Rabu, 04 September 2019

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF



PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006

TENTANG

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG WAKAF

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang        :  bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14, Pasal 21, Pasal 31, Pasal 39, Pasal 41, Pasal 46, Pasal 66, dan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

Mengingat           :  1.   Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.   Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459).

MEMUTUSKAN:
Menetapkan        :  PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF.


BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.      Wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah.
2.      Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
3.      Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak Wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
4.      Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
5.      Mauquf alaih adalah pihak yang ditunjuk untuk memperoleh manfaat dari peruntukan harta benda wakaf sesuai pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf.
6.      Akta Ikrar Wakaf, yang selanjutnya disingkat AIW adalah bukti pernyataan kehendak Wakif untuk mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola Nazhir sesuai dengan peruntukan harta benda wakaf yang dituangkan dalam bentuk akta.
7.      Sertifikat Wakaf Uang adalah surat bukti yang dikeluarkan oleh Lembaga Keuangan Syariah kepada Wakif dan Nazhir tentang penyerahan wakaf uang.
8.      Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, yang selanjutnya disingkat PPAIW, adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat Akta Ikrar Wakaf.
9.      Lembaga Keuangan Syariah, yang selanjutnya disingkat LKS adalah badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang keuangan Syariah.
10.  Bank Syariah adalah Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dari Bank Umum konvensional serta Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
11.  Badan Wakaf Indonesia, yang selanjutnya disingkat BWI, adalah lembaga independen dalam pelaksanaan tugasnya untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.
12.  Kepala Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disingkat dengan Kepala KUA adalah pejabat Departemen Agama yang membidangi urusan agama Islam di tingkat kecamatan.
13.  Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.

BAB II
NAZHIR

Bagian Kesatu

Umum


Pasal 2
Nazhir meliputi:
a.      perseorangan;
b.      organisasi; atau
c.      badan hukum.

Pasal 3

(1)   Harta benda wakaf harus didaftarkan atas nama Nazhir untuk kepentingan pihak yang dimaksud dalam AIW sesuai dengan peruntukannya.
(2)   Terdaftarnya harta benda wakaf atas nama Nazhir tidak membuktikan kepemilikan Nazhir atas harta benda wakaf.
(3)   Penggantian Nazhir tidak mengakibatkan peralihan harta benda wakaf yang bersangkutan.

Bagian Kedua
Nazhir Perseorangan

Pasal 4
(1)   Nazhir perseorangan ditunjuk oleh Wakif dengan memenuhi persyaratan menurut undang-undang.
(2)   Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat.
(3)   Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pendaftaran Nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan Badan Wakaf Indonesia di provinsi/kabupaten/ kota.
(4)   BWI menerbitkan tanda bukti pendaftaran Nazhir.
(5)   Nazhir perseorangan harus merupakan suatu kelompok yang terdiri dari paling sedikit 3 (tiga) orang, dan salah seorang diangkat menjadi ketua.

(6)   Salah seorang Nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus bertempat tinggal di kecamatan tempat benda wakaf berada.

Pasal 5

(1)  Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berhenti dari kedudukannya apabila:
a.      meninggal dunia;
b.      berhalangan tetap;
c.      mengundurkan diri; atau
d.      diberhentikan oleh BWI.
(2) Berhentinya salah seorang Nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan berhentinya Nazhir perseorangan lainnya.

Pasal 6

(1)   Apabila diantara Nazhir perseorangan berhenti dari kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, maka Nazhir yang ada harus melaporkan ke Kantor Urusan Agama untuk selanjutnya diteruskan kepada BWI paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal berhentinya Nazhir perseorangan, yang kemudian pengganti Nazhir tersebut akan ditetapkan oleh BWI.
(2)   Dalam hal diantara Nazhir perseorangan berhenti dari kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal S untuk wakaf dalam jangka waktu terbatas dan wakaf dalam jangka waktu tidak terbatas, maka Nazhir yang ada memberitahukan kepada Wakif atau ahli waris Wakif apabila Wakif sudah meninggal dunia.
(3)   Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat, laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan Nazhir melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan BWI di provinsi / kabupaten / kota.
(4)  Apabila Nazhir dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan tugasnya, maka Kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada BWI untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir.

Bagian Ketiga
Nazhir Organisasi

Pasal 7
(1)  Nazhir organisasi wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat.
(2) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendaftaran Nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan BWI di provinsi/kabupaten/kota.
(3)  Nazhir organisasi merupakan organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.      pengurus organisasi harus memenuhi persyaratan Nazhir perseorangan;
b.      salah seorang pengurus organisasi harus berdomisili di kabupaten/kota letak benda wakaf berada;
c.      memiliki:
1.      salinan akta notaris tentang pendirian dan anggaran dasar;
2.      daftar susunan pengurus;
3.      anggaran rumah tangga;
4.      program kerja dalam pengembangan wakaf;

5.      daftar kekayaan yang berasal dari harta wakaf yang terpisah dari kekayaan lain atau yang merupakan kekayaan organisasi; dan
6.      surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
(4)   Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilampirkan pada permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5)   Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum penandatanganan AIW.

Pasal 8

(1)   Nazhir organisasi bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar organisasi yang bersangkutan.
(2)   Apabila salah seorang Nazhir yang diangkat oleh Nazhir organisasi meninggal, mengundurkan diri, berhalangan tetap dan/atau dibatalkan kedudukannya sebagai Nazhir, maka Nazhir yang bersangkutan harus diganti.

Pasal 9

(1)   Nazhir perwakilan daerah dari suatu organisasi yang tidak melaksanakan tugas dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam AIW, maka pengurus pusat organisasi bersangkutan wajib menyelesaikannya baik diminta atau tidak oleh BWI.
(2)   Dalam hal pengurus pusat organisasi tidak dapat menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Nazhir organisasi dapat diberhentikan dan diganti hak kenazhirannya oleh BWI dengan memperhatikan saran dan pertimbangan MUI setempat.
(3)   Apabila Nazhir organisasi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan tugasnya, maka Kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada BWI untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir.

Pasal 10

Apabila salah seorang Nazhir yang diangkat oleh Nazhir organisasi meninggal, mengundurkan diri, berhalangan tetap dan/atau dibatalkan kedudukannya sebagai Nazhir yang diangkat oleh Nazhir organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), maka organisasi yang bersangkutan harus melaporkan kepada KUA untuk selanjutnya diteruskan kepada BWI paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak kejadian tersebut.

Bagian Keempat
Nazhir Badan Hukum

Pasal 11
(1)   Nazhir badan hukum wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat.
(2)   Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendaftaran Nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan BWI di provinsi/ kabupaten / kota.
(3) Nazhir badan hukum yang melaksanakan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a.      badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam;
b.      pengurus badan hukum harus memenuhi persyaratan Nazhir perseorangan;
c.      salah seorang pengurus badan hukum harus berdomisili di kabupaten/kota benda wakaf berada;
d.      memiliki:
1.      salinan akta notaris tentang pendirian dan anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi berwenang;
2.      daftar susunan pengurus;
3.      anggaran rumah tangga;
4.      program kerja dalam pengembangan wakaf;
5.      daftar terpisah kekayaan yang berasal dari harta benda wakaf atau yang merupakan kekayaan badan hukum; dan
6.      surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
(4)   Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dilampirkan pada permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 12

(1)   Nazhir perwakilan daerah dari suatu badan hukum yang tidak melaksanakan tugas dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam AIW, maka pengurus pusat badan hukum bersangkutan wajib menyelesaikannya, baik diminta atau tidak oleh BWI.
(2)   Dalam hal pengurus pusat badan hukum tidak dapat menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Nazhir badan hukum dapat diberhentikan dan diganti hak kenazhirannya oleh BWI dengan memperhatikan saran dan pertimbangan MUI setempat.
(3)   Apabila Nazhir badan hukum dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan tugasnya, maka Kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada BWI untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir.

Bagian Kelima
Tugas dan Masa Bakti Nazhir

Pasal 13
(1)   Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 7 dan Pasal 11 wajib mengadministrasikan, mengelola, mengembangkan, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
(2)   Nazhir wajib membuat laporan secara berkala kepada Menteri dan BWI mengenai kegiatan perwakafan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 14

(1)   Masa bakti Nazhir adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali.
(2)   Pengangkatan kembali Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh BWI, apabila yang bersangkutan telah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam periode sebelumnya sesuai ketentuan prinsip syariah dan Peraturan Perundang-undangan.


BAB III


JENIS HARTA BENDA WAKAF, AKTA IKRAR WAKAF

DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA IKRAR WAKAF

Bagian Kesatu
Jenis Harta Benda Wakaf

Pasal 15
Jenis harta benda wakaf meliputi:
a.      benda tidak bergerak;
b.      benda bergerak selain uang; dan
c.      benda bergerak berupa uang.

Paragraf 1
Benda Tidak Bergerak

Pasal 16

Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a meliputi :
a.      hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b.      bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.      tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d.      hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan
e.      benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 17

(1) Hak atas tanah yang dapat diwakafkan terdiri dari:
a.      hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar;
b.      hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah negara;
c.      hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan atau hak milik wajib mendapat izin tertulis pemegang hak pengelolaan atau hak milik;
d.      hak milik atas satuan rumah susun.
(2) Apabila wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dimaksudkan sebagai wakaf untuk selamanya, maka diperlukan pelepasan hak dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik.
(3) Hak atas tanah yang diwakafkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dimiliki atau dikuasai oleh Wakif secara sah serta bebas dari segala sitaan, perkara, sengketa, dan tidak dijaminkan.

Pasal 18

(1)   Benda wakaf tidak bergerak berupa tanah hanya dapat diwakafkan untuk jangka waktu selama-lamanya kecuali wakaf hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c.
(2)   Benda wakaf tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwakafkan beserta bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.
(3)   Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperoleh dari instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, dan pemerintah desa atau sebutan lain yang setingkat dengan itu wajib mendapat izin dari pejabat yang berwenang sesuai Peraturan Perundang-­undangan.


Paragraf 2
Benda Bergerak Selain Uang

Pasal 19
(1)   Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat berpindah atau dipindahkan atau karena ketetapan undang-undang.
(2)   Benda bergerak terbagi dalam benda bergerak yang dapat dihabiskan dan yang tidak dapat dihabiskan karena pemakaian.
(3)   Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakaian tidak dapat diwakalkan, kecuali air dan bahan bakar minyak yang persediaannya berkelanjutan.
(4)  Benda bergerak yang tidak dapat dihabiskan karena pemakaian dapat diwakafkan dengan memperhatikan ketentuan prinsip syariah.

Pasal 20

Benda bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan meliputi:
a.      kapal;
b.      pesawat terbang;
c.      kendaraan bermotor;
d.      mesin atau peralatan industri yang tidak tertancap pada bangunan;
e.      logam dan batu mulia; dan/atau
f.        benda lainnya yang tergolong sebagai benda bergerak karena sifatnya dan memiliki manfaat jangka panjang.

Pasal 21

Benda bergerak selain uang karena Peraturan Perundang­-undangan yang dapat diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagai berikut:
a.   surat berharga yang berupa:
1.      saham;
2.      Surat Utang Negara;
3.      obligasi pada umumnya; dan/atau
4.      surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
b.   Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berupa:
1.      hak cipta;
2.      hak merk;
3.      hak paten;
4.      hak desain industri;
5.   hak rahasia dagang;
6.      hak sirkuit terpadu;
7.      hak perlindungan varietas tanaman; dan/atau
8.      hak Iainnya.

c. hak atas benda bergerak lainnya yang berupa:
1.      hak sewa, hak pakai dan hak pakai hasil atas benda bergerak; atau
2.      perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas benda bergerak.

Paragraf 3
Benda Bergerak Berupa Uang

Pasal 22
(1) Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.
(2) Dalam hal uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, maka harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam rupiah.
(3) Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk:
a.      hadir di Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya;
b.      menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan;
c.      menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke LKS­PWU;
d.      mengisi formulir pernyataan kehendak Wakif yang berfungsi sebagai AIW.
(4)   Dalam hal Wakif tidak dapat hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, maka Wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya.
(5) Wakif dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada Nazhir di hadapan PPAIW yang selanjutnya Nazhir menyerahkan AIW tersebut kepada LKS-PWU.

Pasal 23

Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU).

Pasal 24

(1)  LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 atas dasar saran dan pertimbangan dari BWI.
(2)  BWI memberikan saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mempertimbangkan saran instansi terkait.
(3)  Saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada LKS-PWU yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.      menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri;
b.      melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum;
c.      memiliki kantor operasional di wilayah Republik Indonesia;
d.      bergerak di bidang keuangan syariah; dan
e.    memiliki fungsi menerima titipan (wadi'ah).
(4) BWI wajib memberikan pertimbangan kepada Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah LKS memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5)   Setelah menerima saran dan pertimbangan BWI sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari kerja menunjuk LKS atau menolak permohonan dimaksud.
Pasal 25
LKS-PWU bertugas:
a.      mengumumkan kepada publik atas keberadaannya sebagai LKS Penerima Wakaf Uang;
b.      menyediakan blangko Sertifikat Wakaf Uang;
c.      menerima secara tunai wakaf uang dari Wakif atas nama Nazhir;
d.      menempatkan uang wakaf ke dalam rekening titipan (wadi'ah) atas nama Nazhir yang ditunjuk Wakif;
e.      menerima pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan secara tertulis dalam formulir pernyataan kehendak Wakif;
f.        menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang serta menyerahkan sertifikat tersebut kepada Wakif dan menyerahkan tembusan sertifikat kepada Nazhir yang ditunjuk oleh Wakif; dan
g.      mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri atas nama Nazhir.

Pasal 26

Sertifikat Wakaf Uang sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai:
a.      nama LKS Penerima Wakaf Uang;
b.      nama Wakif;
c.      alamat Wakif;
d.      jumlah wakaf uang;
e.      peruntukan wakaf;
f.        jangka waktu wakaf;
g.      nama Nazhir yang dipilih;
h.      alamat Nazhir yang dipilih; dan
i.         tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat Wakaf Uang.

Pasal 27
Dalam hal Wakif berkehendak melakukan perbuatan hukum wakaf uang untuk jangka waktu tertentu maka pada saat jangka waktu tersebut berakhir, Nazhir wajib mengembalikan jumlah pokok wakaf uang kepada Wakif atau ahli waris/penerus haknya melalui LKS-PWU.

Bagian Kedua
Akta Ikrar Wakaf (AIW)
dan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW)

Paragraf 1
Pembuatan Akta Ikrar Wakaf

Pasal 28
Pembuatan AIW benda tidak bergerak wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan sertifikat hak atas tanah atau sertifikat satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya.

Pasal 29
Pembuatan AIW benda bergerak selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21 wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan bukti pemilikan benda bergerak selain uang.

Pasal 30
(1)   Pernyataan kehendak Wakif dituangkan dalam bentuk AIW sesuai dengan jenis harta benda yang diwakafkan, diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf yang dihadiri oleh Nazhir, Mauquf alaih, dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
(2)   Kehadiran Nazhir dan Mauquf alaih dalam Majelis Ikrar Wakaf untuk wakaf benda bergerak berupa uang dapat dinyatakan dengan surat pernyataan Nazhir dan/atau Mauquf alaih.
(3)   Dalam hal Mauquf alaih adalah masyarakat luas (publik), maka kehadiran Mauquf alaih dalam Majelis lkrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan.
(4)   Pernyataan kehendak Wakif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dalam bentuk wakaf-khairi atau wakaf-ahli.
(5)   Wakaf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperuntukkan bagi kesejahteraan umum sesama kerabat berdasarkan hubungan darah (nasab) dengan Wakif.
(6)   Dalam hal sesama kerabat dari wakaf ahli telah punah, maka wakaf ahli karena hukum beralih statusnya menjadi wakaf khairi yang peruntukannya ditetapkan oleh Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.

Pasal 31

Dalam hal perbuatan wakaf belum dituangkan dalam AIW sedangkan perbuatan wakaf sudah diketahui berdasarkan berbagai petunjuk (qarinah) dan 2 (dua) orang saksi serta AIW tidak mungkin dibuat karena Wakif sudah meninggal dunia atau tidak diketahui lagi keberadaannya, maka dibuat APAIW.

Pasal 32

(1)   Wakif menyatakan ikrar wakaf kepada Nazhir di hadapan PPAIW dalam Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
(2)   Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Mauquf alaih dan harta benda wakaf diterima oleh Nazhir untuk kepentingan Mauquf alaih.
(3)   Ikrar wakaf yang dilaksanakan oleh Wakif dan diterima oleh Nazhir dituangkan dalam AIW oleh PPAIW.
(4) AIW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a.      nama dan identitas Wakif;
b.      nama dan identitas Nazhir;
c.      nama dan identitas saksi;
d.      data dan keterangan harta benda wakaf;
e.      peruntukan harta benda wakaf; dan
f.        jangka waktu wakaf.
(5) Dalam hal Wakif adalah organisasi atau badan hukum, maka nama dan identitas Wakif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a yang dicantumkan dalam akta adalah nama pengurus organisasi atau direksi badan hukum yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar masing-masing.
(6) Dalam hat Nazhir adalah organisasi atau badan hukum, maka nama dan identitas Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b yang dicantumkan dalam akta adalah nama yang ditctapkan oleh pengurus organisasi atau badan hukum yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar masing-masing.

Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, bentuk, isi dan tata cara pengisian AIW atau APAIW untuk benda tidak bergerak dan benda bergerak selain uang diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 2
Tata Cara Pembuatan Akta Ikrar Wakaf

Pasal 34
Tata cara pembuatan AIW benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 dan benda bergerak selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 dilaksanakan sebagai berikut:
a.      sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan;
b.      PPAIW meneliti kelengkapan persyaratan administrasi penvakafan dan keadaan fisik benda wakaf;
c.      dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b terpenuhi, maka pelaksanaan ikrar wakaf dan pembuatan AIW dianggap sah apabila dilakukan dalam Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
d.      AIW yang telah ditandatangani oleh Wakif, Nazhir, 2 (dua) orang saksi, dan/atau Mauquf alaih disahkan oleh PPAIW.
e.      Salinan AIW disampaikan kepada:
1.      Wakif;
2.      Nazhir;
3.    Mauquf alaih;
4.      Kantor Pertanahan kabupaten/kota dalam hal benda wakaf berupa tanah; dan
5.      Instansi berwenang lainnya dalam hal benda wakaf berupa benda tidak bergerak selain tanah atau benda bergerak selain uang.

Pasal 35

(1)   Tata cara pembuatan APAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan berdasarkan permohonan masyarakat atau saksi yang mengetahui keberadaan benda wakaf.
(2)   Permohonan masyarakat atau 2 (dua) orang saksi yang mengetahui dan mendengar perbuatan wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikuatkan dengan adanya petunjuk (qarinah) tentang keberadaan benda wakaf.
(3)   Apabila tidak ada orang yang memohon pembuatan APAIW, maka kepala desa tempat benda wakaf tersebut berada wajib meminta pembuatan APAIW tersebut kepada PPAIW setempat.
(4)   PPAIW atas nama Nazhir wajib menyampaikan APAIW beserta dokumen pelengkap lainnya kepada kepala kantor pertanahan kabupaten/kota setempat dalam rangka pendaftaran wakaf tanah yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan APAIW.

Pasal 36

(1)   Harta benda wakaf wajib diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir dengan membuat berita acara serah terima paling lambat pada saat penandatanganan AIW yang diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
(2)   Didalam berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disebutkan tentang keadaan serta rincian harta benda wakaf yang ditandatangani oleh Wakif dan Nazhir.
(3)   Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan dalam hal serah terima benda wakaf telah dinyatakan dalam AIW.

Bagian Ketiga
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)

Pasal 37
(1)   PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah Kepala KUA dan/atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf.
(2)   PPAIW harta benda wakaf bergerak sclain uang adalah Kepala KUA dan/atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(3)   PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang adalah Pejabat Lembaga Keuangan Syariah paling rendah setingkat Kepala Seksi LKS yang ditunjuk oleh Menteri.
(4)   Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) tidak menutup kesempatan bagi Wakif untuk membuat AIW di hadapan Notaris.
(5)   Persyaratan Notaris sebagai PPAIW diitetapkan oleh Menteri.


BAB IV
TATA CARA PENDAFTARAN
DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF

Bagian Kesatu
Tata Cara Pendaftaran Harta Benda Wakaf

Paragraf 1
Harta Benda Wakaf Tidak Bergerak

Pasal 38
(1)   Pendaftaran harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah dilaksanakan berdasarkan AIW atau APAIW.
(2)   Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan persyaratan sebagai berikut:
a.      sertifikat hak atas tanah atau sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya;
b.      surat pernyataan dari yang bersangkutan bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, perkara, sitaan dan tidak dijaminkan yang diketahui oleh kepala desa atau lurah atau sebutan lain yang setingkat, yang diperkuat oleh camat setempat;
c.      izin dari pejabat yang berwenang sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan dalam hal tanahnya diperoleh dari instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN/BUMD dan pemerintahan desa atau sebutan lain yang setingkat dengan itu;
d. izin dari pejabat bidang pertanahan apabila dalam sertifikat dan keputusan pemberian haknya diperlukan izin pelepasan/peralihan.
e. izin dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik dalam hal hak guna bangunan atau hak pakai yang diwakafkan di atas hak pengelolaan atau hak milik.

Pasal 39

(1)   Pendaftaran sertifikat tanah wakaf dilakukan berdasarkan AIW atau APAIW dengan tata cara sebagai berikut:
a.      terhadap tanah yang sudah berstatus hak milik didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
b.      terhadap tanah hak milik yang diwakafkan hanya sebagian dari luas keseluruhan harus dilakukan pemecahan sertifikat hak milik terlebih dahulu, kemudian didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
c.      terhadap tanah yang belum berstatus hak milik yang berasal dari tanah milik adat langsung didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
d.      terhadap hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b yang telah mendapatkan persetujuan pelepasan hak dari pejabat yang berwenang di bidang pertanahan didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
e.      terhadap tanah negara yang diatasnya berdiri bangunan masjid, musala, makam, didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
f.        Pejabat yang benwenang di bidang pertanahan kabupaten/kota setempat mencatat perwakafan tanah yang bersangkutan pada buku tanah dan sertifikatnya.

(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran wakaf tanah diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat saran dan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di bidang pertanahan.

Paragraf 2
Wakaf Benda Bergerak Selain Uang

Pasal 40
PPAIW mendaftarkan AIW dari:
a.      benda bergerak selain uang yang terdaftar pada instansi yang berwenang;
b.      benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar dan yang memiliki atau tidak memiliki tanda bukti pembelian atau bukti pembayaran didaftar pada BWI, dan selama di daerah tertentu belum dibentuk BWI, maka pcndaftaran tersebut dilakukan di Kantor Departemen Agama setempat.

Pasal 41

(1)   Untuk benda bergerak yang sudah terdaftar, Wakif menyerahkan tanda bukti kepemilikan benda bergerak kepada PPAIW dengan disertai surat keterangan pendaftaran dari instansi yang berwenang yang tugas pokoknya terkait dengan pendaftaran benda bergerak tersebut.
(2)   Untuk benda bergerak yang tidak terdaftar, Wakif menyerahkan tanda bukti pembelian atau tanda bukti pembayaran berupa faktur, kwitansi atau bukti lainnya.
(3)   Untuk benda bergerak yang tidak terdaftar dan tidak memiliki tanda bukti pembelian atau tanda bukti pembayaran, Wakif membuat surat pernyataan kepemilikan atas benda bergerak tersebut yang diketahui oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh instansi pemerintah setempat.

 

Pasal 42

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perwakafan benda bergerak.selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 diatur dengan Peraturan Menteri berdasarkan usul BWI.

Paragraf 3
Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang

Pasal 43
(1)   LKS-PWU atas nama Nazhir mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.
(2)   Pendaftaran wakaf uang dari LKS-PWU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada BWI untuk diadministrasikan.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai administrasi pendaftaran wakaf uang diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Kedua
Pengumuman Harta Benda Wakaf

Pasal 44
(1) PPAIW menyampaikan AIW kepada kantor Departemen Agama dan BW1 untuk dimuat dalam register umum wakaf yang tersedia pada kantor Departemen Agama dan BWI.
(2) Masyarakat dapat mengetahui atau mengakses informasi tentang wakaf benda bergerak selain uang yang termuat dalam register umum yang tersedia pada kantor Departemen Agama dan BWI.

BAB V
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN

Pasal 45
(1)  Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam AIW.
(2)  Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memajukan kesejahteraan umum, Nazhir dapat bekerjasama dengan pihak lain sesuai dengan prinsip syariah.

Pasal 46

Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dari perorangan warga negara asing, organisasi asing dan badan hukum asing yang berskala nasional atau internasional, serta harta benda wakaf terlantar, dapat dilakukan oleh BWI.

Pasal 47

Dalam hal harta benda wakaf berasal dari luar negeri, Wakif harus melengkapi dengan bukti kepemilikan sah harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang­undangan, dan Nazhir harus melaporkan kepada lembaga terkait perihal adanya perbuatan wakaf.

 

Pasal 48

(1)   Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf harus berpedoman pada peraturan BWI.
(2)   Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS dan/atau instrumen keuangan syariah.
(3)   Dalam hal LKS-PWU menerima wakaf uang untuk jangka waktu tertentu, maka Nazhir hanya dapat melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf uang pada LKS-PWU dimaksud.
(4)   Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan pada bank syariah harus mengikuti program lembaga penjamin simpanan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
(5)   Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan dalam bentuk investasi di luar bank syariah harus diasuransikan pada asuransi syariah.


BAB VI
PENUKARAN HARTA BENDA WAKAF

Pasal 49
(1)   Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.
(2)   Izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a.      perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
b.      harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrar wakaf; atau
c.      pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung dan mendesak.

(3)   Selain dari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), izin pertukaran harta benda wakaf hanya dapat diberikan jika:
a.      harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan sah sesuai dengan Peraturan Perundang­-undangan; dan
b.      nilai dan manfaat harta benda penukar sekurang-­kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.
(4) Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditetapkan oleh bupati/walikota berdasarkan rekomendasi tim penilai yang anggotanya terdiri dari unsur:
a.      pemerintah daerah kabupaten/kota;
b.      kantor pertanahan kabupaten/kota;
c.      Majelis Ulama Indonesia (MUI) kabupaten/kota;
d.      kantor Departemen Agama kabupaten/kota; dan
e.      Nazhir tanah wakaf yang bersangkutan.

Pasal 50

Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf b dihitung sebagai berikut:
a.      harta benda penukar memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sekurang-kurangnya sama dengan NJOP harta benda wakaf; dan
b.      harta benda penukar berada di wilayah yang strategis dan mudah untuk dikembangkan.

Pasal 51

Penukaran terhadap harta benda wakaf yang akan diubah statusnya dilakukan sebagai berikut:
a.      Nazhir mengajukan permohonan tukar ganti kepada Menteri melalui Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan menjelaskan alasan perubahan status/tukar menukar tersebut;
b.      Kepala KUA Kecamatan meneruskan permohonan tersebut kepada Kantor Departemen Agama kabupaten/kota;
c.      Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota setelah menerima permohonan tersebut membentuk tim dengan susunan dan maksud seperti dalam Pasal 49 ayat (4), dan selanjutnya bupati/walikota setempat membuat Surat Keputusan;
d.      Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota meneruskan permohonan tersebut dengan dilampiri hasil penilaian dari tim kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama provinsi dan selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri; dan
e.      setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri, maka tukar ganti dapat dilaksanakan dan hasilnya harus dilaporkan oleh Nazhir ke kantor pertanahan dan/atau lembaga terkait untuk pendaftaran lebih lanjut.


BAB VII
BANTUAN PEMBIAYAAN
BADAN WAKAF INDONESIA

Pasal 52
(1)   Bantuan pembiayaan BWI dibebankan kepada APBN selama 10 (sepuluh) tahun pertama melalui anggaran Departemen Agama dan dapat diperpanjang;
(2)   BWI mempertanggungjawabkan bantuan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara berkala kepada Menteri.


BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 53
(1)   Nazhir wakaf berhak memperoleh pembinaan dari Menteri dan BWI.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.      penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional Nazhir wakaf baik perseorangan, organisasi dan badan hukum;
b.      penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas, pengkoordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta benda wakaf;
c.      penyediaan fasilitas proses sertifikasi Wakaf;
d.      penyiapan dan pengadaan blanko-blanko AIW, baik wakaf benda tidak bergerak dan/atau benda bergerak;
e.      penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan wakaf kepada Nazhir sesuai dengan lingkupnya; dan
f.        pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf.

Pasal 54

Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) pemerintah memperhatikan saran dan pertimbangan MUI sesuai dengan tingkatannya.

Pasal 55

(1)   Pembinaan terhadap Nazhir, wajib dilakukan sekurang­-kurangnya sekali dalam setahun.
(2)   Kerjasama dengan pihak ketiga, dalam rangka pembinaan terhadap kegiatan perwakafan di Indonesia dapat dilakukan dalam bentuk penelitian, pelatihan, seminar maupun kegiatan lainnya.
(3)   Tujuan pembinaan adalah untuk peningkatan etika dan moralitas dalam pengelolaan wakaf serta untuk peningkatan profesionalitas pengelolaan dana wakaf.

Pasal 56

(1)   Pengawasan terhadap perwakafan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik aktif maupun pasif.
(2)   Pengawasan aktif dilakukan dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap Nazhir atas pengelolaan wakaf, sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
(3)   Pengawasan pasif dilakukan dengan melakukan pengamatan atas berbagai laporan yang disampaikan Nazhir berkaitan dengan pengelolaan wakaf.
(4)   Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah dan masyarakat dapat meminta bantuan jasa akuntan publik independen.
(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap perwakafan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 57
(1)   Menteri dapat memberikan peringatan tertulis kepada LKS-PWU yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
(2)   Peringatan tertulis paling banyak diberikan 3 (tiga) kali untuk 3 (tiga) kali kejadian yang berbeda.
(3)   Penghentian sementara atau pencabutan izin sebagai LKS­PWU dapat dilakukan setelah LKS-PWU dimaksud telah menerima 3 kali surat peringatan tertulis.
(4)   Penghentian sementara atau pencabutan izin sebagai LKS­PWU dapat dilakukan setelah mendengar pembelaan dari LKS-PWU dimaksud dan/atau rekomendasi dari instansi terkait.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 58
(1) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, harta benda tidak bergerak berupa tanah, bangunan, tanaman dan benda lain yang terkait dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 yang telah diwakafkan secara sah menurut syariah tetapi belum terdaftar sebagai benda wakaf menurut Peraturan Perundang-undangan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dapat didaftarkan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah ini, dengan ketentuan:
a.      dalam hal harta benda wakaf dikuasai secara fisik, dan sudah ada AIW;
b.      dalam hal harta benda wakaf yang tidak dikuasai secara fisik sebagian atau seluruhnya, sepanjang Wakif dan/atau Nazhir bersedia dan sanggup menyelesaikan penguasaan fisik dan dapat membuktikan penguasaan harta benda wakaf tersebut adalah tanpa alas hak yang sah; atau
c.      dalam hal harta benda wakaf yang dikuasai oleh ahli waris Wakif atau Nazhir, dapat didaftarkan menjadi wakaf sepanjang terdapat kesaksian dari pihak yang mengetahui wakaf tersebut dan dikukuhkan dengan penetapan pengadilan.
(2)  Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini:
a.      lembaga non keuangan atau perseorangan yang menerima wakaf uang wajib untuk mengalihkan penerimaan wakaf uang melalui rekening wadi'ah pada LKS-PWU yang ditunjuk oleh Menteri;
b.      lembaga keuangan yang menerima wakaf uang wajib mengajukan permohonan kepada Menteri sebagai LKS­PWU.
(3)  Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, perseorangan, organisasi, atau badan hukum yang mengelola wakaf uang wajib mendaftarkan pada Menteri dan BWI melaui KUA setempat untuk menjadi Nazhir.

Pasal 59

Sebelum BWI terbentuk, tanda bukti pendaftaran Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) diterbitkan oleh Menteri.


BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 60
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, pelaksanaan wakaf yang didasarkan ketentuan Peraturan Perundang­undangan yang berlaku sebelum Peraturan Pemerintah ini sepanjang tidak bertentangan dinyatakan sah sebagai wakaf menurut Peraturan Pemerintah ini.


Pasal 61

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Desember 2006

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


ttd.

DR. H, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Desember 2006

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

ttd.

HAMID AWALUDIN


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 105



              Salinan sesuai dengan aslinya
               SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
      Bidang Politik dan Kesra,


 Wisnu Setiawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar