumur 67 (enam puluh tujuh) tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang
  bersangkutan. 
 | 
  
   
Bagian
  Kedua 
Pemberhentian 
Pasal
  8 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  9 
(1)      Notaris
  diberhentikan sementara dari jabatannya karena: 
a.      
  dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang; 
b.      
  berada di bawah pengampuan; 
c.       melakukan
  perbuatan tercela; atau 
d.      
  melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan. 
(2)     Sebelum
  pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, Notaris
  diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Pengawas secara
  berjenjang. 
(3)     Pemberhentian
  sementara Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri
  atas usul Majelis Pengawas Pusat. 
(4)     Pemberhentian
  sementara berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan
  huruf d berlaku paling lama 6 (enam) bulan. 
 | 
  
   
4.    Ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf d diubah dan ditambah 1 (satu) huruf,
  yakni huruf e sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai
  berikut: 
Pasal 9 
(1)   Notaris
  diberhentikan sementara dari jabatannya karena:  
a.   
  dalam proses pailit atau penundaan kewajiban
  pembayaran utang;   
b.   
  berada di bawah pengampuan;   
c.    
  melakukan perbuatan tercela;   
d.    melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan serta kode
  etik Notaris; atau  
e.    sedang menjalani
  masa penahanan. 
(2)   Sebelum pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada
  ayat (1) dilakukan, Notaris diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan
  Majelis Pengawas secara berjenjang.   
(3)   Pemberhentian sementara Notaris
  sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri atas usul Majelis
  Pengawas Pusat.   
(4)
  Pemberhentian sementara berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
  huruf c dan huruf d berlaku paling lama 6 (enam) bulan. 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  10 
(1)     
  Notaris yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
  (1) huruf a atau huruf b dapat diangkat kembali menjadi Notaris oleh Menteri
  setelah dipulihkan haknya. 
(2)      Notaris
  yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
  huruf c atau huruf d dapat diangkat kembali menjadi Notaris oleh Menteri
  setelah masa pemberhentian sementara berakhir. 
 | 
  
   
Pasal
  10 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  11 
(1)     Notaris
  yang diangkat menjadi pejabat negara wajib mengambil cuti. 
(2)     Cuti
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama Notaris memangku jabatan
  sebagai pejabat negara. 
(3)     Notaris
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menunjuk Notaris Pengganti. 
(4)     Apabila
  Notaris tidak menunjuk Notaris Pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
  Majelis Pengawas Daerah menunjuk Notaris lain. untuk menerima Protokol
  Notaris yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Notaris yang diangkat
  menjadi pejabat negara. 
(5)     Notaris
  yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan pemegang sementara
  Protokol Notaris. 
(6)     Notaris
  yang tidak lagi menjabat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada
  ayat (1) dapat menjalankan kembali jabatan Notaris dan Protokol Notaris
  sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan kembali kepadanya. 
 | 
  
   
5. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 11 
(1)      Notaris yang diangkat menjadi pejabat negara wajib mengambil cuti. 
(2)      Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama Notaris memangku
  jabatan sebagai pejabat negara. 
(3)      Cuti Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut
  dengan Peraturan Menteri. 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  12 
Notaris diberhentikan dengan
  tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat
  apabila: 
a.   dinyatakan pailit berdasarkan putusan
  pengadilan yang telah       memperoleh
  kekuatan hukum tetap; 
b.   berada di bawah pengampuan secara
  terus-menerus lebih dari 3 (tiga) tahun; 
c.   melakukan perbuatan yang merendahkan
  kehormatan dan martabat jabatan Notaris; atau  
d.   melakukan pelanggaran berat terhadap
  kewajiban dan larangan jabatan. 
 | 
  
   
Pasal 12 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal 13 
Notaris diberhentikan dengan
  tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
  pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
  pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. 
 | 
  
   
Pasal 13 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  14 
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
  pengangkatan dan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 8,
  Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 diatur dalam Peraturan
  Menteri. 
 | 
  
   
Pasal
  14 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
KEWENANGAN,
  KEWAJIBAN, DAN LARANGAN 
Bagian
  Pertama 
Kewenangan 
Pasal
  15 
(1)      Notaris
  berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
  peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
  berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian
  tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan
  kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
  pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. 
(2)     Notaris
  berwenang pula: 
a.   mengesahkan
  tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan
  mendaftar dalam buku khusus; 
b.   membukukan
  surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 
c.   membuat
  kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian
  sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; 
d.   melakukan
  pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; 
e.   memberikan
  penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; 
f.    membuat
  akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau 
g.   membuat
  akta risalah lelang. 
(3)     Selain
  kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai
  kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 
 | 
  
   
6.    Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai
  berikut: 
Pasal 15 
(1)      Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian,
  dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
  dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin
  kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan
  dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga
  ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
  ditetapkan oleh undang-undang. 
(2)      Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang
  pula: 
a.  mengesahkan tanda
  tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan
  mendaftar dalam buku khusus; 
b.  membukukan surat di bawah tangan dengan
  mendaftar dalam buku  khusus; 
c.  membuat kopi dari asli surat di bawah tangan
  berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam
  surat yang bersangkutan;  
d.  melakukan pengesahan kecocokan fotokopi
  dengan surat aslinya;  
e.  memberikan penyuluhan hukum sehubungan
  dengan pembuatan akta;  
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau 
g.   
  membuat Akta risalah lelang. 
(3)   Selain
  kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai
  kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 
 | 
  
   
Pasal 15 
-       ayat (2) huruf a :  perhatikan juga
  pengertian legalisasi dalam Penjelasan Pasal 15 ayat 2 huruf a, sesuai
  dengan: S 1916 no. 46 Pasal 1, BW pasal 1874, 
  1874A dan 1880; Rbg Pasal 286 ayat 2; 
Usulan untuk Peraturan Pemerintah 
-       ayat (2) huruf f : terkait pasal 17 huruf g, dan Pasal 19 ayat (2) 
-       ayat (2) huruf g : 
 | 
 
| 
   
Bagian
  Kedua 
Kewajiban 
Pasal
  16 
(1)      Dalam
  menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban: 
a.   bertindak
  jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang
  terkait dalam perbuatan hukum; 
b.   membuat
  akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol
  Notaris; 
c.   mengeluarkan
  Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta; 
d.   memberikan
  pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan
  untuk menolaknya; 
e.   merahasiakan
  segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang
  diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali
  undang-undang menentukan lain; 
f.    menjilid
  akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih
  dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu
  buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat
  jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; 
g.   membuat
  daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat
  berharga; 
h.   membuat
  daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta
  setiap bulan; 
i.    mengirimkan
  daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang
  berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan
  tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada
  minggu pertama setiap bulan berikutnya; 
j.    mencatat
  dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; 
k.   mempunyai
  cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang
  melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang
  bersangkutan; 
l.    membacakan
  akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang
  saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan
  Notaris; 
m.  menerima magang
  calon Notaris. 
(2)     
  Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak
  berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali. 
(3)     Akta
  originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akta: 
a.   pembayaran
  uang sewa, bunga, dan pensiun;  
b.   penawaran
  pembayaran tunai; 
c.   protes
  terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga; 
d.   akta
  kuasa; 
e.   keterangan
  kepemilikan; atau 
f.    akta
  lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. 
(4)     Akta
  originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari I (satu)
  rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan
  ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata "berlaku sebagai satu dan
  satu berlaku untuk semua". 
(5)     Akta
  originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat
  dibuat dalam 1 (satu) rangkap. 
(6)     Bentuk
  dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k ditetapkan
  dengan Peraturan Menteri. 
(7)     Pembacaan
  akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l tidak wajib dilakukan, jika
  penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah
  membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal
  tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman Minuta Akta
  diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris. 
(8)     Jika
  salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l dan ayat (7)
  tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian
  sebagai akta di bawah tangan. 
(9)     Ketentuan
  sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk pembuatan akta wasiat. 
 | 
  
   
7.    Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 16 
(1)     
  Dalam menjalankan jabatannya,
  Notaris wajib:  
a.  bertindak amanah,  jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan
  menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;   
b.  membuat Akta
  dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol
  Notaris; 
c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap
  pada Minuta Akta; 
d.
  mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta
  Akta; 
e.
  memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali
  ada alasan untuk menolaknya;    
f.   merahasiakan segala
  sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh
  guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang
  menentukan lain; 
g.  menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu)
  bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan
  jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu
  buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada
  sampul setiap buku; 
h.  membuat daftar dari Akta protes terhadap
  tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;  
i.   membuat daftar Akta yang berkenaan dengan
  wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan; 
j.     mengirimkan daftar Akta sebagaimana
  dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke
  pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan
  pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama
  setiap bulan berikutnya; 
k.         
  mencatat dalam
  repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; 
l.      mempunyai cap atau stempel yang memuat
  lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya
  dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;  
m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh
  paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk
  pembuatan Akta wasiat di bawah tangan,  dan ditandatangani pada saat itu juga oleh
  penghadap, saksi, dan Notaris; dan 
n.   menerima magang calon Notaris. 
(2)      Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat
  (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan Akta in originali. 
(3)      Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: 
a.     Akta
  pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun; 
b.     Akta
  penawaran pembayaran tunai; 
c.     Akta
  protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga; 
d.     Akta
  kuasa;  
e.     Akta
  keterangan kepemilikan; dan 
f.     Akta
  lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
  perundang-undangan. 
(4)     
  Akta in originali
  sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk,
  dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap Akta tertulis kata-kata
  “BERLAKU SEBAGAI SATU DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA". 
(5)      Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat
  dalam 1 (satu) rangkap. 
(6)   
  Bentuk
  dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l
  ditetapkan dengan Peraturan Menteri. 
(7)      Pembacaan Akta sebagaimana
  dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap
  menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri,
  mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut
  dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf
  oleh penghadap, saksi, dan Notaris. 
(8)   Ketentuan sebagaimana dimaksud
  pada ayat (7) dikecualikan terhadap pembacaan kepala Akta, komparasi,
  penjelasan pokok Akta secara singkat
  dan jelas, serta penutup Akta. 
(9)      Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada
  ayat (1) huruf m dan ayat (7) tidak dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya
  mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. 
(10)  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
  tidak berlaku untuk pembuatan Akta wasiat. 
(11)  Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana
  dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi
  berupa: 
a.    peringatan tertulis; 
b.    pemberhentian sementara; 
c.     pemberhentian dengan hormat; atau 
d.    pemberhentian dengan tidak hormat. 
(12) 
  Selain dikenai sanksi
  sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16
  ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian
  untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. 
(13) 
  Notaris yang melanggar
  ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.     
 | 
  
   
Pasal 16 
-       Ayat
  (1) huruf c : dikaitkan dengan Pasal 47 (mengenai
  surat-surat yang dilekatkan); Pasal 44; 
i. dilekatkan dalam lembar
  tersendiri; 
ii. penghadap yang membubuhkan sidik
  jari adalah seluruh penghadap; 
Cttn : pak Miftach discenting
  opinion;  
iii. sidik jari yang mana ?  Pending ! mencari informasi/penjelasan dari
  DPR dan Pemerintah 
         Kesimpulan Rapat 15/01/14: 
Kesepakatan sebelum usaha
  PP-INI untuk  memperjuangkan
  pelaksanaan dari Pasal 16 ayat (1) huruf c diperoleh dengan jelas dan tegas : 
-   Pengertian surat dan dokumen adalah surat dan dokumen yang berhubungan
  dengan identitas diri Penghadap; 
-   Untuk Minuta akta : tidak ada pencantuman sidik jari di dalam minuta,
  baik untuk akhir akta maupun perubahan akta; 
-   Sedangkan untuk Pasal 16 ayat (1) huruf c, diartikan : bagi mereka yang
  tidak dapat membubuhkan tanda tangan pada minuta, harus / wajib melekatkan
  sidik jari pada kertas tersendiri yang dilekatkan pada minuta akta.  
-   Untuk mereka yang menandatangani minuta akta, melekatkan sidik jari
  dipergunakan untuk kepentingan kehati-hatian, guna memenuhi ketentuan Pasal
  16 ayat (1) huruf c tersebut. 
-   Yang dimaksud dengan sidik jari adalah cap ibu jari tangan kanan. 
    Usulan
  untuk PerMen 
-       Ayat (1) huruf f : ketentuan ini berlaku juga untuk werda Notaris; 
-       Ayat (1) huruf k : dicatat pada tanggal pengiriman 
-       Ayat (1) huruf m : yang
  dimaksud akta wasiat disini adalah akta penyimpanan (van depot) dan akta
  pengalamatan (van superscriptie) (lihat BW pasal 932, 938, 939, 940 
Ayat 7 berkaitan dengan ayat (8) : 
-       yang dimaksudkan secara singkat dan jelas akan menimbulkan penafsiran
  yang tidak jelas. 
-       Syarat untuk memanfaatkan ayat (7) :  
1)        
  Kehendak Penghadap; 
2)        
  Penghadap harus bisa membaca
  dan menulis; 
3)        
  Dapat melihat; 
4)        
  Mampu membubuhkan tanda tangan
  dan paraf; 
5)       
  Notaris dituntut mengetahui
  secara objektif bahwa Penghadap memahami isi akta; 
6)       
  Harus diperhatikan mengenai
  rentang waktu pembacaan dan penandatanganan; 
Catatan : Kepada Notaris harus berhati-hati !
  Perhatikan ketentuan ayat (8) terhadap kepala Akta, komparisi, penjelasan
  pokok akta secara singkat dan jelas, serta penutup akta harus dibacakan.  
 | 
 
| 
   | 
  
   
8.    Di antara Pasal 16  dan Pasal 17
  disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 16A yang berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 16A 
(1)      Calon Notaris yang sedang melakukan magang wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
  dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a. 
(2)     
  Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon Notaris juga
  wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala
  keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta. 
 | 
  
   
Pasal 16A : 
Ayat (2) : dalam kedudukan sebagai
  Notaris Pengganti 
 | 
 
| 
   
Bagian
  Ketiga 
Larangan 
Pasal
  17 
Notaris dilarang: 
a.      
  menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; 
b.       meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari
  7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah; 
c.       merangkap
  sebagai pegawai negeri; 
d.      
  merangkap jabatan sebagai pejabat negara; 
e.      
  merangkap jabatan sebagai advokat; 
f.       
  merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan Usaha milik negara,
  badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta; 
g.      
  merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan
  Notaris; 
h.      
  menjadi Notaris Pengganti; atau 
i.       
  melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan,
  atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan
  Notaris. 
 | 
  
   
9.    Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal
  17 
(1)     
  Notaris dilarang: 
a.    menjalankan jabatan
  di luar wilayah jabatannya; 
b.    meninggalkan wilayah
  jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang
  sah; 
c.    
  merangkap sebagai pegawai negeri; 
d.    merangkap jabatan
  sebagai pejabat negara; 
e.    merangkap jabatan
  sebagai advokat; 
f.     
  merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai
  badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta; 
g.   
  merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah
  dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris; 
h.   
  menjadi Notaris Pengganti; atau 
i.     
   melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma
  agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
  martabat jabatan Notaris. 
(2)      Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa: 
a.   
  peringatan tertulis; 
b.   
  pemberhentian sementara; 
c.    
  pemberhentian dengan hormat; atau 
d.    pemberhentian dengan tidak hormat. 
 | 
  
   
10.  
 | 
 
| 
   
TEMPAT
  KEDUDUKAN, FORMASI, DAN WILAYAH JABATAN NOTARIS 
Bagian
  Pertama 
Kedudukan 
Pasal
  18 
(1)     Notaris
  mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota. 
(2)     Notaris
  mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat
  kedudukannya. 
 | 
  
   
TEMPAT
  KEDUDUKAN, FORMASI, DAN WILAYAH JABATAN NOTARIS 
Bagian
  Pertama 
Kedudukan 
Pasal 18 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  19 
(1)     Notaris
  wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya. 
(2)     Notaris
  tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan di luar tempat
  kedudukannya. 
 | 
  
   
11. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal
  19 
(1)     
  Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di
  tempat kedudukannya. 
(2)      Tempat
  kedudukan Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah wajib mengikuti tempat
  kedudukan Notaris. 
(3)      Notaris tidak berwenang secara berturut-turut dengan
  tetap menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya. 
(4)      Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
  pada ayat (2) dapat dikenai sanksi berupa: 
a.   
  peringatan tertulis; 
b.   
  pemberhentian sementara;  
c.    
  pemberhentian dengan hormat; atau  
d.   
  pemberhentian dengan tidak hormat. 
 | 
  
   
12.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  20 
(1)     Notaris
  dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata dengan tetap
  memperhatikan kemandirian dan ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya. 
(2)     Bentuk
  perserikatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh para
  Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
(3)     Ketentuan
  lebih lanjut mengenai persyaratan dalam menjalankan jabatan Notaris
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. 
 | 
  
   
13. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 20 diubah serta ayat (3) dihapus
  sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut: 
Pasal
  20 
(1)      Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk
  persekutuan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian dan
  ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya. 
(2)      Bentuk persekutuan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh
  para Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
(3)      Dihapus. 
 | 
  
   
14.  
 | 
 
| 
   
Bagian
  Kedua 
Formasi
  Jabatan Notaris 
Pasal
  21 
Menteri berwenang menentukan
  Formasi Jabatan Notaris pada daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
  (1) dengan mempertimbangkan usul dari Organisasi Notaris. 
 | 
  
   
Bagian
  Kedua 
Formasi
  Jabatan Notaris 
Pasal 21 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  22 
(1)      Formasi
  Jabatan Notaris ditetapkan berdasarkan: 
a.    kegiatan
  dunia usaha; 
b.    jumlah
  penduduk; dan/atau 
c.    rata-rata
  jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan Notaris setiap bulan. 
(2)     Ketentuan
  lebih lanjut mengenai Formasi Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat
  (1) diatur dalam Peraturan Menteri. 
 | 
  
   
12. Ketentuan Pasal 22 diubah
  sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 22 
(1)     
  Formasi Jabatan Notaris ditetapkan berdasarkan:
   
a.  kegiatan dunia
  usaha;  
b.  jumlah
  penduduk; dan/atau  
c.  rata-rata
  jumlah Akta yang dibuat oleh
  dan/atau di hadapan Notaris setiap bulan. 
(2)      Formasi Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
  pedoman untuk menentukan kategori daerah. 
(3)      Ketentuan lebih lanjut mengenai Formasi Jabatan Notaris dan penentuan
  kategori daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
  Peraturan Menteri. 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Bagian
  Ketiga 
Pindah
  Wilayah Jabatan Notaris 
Pasal
  23 
(1)     Notaris
  dapat mengajukan permohonan pindah wilayah jabatan Notaris secara tertulis
  kepada Menteri. 
(2)     Syarat
  pindah wilayah jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah setelah 3
  (tiga) tahun berturut-turut melaksanakan tugas jabatan pada daerah kabupaten
  atau kota tertentu tempat kedudukan Notaris. 
(3)     Permohonan
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah mendapat rekomendasi dari
  Organisasi Notaris. 
(4)     Waktu
  sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk cuti yang telah dijalankan
  oleh Notaris yang bersangkutan. 
(5)     Ketentuan
  lebih lanjut mengenai tata cara permohonan pindah wilayah jabatan Notaris
  diatur dalam Peraturan Menteri. 
 | 
  
   
Bagian
  Ketiga 
Pindah
  Wilayah Jabatan Notaris 
Pasal
  23   
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  24 
Dalam keadaan tertentu atas permohonan Notaris yang
  bersangkutan, Menteri dapat memindahkan seorang Notaris dari satu wilayah
  jabatan ke wilayah jabatan lain. 
 | 
  
   
Pasal
  24 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
CUTI
  NOTARIS DAN NOTARIS PENGGANTI 
Bagian
  Pertama 
Cuti
  Notaris 
Pasal
  25 
(1)     Notaris
  mempunyai hak cuti. 
(2)     Hak
  cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diambil setelah Notaris
  menjalankan jabatan selama 2 (dua) tahun. 
(3)     Selama
  menjalankan cuti, Notaris wajib menunjuk seorang Notaris Pengganti. 
 | 
  
   
CUTI
  NOTARIS DAN NOTARIS PENGGANTI 
Bagian
  Pertama 
Cuti
  Notaris 
Pasal 25 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  26 
(1)     Hak
  cuti sebagaimana d maksud dalam Pasal 25 ayat (1) dapat diambil setiap tahun
  atau sekaligus untuk beberapa tahun. 
(2)     Setiap
  pengambilan cuti paling lama 5 (lima) tahun sudah termasuk perpanjangannya. 
(3)     Selama
  masa jabatan Notaris jumlah waktu cuti keseluruhan paling lama 12 (dua belas)
  tahun. 
 | 
  
   
Pasal
  26 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  27 
(1)     Notaris
  mengajukan permohonan cuti secara tertulis disertai usulan penunjukan Notaris
  Pengganti. 
(2)     Permohonan
  cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pejabat yang
  berwenang, yaitu: 
a.    Majelis
  Pengawas Daerah, dalam hal jangka waktu cuti tidak lebih dari 6 (enam) bulan; 
b.   Majelis
  Pengawas Wilayah, dalam hal jangka waktu cuti lebih dari 6 (enam) bulan
  sampai dengan 1 (satu) tahun; atau 
c.   Majelis
  Pengawas Pusat, dalam jangka waktu cuti lebih dari 1 (satu) tahun. 
(3)     Permohonan
  cuti dapat diterima atau ditolak oleh pejabat yang berwenang memberikan izin
  cuti. 
(4)     Tembusan
  permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan kepada
  Majelis Pengawas Pusat. 
(5)    
  Tembusan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disampaikan
  kepada Majelis Pengawas Daerah dan Majelis Pengawas Wilayah. 
 | 
  
   
Pasal
  27 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  28 
Dalam keadaan mendesak,
  suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis lurus dari Notaris dapat
  mengajukan permohonan cuti kepada Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud dalam
  Pasal 27 ayat (2). 
 | 
  
   
Pasal
  28 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  29 
(1)    
  Surat keterangan izin cuti paling sedikit memuat:  
a.   nama
  Notaris; 
b.   tanggal
  mulai dan berakhirnya cuti; dan. 
c.   nama
  Notaris Pengganti disertai dokumen yang mendukung Notaris Pengganti tersebut
  sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. 
(2)     
  Tembusan surat keterangan izin cuti dari Majelis Pengawas Daerah disampaikan
  kepada Menteri, Majelis Pengawas Pusat, dan Majelis Pengawas Wilayah. 
(3)     Tembusan
  surat keterangan izin cuti dan Majelis Pengawas Wilayah disampaikan kepada
  Menteri dan Majelis Pengawas Pusat. 
(4)    
  Tembusan surat keterangan izin cuti dari Menteri disampaikan kepada Majelis
  Pengawas Pusat, Majelis Pengawas Wilayah, dan Majelis Pengawas Daerah. 
 | 
  
   
Pasal
  29 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  30 
(1)     Menteri
  atau pejabat yang ditunjuk berwenang mengeluarkan sertifikat cuti. 
(2)    
  Sertifikat cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data pengambilan
  cuti. 
(3)    
  Data pengambilan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat oleh Majelis
  Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2). 
(4)    
  Pada setiap permohonan cuti dilampirkan sertifikat cuti sebagaimana dimaksud
  pada ayat (2). 
(5)    
  Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat mengeluarkan duplikat sertifikat
  cuti atas sertifikat cuti yang sudah tidak dapat digunakan atau hilang,
  dengan permohonan Notaris yang bersangkutan. 
 | 
  
   
Pasal
  30 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  31 
(1)     Permohonan
  cuti dapat ditolak oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti. 
(2)     Penolakan
  permohonan cuti harus disertai alasan penolakan. 
(3)     Penolakan
  permohonan cuti oleh Majelis Pengawas Daerah dapat diajukan banding kepada
  Majelis Pengawas Wilayah. 
(4)     Penolakan
  permohonan cuti oleh Majelis Pengawas Wilayah dapat diajukan banding kepada
  Majelis Pengawas Pusat. 
 | 
  
   
Pasal
  31 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  32 
(1)     Notaris
  yang menjalankan cuti wajib menyerahkan Protokol Notaris kepada Notaris
  Pengganti. 
(2)     Notaris
  Pengganti menyerahkan kembali Protokol Notaris kepada Notaris setelah cuti
  berakhir. 
(3)     Serah
  terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuatkan berita acara
  dan disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah. 
 | 
  
   
13.     Ketentuan Pasal 32 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (4) sehingga Pasal
  32 berbunyi sebagai berikut: 
Pasal
  32 
(1)     
  Notaris yang menjalankan cuti
  wajib menyerahkan Protokol Notaris kepada Notaris Pengganti. 
(2)     
  Notaris Pengganti menyerahkan
  kembali Protokol Notaris kepada Notaris setelah cuti berakhir. 
(3)     
  Serah terima sebagaimana
  dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuatkan berita acara dan disampaikan
  kepada Majelis Pengawas Wilayah. 
(4)      Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
  pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat dikenai sanksi berupa: 
a.   
  peringatan tertulis; 
b.   
  pemberhentian
  sementara;  
c.    
  pemberhentian dengan
  hormat; atau 
d.  pemberhentian dengan tidak hormat. 
 | 
  
   
14.      
 | 
 
| 
   
Bagian
  Kedua 
Notaris
  Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris 
 | 
  
   
14. Judul Bagian Kedua  
   Bagian Kedua 
Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris 
 | 
  
   
15.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  33 
(1)     Syarat
  untuk dapat diangkat menjadi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan
  Pejabat Sementara Notaris adalah warga negara Indonesia yang berijazah
  sarjana hukum dan telah bekerja sebagai karyawan kantor Notaris paling
  sedikit 2 (dua) tahun berturut-turut. 
(2)     Ketentuan
  yang berlaku bagi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, dan
  Pasal 17 berlaku bagi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan
  Pejabat Sementara Notaris, kecuali Undang-Undang ini menentukan lain. 
 | 
  
   
15. Ketentuan Pasal 33 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal
  33 
(1)      Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris Pengganti dan Pejabat
  Sementara Notaris adalah warga negara Indonesia yang berijazah sarjana hukum
  dan telah bekerja sebagai karyawan kantor Notaris paling sedikit 2 (dua)
  tahun berturut-turut.  
(2)      Ketentuan yang berlaku bagi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
  Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 berlaku bagi Notaris Pengganti dan
  Pejabat Sementara Notaris, kecuali Undang-Undang ini menentukan lain.  
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  34 
(1)     
  Apabila dalam satu wilayah jabatan hanya terdapat 1 (satu) Notaris, Majelis
  Pengawas Daerah dapat menunjuk Notaris Pengganti Khusus yang berwenang untuk
  membuat akta untuk kepentingan pribadi Notaris tersebut atau keluarganya. 
(2)     Penunjukan
  sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disertai dengan serah
  terima Protokol Notaris. 
(3)     Notaris
  Pengganti Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diambil
  sumpah/janji jabatan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. 
 | 
  
   
16. Pasal 34 dihapus. 
 | 
  
   
17.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  35 
(1)     
  Apabila Notaris meninggal dunia, suami/istri atau keluarga sedarah dalam
  garis lurus keturunan semenda dua wajib memberitahukan kepada Majelis
  Pengawas Daerah. 
(2)     Pemberitahuan
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam waktu paling lama 7
  (tujuh) hari kerja. 
(3)     Apabila
  Notaris meninggal dunia pada saat menjalankan cuti, tugas jabatan Notaris
  dijalankan oleh Notaris Pengganti sebagai Pejabat Sementara Notaris paling
  lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia. 
(4)     Pejabat
  Sementara Notaris menyerahkan Protokol Notaris dari Notaris yang meninggal
  dunia kepada Majelis Pengawas Daerah paling lama 60 (enam puluh) hari
  terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia. 
(5)     Pejabat
  Sementara Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat
  membuat akta atas namanya sendiri dan mempunyai Protokol Notaris. 
 | 
  
   
18. Ketentuan ayat (1) Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 35 
(1)     
  Apabila Notaris meninggal dunia, suami/istri atau
  keluarga sedarah dalam garis lurus keturunan semenda sampai
  derajat kedua wajib
  memberitahukan kepada Majelis Pengawas Daerah. 
(2)     
  Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
  disampaikan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja. 
(3)     
  Apabila Notaris meninggal dunia pada saat menjalankan
  cuti, tugas jabatan Notaris dijalankan oleh Notaris Pengganti sebagai Pejabat
  Sementara Notaris paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
  Notaris meninggal dunia.  
(4)     
  Pejabat Sementara Notaris menyerahkan Protokol Notaris
  dari Notaris yang meninggal dunia kepada Majelis Pengawas Daerah paling lama
  60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia. 
(5)     
  Pejabat Sementara Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat
  (3) dan ayat (4) dapat membuat Akta atas namanya sendiri dan
  mempunyai Protokol Notaris. 
 | 
  
   
19.  
 | 
 
| 
   
HONORARIUM 
Pasal
  36 
(1)     Notaris
  berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan
  kewenangannya. 
(2)     Besarnya
  honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan
  nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya. 
(3)     Nilai
  ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan dari objek setiap akta
  sebagai berikut: 
a.   sampai
  dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen gram emas ketika
  itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5% (dua koma lima
  persen); 
b.   di atas Rp
  100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu
  miliar rupiah) honorarium yang diterima paling besar 1,5 % (satu koma lima
  persen); atau 
c.   di atas
  Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima didasarkan
  pada kesepakatan antara Notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1 %
  (satu persen) dari objek yang dibuatkan aktanya. 
(4)     Nilai
  sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan
  honorarium yang diterima paling besar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). 
 | 
  
   
Pasal
  36 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  37 
Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang
  kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu. 
 | 
  
   
18. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal
  37 
(1)      Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan
  secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu. 
(2)      Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
  dikenai sanksi berupa: 
a.   
  peringatan lisan; 
b.   
  peringatan tertulis; 
c.    
  pemberhentian sementara;  
d.   
  pemberhentian dengan hormat;
  atau 
e.   
  pemberhentian dengan tidak
  hormat. 
 | 
  
   
19.  
 | 
 
| 
   
AKTA
  NOTARIS 
Bagian
  Pertama 
Bentuk
  dan Sifat
  Akta 
Pasal
  38 
(1)     Setiap
  akta Notaris terdiri atas: 
a.    awal
  akta atau kepala akta; 
b.    badan
  akta; dan 
c.    akhir
  atau penutup akta. 
(2)      Awal
  akta atau kepala akta memuat: 
a.    judul
  akta; 
b.    nomor
  akta; 
c.    jam,
  hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan 
d.    nama
  lengkap dan tempat kedudukan Notaris.  
(3)      Badan
  akta memuat: 
a.   nama
  lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan,
  kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili; 
b.   
  keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; 
c.    isi
  akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan;
  dan 
d.   nama
  lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan
  tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. 
(4)      Akhir
  atau penutup akta memuat: 
a.    uraian
  tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf I
  atau Pasal 16 ayat (7); 
b.   uraian
  tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta
  apabila ada; 
c.   nama
  lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat
  tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan 
d.   uraian
  tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian
  tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau
  penggantian. 
(5)     Akta
  Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris,
  selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan
  ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat
  yang mengangkatnya. 
 | 
  
   
20. Ketentuan ayat (5) Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal
  38 
(1)     Setiap
  akta Notaris terdiri atas: 
a.    awal
  akta atau kepala akta; 
b.    badan
  akta; dan 
c.    akhir
  atau penutup akta. 
(2)     Awal akta atau kepala akta memuat: 
a.    judul
  akta; 
b.   
  nomor akta; 
c.    jam,
  hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan 
d.   
  nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.  
(3)      Badan
  akta memuat: 
a.   nama
  lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan,
  kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili; 
b.   
  keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; 
c.    isi
  akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan;
  dan 
d.   nama
  lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan
  tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal. 
(4)      Akhir atau penutup akta memuat: 
a.    uraian
  tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf I
  atau Pasal 16 ayat (7); 
b.   uraian
  tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta
  apabila ada; 
c.   nama
  lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat
  tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan 
d.   uraian
  tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian
  tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau
  penggantian. 
(5)     Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris,
  selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan
  ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat
  yang mengangkatnya. 
 | 
  
   
21.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  39 
(1)      Penghadap
  harus memenuhi syarat sebagai berikut: 
a.   paling
  sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan 
b.   cakap
  melakukan perbuatan hukum. 
(2)     Penghadap
  harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang
  saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau
  telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2
  (dua) penghadap lainnya. 
(3)     Pengenalan
  sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam akta. 
 | 
  
   
22. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai
  berikut: 
Pasal
  39 
(1)      Penghadap
  harus memenuhi syarat sebagai berikut: 
a.   paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah
  menikah; dan 
b.   cakap
  melakukan perbuatan hukum. 
(2)     Penghadap
  harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang
  saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah
  menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua)
  penghadap lainnya. 
(3)     Pengenalan
  sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam akta. 
 | 
  
   
23.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  40 
(1)     Setiap
  akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi,
  kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain. 
(2)     Saksi
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut: 
a.   paling sedikit
  berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; 
b.   cakap melakukan
  perbuatan hukum; 
c.   mengerti
  bahasa yang digunakan dalam akta; 
d.   dapat
  membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan 
e.   tidak
  mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas
  atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan
  derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak. 
(3)     Saksi
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris u atau
  diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan
  kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap. 
(4)     Pengenalan
  atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara
  tegas dalam akta. 
 | 
  
   
24. Ketentuan ayat (2) Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal
  40 
(1)     Setiap
  akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi,
  kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain. 
(2)     Saksi
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut: 
a.  
  paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya telah menikah; 
b.   cakap melakukan
  perbuatan hukum; 
c.   mengerti
  bahasa yang digunakan dalam akta; 
d.   dapat
  membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan 
e.   tidak
  mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas
  atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan
  derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak. 
(3)     Saksi
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris atau
  diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan
  kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap. 
(4)     Pengenalan
  atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara
  tegas dalam akta. 
 | 
  
   
25.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  41 
Apabila ketentuan dalam Pasal
  39 dan Pasal 40 tidak dipenuhi, akta tersebut hanya mempunyai kekuatan
  pembuktian sebagai akta di bawah tangan. 
 | 
  
   
26. Ketentuan Pasal 41 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal
  41 
Pelanggaran
  terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam 
  Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 
  mengakibatkan Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di
  bawah tangan. 
 | 
  
   
27.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  42 
(1)     Akta
  Notaris dituliskan dengan jelas dalam hubungan satu sama lain yang tidak
  terputus-putus dan tidak menggunakan singkatan. 
(2)     Ruang
  dan sela kosong dalam akta digaris dengan jelas sebelum akta ditandatangani,
  kecuali untuk akta yang dicetak dalam bentuk formulir berdasarkan peraturan
  perundang-undangan. 
(3)     Semua
  bilangan untuk menentukan banyaknya atau jumlahnya sesuatu yang disebut dalam
  akta, penyebutan tanggal, bulan, dan tahun dinyatakan dengan huruf dan harus
  didahului dengan angka. 
(4)     Ketentuan
  sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi surat kuasa yang belum
  n menyebutkan nama penerima kuasa. 
 | 
  
   
Pasal
  42 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  43 
(1)     Akta
  dibuat dalam bahasa Indonesia. 
(2)     Dalam
  hal penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan dalam akta, Notaris wajib
  menerjemahkan atau menjelaskan isi akta itu dalam bahasa yang dimengerti oleh
  penghadap. 
(3)     Apabila
  Notaris tidak dapat menerjemahkan atau menjelaskannya, akta tersebut
  diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang penerjemah resmi. 
(4)     Akta
  dapat dibuat dalam bahasa lain yang dipahami oleh Notaris dan saksi apabila
  pihak yang berkepentingan menghendaki sepanjang undang-undang tidak
  menentukan lain. 
(5)     Dalam
  hal akta dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Notaris wajib
  menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. 
 | 
  
   
28. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal
  43 
(1)   Akta wajib dibuat
  dalam bahasa Indonesia. 
(2)   Dalam hal
  penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan dalam akta, Notaris wajib
  menerjemahkan atau menjelaskan isi akta itu dalam bahasa yang dimengerti oleh
  penghadap. 
(3)   Jika para pihak menghendaki, Akta dapat dibuat dalam bahasa
  asing. 
(4)   Dalam hal Akta dibuat sebagaimana dimaksud
  pada ayat (3), Notaris wajib menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia; 
(5)   Apabila Notaris tidak dapat menerjemahkan
  atau menjelaskannya, akta tersebut diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang
  penerjemah resmi. 
(6)   Dalam hal terdapat perbedaan
  penafsiran terhadap isi Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka yang
  digunakan adalah Akta yang dibuat dalam bahasa Indonesia. 
 | 
  
   
Pasal
  43 
-       Penerjemahan dibuat oleh Penerjemah Resmi secara tertulis dan dilekatkan
  pada minuta akta; 
-       Perhatikan pula ketentuan Pasal 31 Undang-Undang No 24/2009 tentang
  Bahasa, Lambang Negara, dan Bendera. 
 | 
 
| 
   
Pasal
  44 
(1)     Segera
  setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap,
  saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan
  tanda tangan dengan menyebutkan alasannya. 
(2)     Alasan
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas dalam akta. 
(3)     Akta
  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh penghadap,
  Notaris, saksi, dan penerjemah resmi. 
(4)     Pembacaan,
  penerjemahan atau penjelasan, dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada
  ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 43 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5)
  dinyatakan secara tegas pada akhir akta. 
 | 
  
   
29. Ketentuan ayat (2) Pasal 44 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat
  (5) sehingga Pasal 44 berbunyi sebagai berikut: 
Pasal
  44 
(1)      Segera setelah Akta dibacakan, Akta tersebut
  ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada
  penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan
  alasannya. 
(2)      Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan
  secara tegas pada akhir akta.  
(3)      Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh
  penghadap, Notaris, saksi, dan penerjemah resmi. 
(4)      Pembacaan, penerjemahan atau penjelasan, dan
  penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) serta dalam
  Pasal 43 ayat (3) dinyatakan secara tegas pada akhir
  akta. 
(5)      Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
  (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mengakibatkan suatu Akta
  hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat
  menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian
  biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  45 
(1)     Dalam
  hal penghadap mempunyai kepentingan hanya pada bagian tertentu dari akta,
  hanya bagian akta tertentu tersebut yang dibacakan kepadanya. 
(2)     Apabila
  bagian tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterjemahkan atau
  dijelaskan, penghadap membubuhkan paraf dan tanda tangan pada bagian
  tersebut. 
(3)     Pembacaan,
  penerjemahan atau penjelasan, dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada
  ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan secara tegas pada akhir akta. 
 | 
  
   
Pasal
  45 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  46 
(1)     Apabila
  pada pembuatan pencatatan harta kekayaan atau berita acara mengenai suatu
  perbuatan atau peristiwa, terdapat penghadap yang: 
a.   menolak
  membubuhkan tanda tangannya; atau 
b.   tidak
  hadir pada penutupan akta, sedangkan penghadap belum menandatangani akta
  tersebut, 
hal tersebut harus dinyatakan dalam akta dan akta
  tersebut tetap merupakan akta otentik. 
(2)     Penolakan
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan dalam akta dengan
  mengemukakan alasannya. 
 | 
  
   
Pasal
  46 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  47 
(1)     Surat
  kuasa otentik atau surat lainnya yang menjadi dasar kewenangan pembuatan akta
  yang dikeluarkan dalam bentuk originali atau surat kuasa di bawah tangan
  wajib dilekatkan pada Minuta Akta. 
(2)     Surat
  kuasa otentik yang dibuat dalam bentuk Minuta Akta diuraikan dalam akta. 
(3)     Ketentuan
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib dilakukan apabila surat kuasa
  telah dilekatkan pada akta yang dibuat di hadapan Notaris yang sama dan hal
  tersebut dinyatakan dalam akta. 
 | 
  
   
Pasal
  47 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  48 
(1)     Isi
  akta tidak boleh diubah atau ditambah, baik berupa penulisan tindih,
  penyisipan, pencoretan, atau penghapusan dan menggantinya dengan yang lain. 
(2)     Perubahan
  atas akta berupa penambahan, penggantian, atau pencoretan dalam akta hanya
  sah apabila perubahan tersebut diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh
  penghadap, saksi, dan Notaris. 
 | 
  
   
30. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai
  berikut: 
Pasal 48 
(1)      Isi Akta
  dilarang untuk diubah dengan : 
a.
  diganti; 
b.
  ditambah; 
c.
  dicoret; 
d.
  disisipkan; 
e.
  dihapus; dan/atau 
f.
  ditulis tindih. 
(2)      Perubahan isi Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
  huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dapat dilakukan dan sah jika  perubahan tersebut diparaf atau diberi
  tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris. 
(3)      Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian
  sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang
  menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga
  kepada Notaris. 
 | 
  
   
Pasal 48  
Catatan : hati-hati membuat renvoi, dapat
  mengakibatkan terdegradasi kekuatan hukum akta; 
Pasal 48 s/d Pasal 50 
-       Penghadap yang tidak dapat bertandatangan tidak perlu membubuhkan cap ibu
  jari atau tanda pengesahan lainnya;  
-        
 | 
 
| 
   
Pasal
  49 
(1)     Setiap
  perubahan atas akta dibuat di sisi kiri akta. 
(2)     Apabila
  suatu perubahan tidak dapat dibuat di sisi kiri akta, perubahan tersebut
  dibuat pada akhir akta, sebelum penutup akta, dengan menunjuk bagian yang
  diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan. 
(3)     Perubahan
  yang dilakukan tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan
  tersebut batal. 
 | 
  
   
31. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 49 
(1)     
  Setiap perubahan atas Akta sebagaimana
  dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) dibuat di sisi kiri Akta. 
(2)     
  Dalam hal suatu perubahan tidak dapat
  dibuat di sisi kiri Akta, perubahan tersebut dibuat pada akhir Akta, sebelum penutup Akta, dengan menunjuk bagian yang
  diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan. 
(3)     
  Perubahan yang
  dilakukan tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan tersebut batal. 
(4)   Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
  dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan
  pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak
  yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan
  bunga kepada Notaris. 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  50 
(1)     
  Apabila dalam akta perlu dilakukan pencoretan kata, huruf, atau angka, hal
  tersebut dilakukan demikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan
  yang tercantum semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret
  dinyatakan pada sisi akta. 
(2)     Pencoretan
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah setelah diparaf atau diberi
  tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris. 
(3)     Apabila
  terjadi perubahan lain terhadap perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
  perubahan itu dilakukan pada sisi akta sesuai dengan ketentuan dalam Pasal
  49. 
(4)     Pada
  penutup setiap akta dinyatakan jumlah perubahan, pencoretan, dan penambahan. 
 | 
  
   
32. Ketentuan Pasal 50 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 50 
(1)      Jika dalam Akta perlu dilakukan pencoretan kata, huruf, atau angka,
  pencoretan dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai
  dengan yang tercantum semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret
  dinyatakan pada sisi kiri Akta. 
(2)      Pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah setelah diparaf
  atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris. 
(3)      Dalam hal terjadi perubahan lain terhadap pencoretan sebagaimana dimaksud
  pada ayat (2), perubahan itu dilakukan pada sisi kiri Akta sesuai dengan
  ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2). 
(4)      Pada penutup setiap Akta
  dinyatakan tentang ada atau tidak adanya perubahan atas
  pencoretan. 
(5)   Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
  (3), dan ayat (4), serta dalam Pasal 38 ayat (4) huruf d
  tidak dipenuhi, Akta tersebut hanya
  mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi
  alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya,
  ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  51 
(1)     Notaris
  berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis -dan/atau kesalahan ketik yang
  terdapat paada Minuta Akta yang telah ditandatangani. 
(2)     Pembetulan
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membuat berita acara dan
  memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan
  menyebutkan tanggal dan nomor akta berita acara pembetulan. 
(3)     Salinan
  akta berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan kepada
  para pihak. 
 | 
  
   
33. Ketentuan ayat (2) Pasal 51 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat
  (4) sehingga Pasal 51 berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 51 
(1)      Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis
  dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah
  ditandatangani. 
(2)      Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
  di hadapan penghadap, saksi, dan Notaris yang dituangkan dalam berita acara dan
  memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan
  menyebutkan tanggal dan nomor Akta berita acara pembetulan. 
(3)      Salinan Akta berita acara sebagaimana dimaksud pada
  ayat (2) wajib disampaikan kepada para pihak. 
(4)      Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
  dalam ayat (2) mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian
  sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi pihak yang
  menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga
  kepada Notaris. 
 | 
  
   
Pasal 51 
-       Dibuat dengan mendatangkan penghadap dan dalam Berita Acara Notaril;  
 | 
 
| 
   
Pasal
  52 
(1)     Notaris
  tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang
  lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik karena
  perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah
  dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping
  sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun
  dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa. 
(2)     Ketentuan
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku, apabila orang tersebut pada
  ayat (1) kecuali Notaris sendiri, menjadi penghadap dalam penjualan di muka
  umum, sepanjang penjualan itu dapat dilakukan di hadapan Notaris, persewaan
  umum, atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat yang risalahnya
  dibuat oleh Notaris. 
(3)     Pelanggaran
  terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat akta hanya
  mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan apabila akta itu
  ditandatangani oleh penghadap, tanpa mengurangi kewajiban Notaris yang
  membuat akta itu untuk membayar biaya, ganti rugi, dan Bunga kepada yang
  bersangkutan. 
 | 
  
   
Pasal
  52 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  53 
Akta Notaris tidak boleh
  memuat penetapan atau ketentuan yang memberikan sesuatu hak dan/atau
  keuntungan bagi: 
a.     Notaris,
  istri atau suami Notaris; 
b.     saksi,
  istri atau suami saksi; atau 
c.     orang
  yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris atau saksi, baik hubungan
  darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat maupun
  hubungan perkawinan sampai dengan derajat ketiga. 
 | 
  
   
Pasal
  53 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Bagian
  Kedua 
Grosse
  Akta, Salinan Akta, dan Kutipan Akta 
Pasal
  54 
Notaris hanya dapat
  memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi akta, Grosse Akta,
  Salinan Akta atau Kutipan Akta, kepada orang yang berkepentingan langsung
  pada akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan
  lain oleh peraturan perundang-undangan. 
 | 
  
   
34. Ketentuan Pasal 54 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (2) sebagai
  berikut: 
Pasal
  54 
(1)      Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau
  memberitahukan isi Akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta, kepada
  orang yang berkepentingan langsung padaAkta, ahli waris, atau orang yang
  memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. 
(2)      Notaris yang melanggar ketetnuan
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa: 
a.   
  peringatan tertulis; 
b.   
  pemberhentian sementara;  
c.    
  pemberhentian dengan hormat;
  atau 
d.   
  pemberhentian dengan tidak
  hormat. 
 | 
  
   
35.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  55 
(1)    
  Notaris yang mengeluarkan Grosse Akta membuat catatan pada minuta akta
  mengenai penerima Grosse Akta dan tanggal pengeluaran dan catatan tersebut
  ditandatangani oleh Notaris. 
(2)    
  Grosse Akta pengakuan utang yang dibuat di hadapan Notaris adalah Salinan
  Akta yang mempunyai kekuatan eksekutorial. 
(3)    
  Grosse Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada bagian kepala akta memuat
  frasa "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", dan pada
  bagian akhir atau penutup akta memuat frasa "diberikan sebagai grosse
  pertama", dengan menyebutkan nama orang yang memintanya dan untuk siapa
  grosse dikeluarkan serta tanggal pengeluarannya. 
(4)    
  Grosse Akta kedua dan selanjutnya hanya dapat diberikan kepada orang
  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 berdasarkan penetapan pengadilan. 
 | 
  
   
Pasal
  55 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  56 
(1)     Akta
  originali, Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta yang dikeluarkan oleh
  Notaris wajib dibubuhi teraan cap/stempel. 
(2)     Teraan
  cap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus pula dibubuhkan pada salinan
  surat yang dilekatkan pada Minuta Akta. 
(3)    
  Surat di bawah tangan yang disahkan atau dilegalisasi, surat di bawah tangan
  yang didaftar dan pencocokan fotokopi oleh Notaris wajib diberi teraan
  cap/stempel serta paraf dan tanda tangan Notaris. 
 | 
  
   
Pasal
  56 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  57 
Grosse Akta, Salinan Akta,
  Kutipan Akta Notaris, atau pengesahan surat di bawah tangan yang dilekatkan
  pada akta yang disimpan dalam Protokol Notaris, hanya dapat dikeluarkan oleh
  Notaris yang membuatnya, Notaris Pengganti, atau pemegang Protokol Notaris
  yang sah. 
 | 
  
   
Pasal
  57 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Bagian
  Ketiga 
Pembuatan,
  Penyimpanan, dan Penyerahan Protokol Notaris 
Pasal
  58 
(1)    
  Notaris membuat daftar akta, daftar surat di bawah tangan yang disahkan,
  daftar surat di bawah tangan yang dibukukan, dan daftar surat lain yang
  diwajibkan oleh Undang-Undang ini. 
(2)     Dalam
  daftar akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris setiap hari mencatat
  semua akta yang dibuat oleh atau di hadapannya, baik dalam bentuk Minuta Akta
  maupun originali, tanpa sela-sela kosong,, masing-masing dalam ruang yang
  ditutup dengan garis-garis tinta, dengan mencantumkan nomor unit, nomor
  bulanan, tanggal, sifat akta, dan nama semua orang yang bertindak baik untuk
  dirinya sendiri maupun sebagai kuasa orang lain. 
(3)     Akta
  yang dikeluarkan dalam bentuk originali yang dibuat dalam rangkap 2 (dua)
  atau lebih pada saat yang sama, dicatat dalam daftar dengan satu nomor. 
(4)     Setiap
  halaman dalam daftar diberi nomor unit dan diparaf oleh Majelis Pengawas
  Daerah, kecuali pada halaman pertama dan terakhir ditandatangani oleh Majelis
  Pengawas Daerah. 
(5)     Pada
  halaman sebelum halaman pertama dicantumkan keterangan tentang jumlah halaman
  daftar akta yang ditandatangani oleh Majelis Pengawas Daerah. 
(6)     Dalam
  daftar surat di bawah tangan yang disahkan dan daftar surat di bawah tangan
  yang dibukukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris setiap hari
  mencatat surat di bawah tangan yang disahkan atau dibukukan, tanpa sela-sela
  kosong, masing-masing dalam ruang yang ditutup dengan garis-garis tinta,
  dengan mencantumkan nomor unit, tanggal, sifat surat, dan nama semua orang yang
  bertindak baik untuk dirinya sendiri maupun sebagai kuasa orang lain. 
 | 
  
   
Pasal
  58 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  59 
(1)     Notaris
  membuat daftar klapper untuk daftar akta dan daftar surat di bawah tangan
  yang disahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1), disusun menurut
  abjad dan dikerjakan setiap bulan. 
(2)     Daftar
  klapper sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat nama semua orang yang
  menghadap dengan menyebutkan. di belakang tiap-tiap nama, sifat, dan nomor
  akta, atau surat yang dicatat dalam daftar akta dan daftar surat di bawah
  tangan. 
 | 
  
   
Pasal
  59 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  60 
(1)     Akta
  yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris Pengganti atau Notaris Pengganti
  Khusus dicatat dalam daftar akta. 
(2)     Surat
  di bawah tangan yang disahkan dan surat di bawah tangan yang dibukukan,
  dicatat dalam daftar surat di bawah tangan yang disahkan dan daftar surat di
  bawah tangan yang dibukukan. 
 | 
  
   
36. Ketentuan ayat (1) Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal
  60 
(1)      Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris Pengganti
  dicatat dalam daftar akta. 
(2)      Surat di bawah tangan yang disahkan dan surat di bawah
  tangan yang dibukukan, dicatat dalam daftar surat di bawah tangan yang
  disahkan dan daftar surat di bawah tangan yang dibukukan. 
 | 
  
   
37.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  61 
(1)     Notaris,
  secara sendiri atau melalui kuasanya, menyampaikan secara tertulis salinan
  yang telah disahkannya dari daftar akta dan daftar lain yang dibuat pada
  bulan sebelumnya paling lama 15 (lima belas) hari pada bulan berikutnya
  kepada Majelis Pengawas Daerah. 
(2)     Apabila
  dalam waktu 1 (satu) bulan Notaris tidak membuat akta, Notaris, secara
  sendiri atau melalui kuasanya menyampaikan hal tersebut secara tertulis
  kepada Majelis Pengawas Daerah dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
  (1). 
 | 
  
   
Pasal
  61 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  62 
Penyerahan Protokol Notaris
  dilakukan dalam hal Notaris: 
a.    meninggal
  dunia; 
b.    telah
  berakhir masa jabatannya;  
c.    minta
  sendiri; 
d.    tidak
  mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan sebagai
  Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;  
e.    diangkat
  menjadi pejabat negara;  
f.     pindah
  wilayah jabatan; 
g.    diberhentikan
  sementara; atau 
h.    diberhentikan
  dengan tidak hormat. 
 | 
  
   
Pasal
  62 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal 63 
(1)     Penyerahan
  Protokol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan paling lama 30 (tiga
  puluh) hari dengan pembuatan berita acara penyerahan Protokol Notaris yang
  ditandatangani oleh yang menyerahkan dan yang menerima Protokol Notaris. 
(2)     Dalam
  hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a, penyerahan Protokol
  Notaris dilakukan oleh ahli waris Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk
  oleh Majelis Pengawas Daerah. 
(3)     Dalam
  hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf g, penyerahan Protokol
  Notaris dilakukan oleh Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis
  Pengawas Daerah jika pemberhentian sementara lebih dari 3 (tiga) bulan. 
(4)     Dalam
  hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf b, huruf c, huruf d,
  huruf f, atau huruf h, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh Notaris
  kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas
  Daerah. 
(5)     Protokol
  Notaris dari Notaris lain yang pada waktu penyerahannya berumur 25 (dua puluh
  lima) tahun atau lebih diserahkan oleh Notaris penerima Protokol Notaris
  kepada Majelis Pengawas Daerah. 
 | 
  
   
38. Ketentuan Pasal 63 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (6) sehingga Pasal
  63 berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 63 
(1)   Penyerahan Protokol sebagaimana dimaksud
  dalam Pasal 62 dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari dengan pembuatan
  berita acara penyerahan Protokol Notaris yang ditandatangani oleh yang
  menyerahkan dan yang menerima Protokol Notaris. 
(2)   Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud
  dalam Pasal 62 huruf a, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh ahli waris
  Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah. 
(3)   Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud
  dalam Pasal 62 huruf g, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh Notaris
  kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah jika
  pemberhentian sementara lebih dari 3 (tiga) bulan. 
(4)   Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud
  dalam Pasal 62 huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, atau huruf h, penyerahan
  Protokol Notaris dilakukan oleh Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh
  Menteri atas usul Majelis Pengawas Daerah. 
(5)   Protokol Notaris
  dari Notaris lain yang pada waktu penyerahannya berumur 25 (dua puluh lima)
  tahun atau lebih diserahkan oleh Notaris penerima Protokol Notaris kepada
  Majelis Pengawas Daerah.  
(6)   Dalam hal Protokol Notaris tidak diserahkan
  dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
  Majelis Pengawas Daerah berwenang untuk mengambil Protokol Notaris. 
 | 
  
   
39.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  64 
(1)     Protokol
  Notaris dari Notaris yang diangkat menjadi pejabat negara diserahkan kepada
  Notaris yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah. 
(2)     Notaris
  pemegang Protokol Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang
  mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta. 
 | 
  
   
Pasal
  64 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal 65 
Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus,
  dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang
  dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada
  pihak penyimpan Protokol Notaris. 
 | 
  
   
40. Ketentuan Pasal 65
  diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
   Pasal 65          
Notaris, Notaris
  Pengganti, dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap akta
  yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan
  kepada pihak penyimpan Protokol Notaris. 
 | 
  
   
41.  
 | 
 
| 
   | 
  
   
42. Di antara Pasal 65
  dan Pasal 66 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 65A yang berbunyi sebagai
  berikut :  
Pasal 65A 
Notaris yang melanggar ketentuan Pasal 58 dan Pasal 59 dapat
  dikenai sanksi berupa : 
a.        
  peringatan tertulis; 
b.        
  pemberhentian sementara; 
c.         
  pemberhentian dengan hormat; atau 
d.        
  pemberhentian dengan tidak hormat. 
 | 
  
   
43.  
 | 
 
| 
   
PENGAMBILAN
  MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS 
 | 
  
   
44. Judul Bab VIII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 
PENGAMBILAN
  FOTOKOPI MINUTA AKTA  
DAN   PEMANGGILAN NOTARIS 
 | 
  
   
45.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  66 
(1)     Untuk
  kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan
  persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang: 
a.   mengambil
  fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta
  atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan 
b.   memanggil
  Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang
  dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. 
(2)     Pengambilan
  fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
  huruf a, dibuat berita acara penyerahan. 
 | 
  
   
46. Ketentuan ayat (1) Pasal 66 diubah serta ditambah 2 (dua) ayat, yakni
  ayat (3) dan ayat (4) sehingga Pasal 66 berbunyi sebagai berikut :  
Pasal 66 
(1)     
  Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik,
  penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang: 
a.   
  mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau
  surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam
  penyimpanan Notaris; dan 
b.   
  memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan
  yang berkaitan dengan Akta atau Protokol
  Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. 
(2)     
  Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau
  surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara
  penyerahan. 
(3)     
  Majelis kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya  
(4)     
  Dalam hal majelis kehormatan Notaris tidak
  memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
  majelis kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan. 
 | 
  
   
47.  
 | 
 
| 
   | 
  
   
48.   Di antara Pasal 66 dan Pasal 67 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal
  66A sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 66A 
(1)      Dalam melaksanakan pembinaan, Menteri membentuk majelis
  kehormatan Notaris. 
(2)      Majelis kehormatan Notaris berjumlah 7 (tujuh) orang, terdiri atas unsur: 
a.   
  Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; 
b.   
  pemerintah sebanyak 2 (dua) orang; dan 
c.     ahli atau akademisi sebanyak 2 (dua) orang. 
(3)      Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi, syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian,
  struktur organisasi, tata kerja, dan anggaran majelis
  kehormatan Notaris diatur dengan Peraturan Menteri. 
 | 
  
   
49.    
 | 
 
| 
   
PENGAWASAN 
Bagian
  Pertama 
Umum 
Pasal
  67 
(1)     Pengawasan
   atas Notaris
  dilakukan oleh Menteri. 
(2)     Dalam
  melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri membentuk
  Majelis Pengawas. 
(3)     Majelis
  Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah 9 (sembilan) orang,
  terdiri atas unsur: 
a.  pemerintah
  sebanyak 3 (tiga) orang;  
b.  organisasi Notaris
  sebanyak 3 (tiga) orang; dan  
c.  ahli/akademisi
  sebanyak 3 (tiga) orang. 
(4)     Dalam
  hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah sebagaimana
  dimaksud pada ayat (3) huruf a, keanggotaan dalam Majelis Pengawas diisi dari
  unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.  
(5)     Pengawasan
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan
  jabatan Notaris. 
(6)     Ketentuan
  mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi Notaris
  Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris. 
 | 
  
   
50. Ketentuan ayat (3) dan ayat (6) Pasal 67 diubah   sehingga berbunyi sebagai berikut :  
Pasal
  67 
(1)     Pengawasan
   atas Notaris
  dilakukan oleh Menteri. 
(2)     Dalam
  melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri membentuk
  Majelis Pengawas. 
(3)     Majelis
  Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah 9 (sembilan) orang,
  terdiri atas unsur: 
a.  pemerintah
  sebanyak 3 (tiga) orang;  
b.  organisasi Notaris
  sebanyak 3 (tiga) orang; dan  
c.  ahli atau akademisi
  sebanyak 3 (tiga) orang. 
(4)     Dalam
  hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah sebagaimana
  dimaksud pada ayat (3) huruf a, keanggotaan dalam Majelis Pengawas diisi dari
  unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.  
(5)     Pengawasan
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan
  jabatan Notaris. 
(6)     Ketentuan
  mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi Notaris
  Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris. 
 | 
  
   
51.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  68 
Majelis Pengawas sebagaimana
  dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) terdiri atas: 
a.     Majelis
  Pengawas Daerah; 
b.    
  Majelis Pengawas Wilayah; dan 
c.     Majelis
  Pengawas Pusat. 
 | 
  
   
Pasal
  68 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Bagian
  Kedua 
Majelis
  Pengawas Daerah 
Pasal
  69 
(1)    
  Majelis Pengawas Daerah dibentuk di kabupaten atau kota. 
(2)     Keanggotaan
  Majelis Pengawas Daerah terdiri atas unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam
  Pasal 67 ayat (3). 
(3)    
  Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah dipilih dari dan oleh anggota
  sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 
(4)    
  Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah adalah 3
  (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali. 
(5)    
  Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang
  ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Daerah. 
 | 
  
   
52. Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 69 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni
  ayat (2a) sehingga Pasal 69 berbunyi sebagai berikut :  
Pasal 69 
(1) Majelis Pengawas Daerah dibentuk di Kabupaten/ Kota. 
(2) Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah terdiri atas unsur sebagaimana
  dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3). 
(2a)
  Dalam hal di suatu Kabupaten/Kota, jumlah Notaris tidak sebanding dengan
  jumlah anggota Majelis Pengawas Daerah, dapat dibentuk Majelis Pengawas Daerah
  gabungan untuk beberapa Kabupaten/Kota. 
(3)  Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah dipilih dari dan oleh
  anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 
(4)  Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah
  adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali. 
(5)  Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang
  ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Daerah. 
 | 
  
   
53.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  70 
Majelis Pengawas Daerah
  berwenang: 
a.      
  menyelenggarakan sidang untuk. memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik
  Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris; 
b.      
  melakukan pemeriksaan; terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali
  dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu; 
c.      
  memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan; 
d.      
  menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang
  bersangkutan; 
e.      
  menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima
  Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih; 
f.       menunjuk
  Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris yang
  diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4); 
g.      
  menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik
  Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini; dan 
h.       membuat
  dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c,
  huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g kepada Majelis Pengawas Wilayah. 
 | 
  
   
Pasal
  70 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  71 
Majelis Pengawas Daerah
  berkewajiban: 
a.       mencatat
  pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris dengan menyebutkan tanggal
  pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah surat di bawah tangan yang disahkan dan
  yang dibuat sejak tanggal pemeriksaan terakhir; 
b.      
  membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Majelis Pengawas
  Wilayah setempat, dengan tembusan k°pada Notaris yang bersangkutan,
  Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Pusat; 
c.       merahasiakan
  isi akta dan hasil pemeriksaan; 
d.      
  menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari
  Notaris dan merahasiakannya; 
e.      
  memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan hasil
  pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga
  puluh) hari, dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang
  bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris. 
f.       
  menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti. 
 | 
  
   
Pasal
  71 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Bagian
  Ketiga 
Majelis
  Pengawas Wilayah 
Pasal
  72 
(1)    Majelis
  Pengawas Wilayah dibentuk dan berkedudukan di ibukota provinsi. 
(2)    Keanggotaan
  Majelis Pengawas Wilayah terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
  67 ayat (3). 
(3)    Ketua
  dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Wilayah dipilih dari dan oleh anggota
  sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 
(4)    Masa
  jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Wilayah adalah 3
  (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali. 
(5)    Majelis
  Pengawas Wilayah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang ditunjuk
  dalam Rapat Majelis Pengawas Wilayah. 
 | 
  
   
Pasal
  72 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  73 
(1)     
  Majelis Pengawas Wilayah berwenang: 
a.   menyelenggarakan
  sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang
  disampaikan melalui Majelis Pengawas Wilayah; 
b.   memanggil
  Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana
  dimaksud pada huruf a; 
c.   memberikan izin cuti lebih
  dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun; 
d.   memeriksa
  dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak cuti yang
  diajukan oleh Notaris pelapor; 
e. 
  memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis; 
f.   mengusulkan
  pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa: 
1)       pemberhentian
  sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan; atau 
2)       pemberhentian
  dengan tidak hormat. 
g.   membuat
  berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud
  pada huruf e dan huruf f. 
(2)     Keputusan
  Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e bersifat
  final. 
(3)     Terhadap
  setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
  dan huruf f dibuatkan berita acara. 
 | 
  
   
54. Ketentuan Pasal 73 ayat (1) huruf a dan huruf e diubah serta huruf g
  dihapus sehingga Pasal 73 berbunyi sebagai berikut :  
Pasal 73 
(1)    Majelis Pengawas Wilayah berwenang: 
a.   
  menyelenggarakan sidang untuk
  memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang dapat
  disampaikan melalui Majelis Pengawas Daerah; 
b. memanggil
  Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana
  dimaksud pada huruf a; 
c.   
  memberikan izin cuti lebih
  dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun; 
d.   
  memeriksa dan memutus atas
  keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak cuti yang diajukan oleh
  Notaris pelapor; 
e.   
  memberikan sanksi baik
  peringatan lisan maupun peringatan tertulis; 
f.    
   mengusulkan pemberian sanksi terhadap
  Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa: 
1)    pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan
  sampai dengan 6 (enam) bulan; atau  
1)        
  pemberhentian dengan tidak hormat. 
g.   
  Dihapus.  
(2)    Keputusan Majelis Pengawas Wilayah
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e bersifat final. 
(3)    Terhadap
  setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
  dan huruf f dibuatkan berita acara. 
 | 
  
   
55.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  74 
(1)     Pemeriksaan
  dalam sidang Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
  ayat (1) huruf a bersifat tertutup untuk umum. 
(2)     Notaris
  berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan dalam sidang Majelis Pengawas
  Wilayah. 
 | 
  
   
Pasal
  74 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  75 
Majelis Pengawas Wilayah
  berkewajiban: 
a.       menyampaikan
  keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a, huruf c,
  huruf d, huruf e, dan huruf f kepada Notaris yang bersangkutan dengan
  tembusan kepada Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris; dan 
b.      
  menyampaikan pengajuan banding dari Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat
  terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti. 
 | 
  
   
Pasal
  75 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Bagian
  Keempat 
Majelis
  Pengawas Pusat 
Pasal
  76 
(1)     Majelis
  Pengawas Pusat dibentuk dan berkedudukan di ibukota negara. 
(2)    
  Keanggotaan Majelis Pengawas Pusat terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud
  dalam Pasal 67 ayat (3). 
(3)    
  Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat dipilih dari dan oleh anggota
  sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 
(4)    
  Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Pusat. adalah 3
  (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali. 
(5)    
  Majelis Pengawas Pusat dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang
  ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Pusat. 
 | 
  
   
Pasal
  76 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  77 
Majelis Pengawas Pusat
  berwenang: 
a.     
  menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat
  banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti; 
b.      memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan
  pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a; 
c.     
  menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara; dan 
d.     
  mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada
  Menteri. 
 | 
  
   
Pasal
  77 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  78 
(1)     Pemeriksaan
  dalam sidang Majelis Pengawas Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf
  a bersifat terbuka untuk umum. 
(2)     Notaris
  berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan sidang Majelis Pengawas Pusat. 
 | 
  
   
Pasal
  78 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  79 
Majelis Pengawas Pusat
  berkewajiban menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf
  a kepada Menteri dan Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis
  Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah yang bersangkutan serta
  Organisasi Notaris. 
 | 
  
   
Pasal
  79 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  80 
(1)     Selama
  Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya, Majelis Pengawas Pusat
  mengusulkan seorang pejabat sementara Notaris kepada Menteri. 
(2)     Menteri
  menunjuk Notaris yang akan menerima Protokol Notaris dari Notaris yang
  diberhentikan sementara. 
 | 
  
   
Pasal
  80 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  81 
Ketentuan lebih lanjut
  mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota, susunan organisasi
  dan tata kerja, serta tata cara pemeriksaan Majelis Pengawas diatur dengan
  Peraturan Menteri. 
 | 
  
   
56. Ketentuan Pasal 81
  diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :  
Pasal
  81 
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan
  dan pemberhentian anggota, susunan organisasi dan tata kerja, anggaran serta
  tata cara pemeriksaan Majelis Pengawas diatur dengan Peraturan Menteri. 
 | 
  
   
57.  
 | 
 
| 
   
ORGANISASI
  NOTARIS 
Pasal
  82 
(1)     Notaris
  berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris. 
(2)     Ketentuan
  mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, dan susunan organisasi
  ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. 
 | 
  
   
58. Ketentuan Pasal 82 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :  
Pasal
  82 
(1)      Notaris berhimpun dalam
  satu wadah Organisasi Notaris. 
(2)      Wadah
  Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan Notaris  
(3)      Organisasi
  Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu-satunya wadah
  profesi Notaris yang bebas dan mandiri yang dibentuk dengan maksud dan tujuan
  untuk meningkatkan kualitas profesi Notaris. 
(4)      Ketentuan mengenai
  tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, dan susunan organisasi ditetapkan dalam
  Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi Notaris. 
(5)      Ketentuan mengenai penetapan, pembinaan, dan
  pengawasan Organisasi Notaris diatur dengan Peraturan
  Menteri. 
 | 
  
   
Pasal 82 
Usulan utk Peraturan Menteri : oleh karena ayat
  3 dan ayat 5 bertentangan, agar ditunda pembuatan PerMen ttg pasal ini; 
 | 
 
| 
   
Pasal
  83 
(1)     Organisasi
  Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris. 
(2)     Organisasi Notaris
  memiliki buku daftar anggota dan salinannya disampaikan kepada Menteri dan
  Majelis Pengawas 
 | 
  
   
Pasal
  83 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
KETENTUAN
  SANKSI 
Pasal
  84 
Tindakan pelanggaran yang
  dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
  ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48,
  Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52 yang mengakibatkan suatu akta
  hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu
  akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita
  kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan Bunga kepada
  Notaris. 
 | 
  
   
59. Ketentuan Bab XI
  dihapus 
KETENTUAN
  SANKSI 
Pasal
  84 
Dihapus 
 | 
  
   
60.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  85 
Pelanggaran ketentuan
  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 16 ayat (1) huruf a, Pasal 16 ayat
  (1). huruf b, Pasal 16 ayat (1) huruf c, Pasal 16 ayat (1) huruf d, Pasal 16
  ayat (1) huruf e, Pasal 16 ayat (1) huruf f, Pasal 16 ayat (1) huruf g, Pasal
  16 ayat (1) huruf h, Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf j,
  Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37,
  Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, dan/atau Pasal 63, dapat dikenai sanksi berupa: 
a.     teguran
  lisan; 
b.     teguran
  tertulis; 
c.     pemberhentian
  sementara; 
d.    
  pemberhentian dengan hormat; atau  
e.    
  pemberhentian dengan tidak hormat. 
 | 
  
   
Pasal
  85 
Dihapus 
 | 
  
   | 
 
| 
   
KETENTUAN
  PERALIHAN 
Pasal
  86 
Pada saat Undang-Undang ini
  mulai berlaku, peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan jabatan Notaris
  tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan
  Undang-Undang ini. 
 | 
  
   
KETENTUAN
  PERALIHAN 
 Pasal 86 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  87 
Notaris yang telah diangkat
  pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai Notaris
  sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 
 | 
  
   
Pasal
  87 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  88 
Pada saat Undang-Undang ini
  mulai berlaku, permohonan untuk diangkat menjadi Notaris yang sudah memenuhi
  persyaratan secara lengkap dan masih dalam proses penyelesaian, tetap
  diproses berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama. 
 | 
  
   
61. Ketentuan Pasal 88
  diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 
Pasal
  88 
Pada saat
  Undang-Undang ini mulai berlaku:  
a.   
   pengajuan
  permohonan sebagai Notaris yang sedang diproses, tetap diproses berdasarkan
  Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. 
b.     Masa magang yang telah dijalani calon
  Notaris tetap diperhitungkan berdasarkan persyaratan yang diatur dalam
  Undang-Undang ini. 
 | 
  
   
62.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  89 
Pada saat Undang-Undang ini
  mulai berlaku, Kode Etik Notaris yang sudah ada tetap berlaku sampai ditetapkan Kode
  Etik yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. 
 | 
  
   
Pasal
  89 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
Pasal
  90 
Lulusan pendidikan Spesialis
  Notariat yang belum diangkat sebagai Notaris pada saat
  Undang-Undang ini mulai berlaku tetap dapat diangkat menjadi Notaris menurut
  Undang-Undang ini. 
 | 
  
   
Pasal
  90 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   
KETENTUAN
  PENUTUP 
Pasal
  91 
Pada saat Undang-Undang ini
  mulai berlaku: 
1.   Reglement
  op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb 1860:3) sebagaimana telah diubah
  terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1945 Nomor 101; 
2.   Ordonantie
  16 September 1931 tentang Honorarium Notaris; 
3.   Undang-Undang
  Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara
  (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 700); 
4.   Pasal 54
  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2
  Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
  2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379); dan 
5.   Peraturan
  Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris, 
dicabut dan dinyatakan tidak
  berlaku. 
 | 
  
   
Pasal
  91 
Tetap 
 | 
  
   | 
 
| 
   | 
  
   
63. Di antara Pasal 91 dan Pasal 92 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 91A
  dan Pasal 91 B yang  berbunyi sebagai
  berikut: 
Pasal 91A 
Ketentuan mengenai tata cara
  penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 92), Pasal 16 ayat
  (11) dan ayat (13), Pasal 17 ayat (2), Pasal 19 ayat (3), Pasal 32 ayat (4),
  Pasal 37 ayat (2), Pasal 54 ayat (2), dan Pasal 65A diatur dalam Peraturan
  Menteri. 
Pasal 91B 
Peraturan pelaksanaan atas
  Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak
  Undang-Undang ini diundangkan. 
 | 
  
   
64.  
 | 
 
| 
   
Pasal
  92 
Undang-Undang ini mulai
  berlaku pada tanggal diundangkan. 
Agar setiap orang
  mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
  penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 
 | 
  
   
Pasal
  92 
Undang-Undang ini mulai
  berlaku pada tanggal diundangkan. 
Agar setiap orang
  mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
  penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 
 | 
  
   | 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar