PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG WAKAF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14,
Pasal 21, Pasal 31, Pasal 39, Pasal 41, Pasal 46, Pasal 66, dan Pasal 68
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.
Wakaf adalah perbuatan hukum
Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah.
2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
3. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak Wakif yang diucapkan secara lisan
dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
4. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
5. Mauquf alaih adalah pihak yang ditunjuk untuk
memperoleh manfaat dari peruntukan harta benda wakaf sesuai pernyataan kehendak
Wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf.
6. Akta Ikrar Wakaf, yang selanjutnya disingkat AIW adalah bukti pernyataan
kehendak Wakif untuk mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola Nazhir
sesuai dengan peruntukan harta benda wakaf yang dituangkan dalam bentuk akta.
7. Sertifikat Wakaf Uang adalah surat bukti yang dikeluarkan oleh Lembaga
Keuangan Syariah kepada Wakif dan Nazhir tentang penyerahan wakaf uang.
8. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, yang selanjutnya disingkat PPAIW, adalah
pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat Akta Ikrar Wakaf.
9. Lembaga Keuangan Syariah, yang selanjutnya disingkat LKS adalah badan hukum
Indonesia yang bergerak di bidang keuangan Syariah.
10. Bank Syariah adalah Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dari Bank Umum
konvensional serta Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
11. Badan Wakaf Indonesia, yang selanjutnya disingkat BWI, adalah lembaga
independen dalam pelaksanaan tugasnya untuk mengembangkan perwakafan di
Indonesia.
12. Kepala Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disingkat dengan Kepala KUA
adalah pejabat Departemen Agama yang membidangi urusan agama Islam di tingkat
kecamatan.
13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agama.
BAB II
NAZHIR
NAZHIR
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
Nazhir meliputi:
a.
perseorangan;
b.
organisasi; atau
c.
badan hukum.
Pasal 3
(1)
Harta benda wakaf harus didaftarkan atas nama Nazhir untuk
kepentingan pihak yang dimaksud dalam AIW sesuai dengan peruntukannya.
(2)
Terdaftarnya harta benda wakaf atas nama Nazhir tidak membuktikan kepemilikan Nazhir atas harta benda
wakaf.
(3) Penggantian Nazhir tidak mengakibatkan peralihan harta benda wakaf yang
bersangkutan.
Bagian Kedua
Nazhir Perseorangan
Nazhir Perseorangan
Pasal 4
(1)
Nazhir perseorangan ditunjuk oleh Wakif dengan memenuhi
persyaratan menurut undang-undang.
(2)
Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan
pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat.
(3)
Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pendaftaran Nazhir dilakukan melalui Kantor
Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan Badan Wakaf
Indonesia di provinsi/kabupaten/ kota.
(4) BWI menerbitkan tanda bukti pendaftaran Nazhir.
(5) Nazhir perseorangan harus merupakan suatu kelompok yang terdiri dari paling
sedikit 3 (tiga) orang, dan salah seorang diangkat menjadi ketua.
(6) Salah seorang Nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus
bertempat tinggal di kecamatan tempat benda wakaf berada.
Pasal 5
(1) Nazhir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berhenti dari kedudukannya apabila:
a.
meninggal dunia;
b.
berhalangan tetap;
c.
mengundurkan diri; atau
d.
diberhentikan oleh BWI.
(2) Berhentinya salah seorang Nazhir
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan berhentinya
Nazhir perseorangan lainnya.
Pasal 6
(1)
Apabila diantara Nazhir perseorangan berhenti dari
kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, maka Nazhir yang ada harus
melaporkan ke Kantor Urusan Agama untuk selanjutnya diteruskan kepada BWI
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal berhentinya Nazhir
perseorangan, yang kemudian pengganti Nazhir tersebut akan ditetapkan oleh BWI.
(2)
Dalam hal diantara Nazhir perseorangan berhenti dari
kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal S untuk wakaf dalam jangka waktu
terbatas dan wakaf dalam jangka waktu tidak terbatas, maka Nazhir yang ada
memberitahukan kepada Wakif atau ahli waris Wakif apabila Wakif sudah meninggal
dunia.
(3)
Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat,
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan Nazhir melalui Kantor
Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan BWI di provinsi
/ kabupaten / kota.
(4) Apabila Nazhir dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan tugasnya, maka Kepala
KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya
berhak mengusulkan kepada BWI untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir.
Bagian Ketiga
Nazhir Organisasi
Nazhir Organisasi
Pasal 7
(1) Nazhir organisasi wajib didaftarkan pada
Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat.
(2) Dalam hal tidak terdapat Kantor
Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendaftaran Nazhir
dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau
perwakilan BWI di provinsi/kabupaten/kota.
(3) Nazhir organisasi merupakan organisasi yang bergerak di bidang
sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.
pengurus organisasi harus memenuhi persyaratan Nazhir
perseorangan;
b.
salah seorang pengurus organisasi harus berdomisili di
kabupaten/kota letak benda wakaf berada;
c.
memiliki:
1. salinan akta notaris tentang pendirian dan anggaran dasar;
2.
daftar susunan pengurus;
3.
anggaran rumah tangga;
4. program kerja dalam pengembangan wakaf;
5. daftar kekayaan yang berasal dari harta wakaf yang terpisah dari kekayaan
lain atau yang merupakan kekayaan organisasi; dan
6.
surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
(4)
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
dilampirkan pada permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5)
Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sebelum penandatanganan AIW.
Pasal 8
(1)
Nazhir organisasi bubar atau dibubarkan sesuai dengan
ketentuan Anggaran Dasar organisasi yang bersangkutan.
(2)
Apabila salah seorang Nazhir yang diangkat oleh Nazhir
organisasi meninggal, mengundurkan diri, berhalangan tetap dan/atau dibatalkan
kedudukannya sebagai Nazhir, maka Nazhir yang bersangkutan harus diganti.
Pasal 9
(1)
Nazhir perwakilan daerah dari suatu organisasi yang tidak
melaksanakan tugas dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam
AIW, maka pengurus pusat organisasi bersangkutan wajib menyelesaikannya baik
diminta atau tidak oleh BWI.
(2)
Dalam hal pengurus pusat organisasi tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Nazhir organisasi dapat
diberhentikan dan diganti hak kenazhirannya oleh BWI dengan memperhatikan saran
dan pertimbangan MUI setempat.
(3)
Apabila Nazhir organisasi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
sejak AIW dibuat tidak melaksanakan tugasnya, maka Kepala KUA baik atas
inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan
kepada BWI untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir.
Pasal 10
Apabila salah seorang Nazhir yang
diangkat oleh Nazhir organisasi meninggal, mengundurkan diri, berhalangan tetap
dan/atau dibatalkan kedudukannya sebagai Nazhir yang diangkat oleh Nazhir
organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), maka organisasi yang
bersangkutan harus melaporkan kepada KUA untuk selanjutnya diteruskan kepada
BWI paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak kejadian tersebut.
Bagian Keempat
Nazhir Badan Hukum
Nazhir Badan Hukum
Pasal 11
(1)
Nazhir badan hukum wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI
melalui Kantor Urusan Agama setempat.
(2)
Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendaftaran Nazhir dilakukan melalui Kantor
Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan BWI di
provinsi/ kabupaten / kota.
(3) Nazhir badan hukum yang melaksanakan pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a.
badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang sosial,
pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam;
b. pengurus badan hukum harus memenuhi persyaratan Nazhir perseorangan;
c. salah seorang pengurus badan hukum harus berdomisili di kabupaten/kota
benda wakaf berada;
d.
memiliki:
1.
salinan akta notaris tentang
pendirian dan anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi
berwenang;
2.
daftar susunan pengurus;
3.
anggaran rumah tangga;
4. program kerja dalam pengembangan wakaf;
5. daftar terpisah kekayaan yang berasal dari harta benda wakaf atau yang
merupakan kekayaan badan hukum; dan
6.
surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
(4)
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d
dilampirkan pada permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 12
(1)
Nazhir perwakilan daerah dari suatu badan hukum yang tidak
melaksanakan tugas dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang tercantum dalam
AIW, maka pengurus pusat badan hukum bersangkutan wajib menyelesaikannya, baik
diminta atau tidak oleh BWI.
(2)
Dalam hal pengurus pusat badan hukum tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Nazhir badan hukum dapat
diberhentikan dan diganti hak kenazhirannya oleh BWI dengan memperhatikan saran
dan pertimbangan MUI setempat.
(3)
Apabila Nazhir badan hukum dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
sejak AIW dibuat tidak melaksanakan tugasnya, maka Kepala KUA baik atas inisiatif
sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada BWI
untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir.
Bagian Kelima
Tugas dan Masa Bakti Nazhir
Tugas dan Masa Bakti Nazhir
Pasal 13
(1)
Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 7 dan Pasal
11 wajib mengadministrasikan, mengelola, mengembangkan, mengawasi dan
melindungi harta benda wakaf.
(2)
Nazhir wajib membuat laporan secara berkala kepada Menteri
dan BWI mengenai kegiatan perwakafan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 14
(1)
Masa bakti Nazhir adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali.
(2)
Pengangkatan kembali Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh BWI, apabila yang bersangkutan telah melaksanakan tugasnya
dengan baik dalam periode sebelumnya sesuai ketentuan prinsip syariah dan
Peraturan Perundang-undangan.
BAB III
JENIS HARTA BENDA WAKAF, AKTA
IKRAR WAKAF
DAN PEJABAT
PEMBUAT AKTA IKRAR WAKAF
Bagian Kesatu
Jenis Harta
Benda Wakaf
Pasal 15
Jenis harta benda wakaf
meliputi:
a.
benda tidak bergerak;
b.
benda bergerak selain uang; dan
c.
benda bergerak berupa uang.
Paragraf 1
Benda
Tidak Bergerak
Pasal 16
Benda tidak bergerak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 huruf a meliputi :
a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan baik
yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan; dan
e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan
Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 17
(1) Hak atas tanah yang dapat diwakafkan terdiri
dari:
a. hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar;
b. hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah negara;
c. hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan atau hak milik
wajib mendapat izin tertulis pemegang hak pengelolaan atau hak milik;
d.
hak milik atas satuan rumah susun.
(2) Apabila wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dimaksudkan
sebagai wakaf untuk selamanya, maka diperlukan pelepasan hak dari pemegang hak
pengelolaan atau hak milik.
(3) Hak atas tanah yang diwakafkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dimiliki atau dikuasai oleh Wakif
secara sah serta bebas dari segala sitaan, perkara, sengketa, dan tidak
dijaminkan.
Pasal 18
(1)
Benda wakaf tidak bergerak berupa tanah hanya dapat
diwakafkan untuk jangka waktu selama-lamanya kecuali wakaf hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c.
(2)
Benda wakaf tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat diwakafkan beserta bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda
lain yang berkaitan dengan tanah.
(3)
Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
diperoleh dari instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, dan
pemerintah desa atau sebutan lain yang setingkat dengan itu wajib mendapat izin
dari pejabat yang berwenang sesuai Peraturan Perundang-undangan.
Paragraf 2
Benda Bergerak Selain Uang
Benda Bergerak Selain Uang
Pasal 19
(1) Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat
berpindah atau dipindahkan atau karena ketetapan undang-undang.
(2) Benda bergerak terbagi dalam benda bergerak yang dapat dihabiskan dan yang
tidak dapat dihabiskan karena pemakaian.
(3) Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakaian tidak dapat
diwakalkan, kecuali air dan bahan bakar minyak
yang persediaannya berkelanjutan.
(4) Benda
bergerak yang tidak dapat dihabiskan karena pemakaian dapat diwakafkan dengan
memperhatikan ketentuan prinsip syariah.
Pasal 20
Benda bergerak karena sifatnya yang
dapat diwakafkan meliputi:
a.
kapal;
b.
pesawat terbang;
c.
kendaraan bermotor;
d. mesin atau peralatan industri yang tidak tertancap pada bangunan;
e.
logam dan batu mulia; dan/atau
f.
benda lainnya yang tergolong
sebagai benda bergerak karena sifatnya dan memiliki manfaat jangka panjang.
Pasal 21
Benda
bergerak selain uang karena Peraturan Perundang-undangan yang dapat diwakafkan
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagai berikut:
a. surat berharga yang berupa:
1.
saham;
2.
Surat Utang Negara;
3.
obligasi pada umumnya; dan/atau
4. surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
b. Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berupa:
1.
hak cipta;
2.
hak merk;
3.
hak paten;
4.
hak desain industri;
5. hak rahasia
dagang;
6.
hak sirkuit terpadu;
7. hak perlindungan varietas tanaman; dan/atau
8.
hak Iainnya.
c. hak atas benda bergerak lainnya yang berupa:
1. hak sewa, hak pakai dan hak pakai hasil atas benda bergerak; atau
2. perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas benda
bergerak.
Paragraf 3
Benda Bergerak Berupa Uang
Benda Bergerak Berupa Uang
Pasal 22
(1) Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata
uang rupiah.
(2) Dalam hal uang yang akan diwakafkan
masih dalam mata uang asing, maka harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam
rupiah.
(3) Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan
untuk:
a. hadir di Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf
uangnya;
b. menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan;
c. menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke LKSPWU;
d. mengisi formulir pernyataan
kehendak Wakif yang berfungsi sebagai AIW.
(4) Dalam hal Wakif tidak dapat hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
a, maka Wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya.
(5) Wakif dapat menyatakan ikrar wakaf
benda bergerak berupa uang kepada Nazhir di hadapan PPAIW yang selanjutnya
Nazhir menyerahkan AIW tersebut kepada LKS-PWU.
Pasal 23
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui
LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU).
Pasal 24
(1) LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 atas dasar saran dan pertimbangan dari BWI.
(2) BWI memberikan
saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah
mempertimbangkan saran instansi terkait.
(3) Saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diberikan kepada LKS-PWU yang memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri;
b. melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum;
c.
memiliki kantor operasional di wilayah Republik Indonesia;
d. bergerak di bidang keuangan syariah; dan
e. memiliki fungsi
menerima titipan (wadi'ah).
(4) BWI wajib memberikan pertimbangan kepada
Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah LKS memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5)
Setelah menerima saran dan pertimbangan BWI sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari kerja menunjuk LKS atau menolak permohonan
dimaksud.
Pasal 25
LKS-PWU bertugas:
a.
mengumumkan kepada publik atas keberadaannya sebagai LKS
Penerima Wakaf Uang;
b.
menyediakan blangko Sertifikat Wakaf Uang;
c.
menerima secara tunai wakaf uang dari Wakif atas nama
Nazhir;
d.
menempatkan uang wakaf ke dalam rekening titipan (wadi'ah) atas nama Nazhir yang ditunjuk
Wakif;
e.
menerima pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan secara
tertulis dalam formulir pernyataan kehendak Wakif;
f.
menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang serta menyerahkan
sertifikat tersebut kepada Wakif dan menyerahkan tembusan sertifikat kepada
Nazhir yang ditunjuk oleh Wakif; dan
g. mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri atas nama Nazhir.
Pasal 26
Sertifikat
Wakaf Uang sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai:
a.
nama LKS Penerima Wakaf Uang;
b.
nama Wakif;
c.
alamat Wakif;
d.
jumlah wakaf uang;
e.
peruntukan wakaf;
f.
jangka waktu wakaf;
g.
nama Nazhir yang dipilih;
h.
alamat Nazhir yang dipilih; dan
i.
tempat dan tanggal penerbitan
Sertifikat Wakaf Uang.
Pasal 27
Dalam hal
Wakif berkehendak melakukan perbuatan hukum wakaf uang untuk jangka waktu
tertentu maka pada saat jangka waktu tersebut berakhir, Nazhir wajib
mengembalikan jumlah pokok wakaf uang kepada Wakif atau ahli waris/penerus
haknya melalui LKS-PWU.
Bagian Kedua
Akta Ikrar Wakaf (AIW)
dan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW)
Akta Ikrar Wakaf (AIW)
dan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW)
Paragraf 1
Pembuatan Akta Ikrar Wakaf
Pasal 28
Pembuatan AIW benda tidak bergerak wajib
memenuhi persyaratan dengan menyerahkan sertifikat hak atas tanah atau
sertifikat satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti pemilikan
tanah lainnya.
Pasal 29
Pembuatan
AIW benda bergerak selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21
wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan bukti pemilikan benda bergerak
selain uang.
Pasal
30
(1)
Pernyataan kehendak Wakif dituangkan dalam bentuk AIW sesuai
dengan jenis harta benda yang diwakafkan, diselenggarakan dalam Majelis Ikrar
Wakaf yang dihadiri oleh Nazhir, Mauquf alaih, dan sekurang-kurangnya 2
(dua) orang saksi.
(2)
Kehadiran Nazhir dan Mauquf alaih dalam Majelis Ikrar
Wakaf untuk wakaf benda bergerak berupa uang dapat dinyatakan dengan surat
pernyataan Nazhir dan/atau Mauquf alaih.
(3)
Dalam hal Mauquf alaih adalah masyarakat luas
(publik), maka kehadiran Mauquf alaih dalam Majelis lkrar Wakaf
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan.
(4)
Pernyataan kehendak Wakif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dalam bentuk wakaf-khairi atau wakaf-ahli.
(5)
Wakaf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperuntukkan
bagi kesejahteraan umum sesama kerabat berdasarkan hubungan darah (nasab)
dengan Wakif.
(6)
Dalam hal sesama kerabat dari wakaf ahli telah punah, maka wakaf
ahli karena hukum beralih statusnya menjadi wakaf khairi yang
peruntukannya ditetapkan oleh Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.
Pasal 31
Dalam hal
perbuatan wakaf belum dituangkan dalam AIW sedangkan perbuatan wakaf sudah
diketahui berdasarkan berbagai petunjuk (qarinah) dan 2 (dua) orang
saksi serta AIW tidak mungkin dibuat karena Wakif sudah meninggal dunia atau
tidak diketahui lagi keberadaannya, maka dibuat APAIW.
Pasal 32
(1)
Wakif menyatakan ikrar wakaf kepada Nazhir di hadapan PPAIW
dalam Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
(2)
Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh
Mauquf alaih dan harta benda wakaf diterima oleh Nazhir untuk
kepentingan Mauquf alaih.
(3)
Ikrar wakaf yang dilaksanakan oleh Wakif dan diterima oleh
Nazhir dituangkan dalam AIW oleh PPAIW.
(4) AIW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a.
nama dan identitas Wakif;
b.
nama dan identitas Nazhir;
c.
nama dan identitas saksi;
d. data dan keterangan harta benda wakaf;
e.
peruntukan harta benda wakaf; dan
f.
jangka waktu wakaf.
(5) Dalam
hal Wakif adalah organisasi atau badan hukum, maka nama dan identitas Wakif
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a yang dicantumkan dalam akta adalah
nama pengurus organisasi atau direksi badan hukum yang bersangkutan sesuai
dengan ketentuan anggaran dasar masing-masing.
(6) Dalam
hat Nazhir adalah organisasi atau badan hukum, maka nama dan identitas Nazhir
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b yang dicantumkan dalam akta adalah
nama yang ditctapkan oleh pengurus organisasi atau badan hukum yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar masing-masing.
Pasal 33
Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan, bentuk, isi dan tata cara pengisian AIW atau
APAIW untuk benda tidak bergerak dan benda bergerak selain uang diatur dengan
Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Tata Cara Pembuatan Akta Ikrar Wakaf
Tata Cara Pembuatan Akta Ikrar Wakaf
Pasal 34
Tata cara pembuatan AIW benda tidak bergerak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 dan benda bergerak selain uang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 dilaksanakan sebagai berikut:
a. sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan;
b. PPAIW meneliti kelengkapan persyaratan administrasi penvakafan dan keadaan
fisik benda wakaf;
c. dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b terpenuhi, maka
pelaksanaan ikrar wakaf dan pembuatan AIW dianggap sah apabila dilakukan dalam
Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
d. AIW yang telah ditandatangani oleh Wakif, Nazhir, 2 (dua) orang saksi,
dan/atau Mauquf alaih disahkan
oleh PPAIW.
e.
Salinan AIW disampaikan kepada:
1.
Wakif;
2.
Nazhir;
3. Mauquf
alaih;
4. Kantor Pertanahan kabupaten/kota dalam hal benda wakaf berupa tanah; dan
5. Instansi berwenang lainnya dalam hal benda wakaf berupa benda tidak
bergerak selain tanah atau benda bergerak selain uang.
Pasal 35
(1)
Tata cara pembuatan APAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 dilaksanakan berdasarkan permohonan masyarakat atau saksi yang mengetahui
keberadaan benda wakaf.
(2)
Permohonan masyarakat atau 2 (dua) orang saksi yang
mengetahui dan mendengar perbuatan wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dikuatkan dengan adanya petunjuk (qarinah)
tentang keberadaan benda wakaf.
(3)
Apabila tidak ada orang yang memohon pembuatan APAIW, maka
kepala desa tempat benda wakaf tersebut berada wajib meminta pembuatan APAIW
tersebut kepada PPAIW setempat.
(4)
PPAIW atas nama Nazhir wajib menyampaikan APAIW beserta
dokumen pelengkap lainnya kepada kepala kantor pertanahan kabupaten/kota
setempat dalam rangka pendaftaran wakaf tanah yang bersangkutan dalam jangka
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan APAIW.
Pasal 36
(1)
Harta benda wakaf wajib diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir
dengan membuat berita acara serah terima paling lambat pada saat
penandatanganan AIW yang diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
(2)
Didalam berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus disebutkan tentang keadaan serta rincian harta benda wakaf yang
ditandatangani oleh Wakif dan Nazhir.
(3)
Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak diperlukan dalam hal serah terima benda wakaf telah dinyatakan dalam AIW.
Bagian Ketiga
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
Pasal 37
(1)
PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah
Kepala KUA dan/atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf.
(2)
PPAIW harta benda wakaf bergerak sclain uang adalah Kepala
KUA dan/atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(3)
PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang adalah Pejabat
Lembaga Keuangan Syariah paling rendah setingkat Kepala Seksi LKS yang ditunjuk
oleh Menteri.
(4)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan
ayat (3) tidak menutup kesempatan bagi Wakif untuk membuat AIW di hadapan Notaris.
(5)
Persyaratan Notaris sebagai PPAIW diitetapkan oleh Menteri.
BAB IV
TATA CARA PENDAFTARAN
DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF
TATA CARA PENDAFTARAN
DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF
Bagian Kesatu
Tata Cara Pendaftaran Harta Benda Wakaf
Tata Cara Pendaftaran Harta Benda Wakaf
Paragraf 1
Harta Benda Wakaf Tidak Bergerak
Harta Benda Wakaf Tidak Bergerak
Pasal 38
(1)
Pendaftaran harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah
dilaksanakan berdasarkan AIW atau
APAIW.
(2)
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilampirkan persyaratan sebagai berikut:
a.
sertifikat hak atas tanah atau sertifikat hak milik atas
satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya;
b.
surat pernyataan dari yang bersangkutan bahwa tanahnya tidak
dalam sengketa, perkara, sitaan dan tidak dijaminkan yang diketahui oleh kepala
desa atau lurah atau sebutan lain yang setingkat, yang diperkuat oleh camat
setempat;
c.
izin dari pejabat yang berwenang sesuai ketentuan Peraturan
Perundang-undangan dalam hal tanahnya diperoleh dari instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN/BUMD dan
pemerintahan desa atau sebutan lain yang setingkat dengan itu;
d. izin dari pejabat bidang pertanahan
apabila dalam sertifikat dan keputusan pemberian haknya diperlukan izin
pelepasan/peralihan.
e. izin dari
pemegang hak pengelolaan atau hak milik dalam hal hak guna bangunan atau hak
pakai yang diwakafkan di atas hak pengelolaan atau hak milik.
Pasal 39
(1)
Pendaftaran sertifikat tanah wakaf
dilakukan berdasarkan AIW atau APAIW dengan tata cara sebagai berikut:
a.
terhadap tanah yang sudah berstatus hak milik didaftarkan
menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
b.
terhadap tanah hak milik yang diwakafkan hanya sebagian dari
luas keseluruhan harus dilakukan pemecahan sertifikat hak milik terlebih
dahulu, kemudian didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
c.
terhadap tanah yang belum berstatus hak milik yang berasal
dari tanah milik adat langsung didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama
Nazhir;
d.
terhadap hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di
atas tanah negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b yang
telah mendapatkan persetujuan pelepasan hak dari pejabat yang berwenang di
bidang pertanahan didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
e.
terhadap tanah negara yang diatasnya berdiri bangunan
masjid, musala, makam, didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
f.
Pejabat yang benwenang di bidang pertanahan kabupaten/kota
setempat mencatat perwakafan tanah yang bersangkutan pada buku tanah dan
sertifikatnya.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran wakaf tanah diatur dengan Peraturan
Menteri setelah mendapat saran dan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di
bidang pertanahan.
Paragraf 2
Wakaf Benda
Bergerak Selain Uang
Pasal 40
PPAIW mendaftarkan AIW dari:
a. benda bergerak selain uang yang terdaftar pada instansi yang berwenang;
b. benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar dan yang memiliki atau
tidak memiliki tanda bukti pembelian atau bukti pembayaran didaftar pada BWI,
dan selama di daerah tertentu belum dibentuk BWI, maka pcndaftaran tersebut
dilakukan di Kantor Departemen Agama setempat.
Pasal 41
(1)
Untuk benda bergerak yang sudah terdaftar, Wakif menyerahkan
tanda bukti kepemilikan benda bergerak kepada PPAIW dengan disertai surat
keterangan pendaftaran dari instansi yang berwenang yang tugas pokoknya terkait
dengan pendaftaran benda bergerak tersebut.
(2)
Untuk benda bergerak yang tidak terdaftar, Wakif menyerahkan
tanda bukti pembelian atau tanda bukti pembayaran berupa faktur, kwitansi atau
bukti lainnya.
(3)
Untuk benda bergerak yang tidak terdaftar dan tidak memiliki
tanda bukti pembelian atau tanda bukti pembayaran, Wakif membuat surat
pernyataan kepemilikan atas benda bergerak tersebut yang diketahui oleh 2 (dua)
orang saksi dan dikuatkan oleh instansi pemerintah setempat.
Pasal 42
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara perwakafan benda bergerak.selain uang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 diatur dengan
Peraturan Menteri berdasarkan usul BWI.
Paragraf 3
Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang
Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang
Pasal 43
(1)
LKS-PWU atas nama Nazhir mendaftarkan wakaf uang kepada
Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat
Wakaf Uang.
(2)
Pendaftaran wakaf uang dari LKS-PWU sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditembuskan kepada BWI untuk diadministrasikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai administrasi pendaftaran wakaf uang diatur
dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Pengumuman Harta Benda Wakaf
Pengumuman Harta Benda Wakaf
Pasal 44
(1) PPAIW
menyampaikan AIW kepada kantor Departemen Agama dan BW1 untuk dimuat dalam
register umum wakaf yang tersedia pada kantor Departemen Agama dan BWI.
(2)
Masyarakat dapat mengetahui atau mengakses informasi tentang wakaf benda
bergerak selain uang yang termuat dalam register umum yang tersedia pada kantor
Departemen Agama dan BWI.
BAB V
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 45
(1) Nazhir
wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan
yang tercantum dalam AIW.
(2) Dalam mengelola
dan mengembangkan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
memajukan kesejahteraan umum, Nazhir dapat bekerjasama dengan pihak lain sesuai
dengan prinsip syariah.
Pasal 46
Pengelolaan
dan pengembangan harta benda wakaf dari perorangan warga negara asing,
organisasi asing dan badan hukum asing yang berskala nasional atau
internasional, serta harta benda wakaf terlantar, dapat dilakukan oleh BWI.
Pasal 47
Dalam
hal harta benda wakaf berasal dari luar negeri, Wakif harus melengkapi dengan
bukti kepemilikan sah harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundangundangan, dan Nazhir harus melaporkan kepada lembaga terkait perihal
adanya perbuatan wakaf.
Pasal 48
(1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf harus berpedoman pada
peraturan BWI.
(2) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat
dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS dan/atau instrumen keuangan
syariah.
(3) Dalam hal LKS-PWU menerima wakaf uang untuk jangka waktu tertentu, maka
Nazhir hanya dapat melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
uang pada LKS-PWU dimaksud.
(4)
Pengelolaan dan pengembangan
atas harta benda wakaf uang yang dilakukan pada bank syariah harus mengikuti
program lembaga penjamin simpanan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
(5) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan
dalam bentuk investasi di luar bank syariah harus diasuransikan pada asuransi
syariah.
BAB VI
PENUKARAN HARTA BENDA WAKAF
PENUKARAN HARTA BENDA WAKAF
Pasal 49
(1)
Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran
dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan
BWI.
(2)
Izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya dapat diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a.
perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk
kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan prinsip
syariah;
b.
harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan
ikrar wakaf; atau
c.
pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara
langsung dan mendesak.
(3) Selain dari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), izin
pertukaran harta benda wakaf hanya dapat diberikan jika:
a. harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan sah sesuai
dengan Peraturan Perundang-undangan; dan
b. nilai dan manfaat harta benda penukar sekurang-kurangnya sama dengan harta
benda wakaf semula.
(4)
Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
b ditetapkan oleh bupati/walikota berdasarkan rekomendasi tim penilai yang
anggotanya terdiri dari unsur:
a.
pemerintah daerah kabupaten/kota;
b.
kantor pertanahan kabupaten/kota;
c. Majelis Ulama Indonesia (MUI) kabupaten/kota;
d. kantor Departemen Agama kabupaten/kota; dan
e. Nazhir tanah wakaf yang bersangkutan.
Pasal 50
Nilai dan
manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf
b dihitung sebagai berikut:
a. harta benda penukar memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
sekurang-kurangnya sama dengan NJOP harta benda wakaf; dan
b. harta benda penukar berada di wilayah yang strategis dan mudah untuk
dikembangkan.
Pasal 51
Penukaran terhadap harta benda wakaf
yang akan diubah statusnya dilakukan sebagai berikut:
a. Nazhir mengajukan permohonan tukar ganti kepada Menteri melalui Kantor
Urusan Agama Kecamatan setempat dengan menjelaskan alasan perubahan
status/tukar menukar tersebut;
b. Kepala KUA Kecamatan meneruskan permohonan tersebut kepada Kantor
Departemen Agama kabupaten/kota;
c. Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota setelah menerima permohonan
tersebut membentuk tim dengan susunan dan maksud seperti dalam Pasal 49 ayat
(4), dan selanjutnya bupati/walikota setempat membuat Surat Keputusan;
d. Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota meneruskan permohonan
tersebut dengan dilampiri hasil penilaian dari tim kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen Agama provinsi dan selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada
Menteri; dan
e. setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri, maka tukar ganti
dapat dilaksanakan dan hasilnya harus dilaporkan oleh Nazhir ke kantor
pertanahan dan/atau lembaga terkait untuk pendaftaran lebih lanjut.
BAB VII
BANTUAN PEMBIAYAAN
BADAN WAKAF INDONESIA
BANTUAN PEMBIAYAAN
BADAN WAKAF INDONESIA
Pasal 52
(1)
Bantuan pembiayaan BWI dibebankan kepada APBN selama 10
(sepuluh) tahun pertama melalui anggaran Departemen Agama dan dapat
diperpanjang;
(2)
BWI mempertanggungjawabkan bantuan pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) secara berkala kepada Menteri.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 53
(1)
Nazhir wakaf berhak memperoleh pembinaan dari Menteri dan
BWI.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional Nazhir wakaf baik
perseorangan, organisasi dan badan hukum;
b. penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas,
pengkoordinasian, pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta benda wakaf;
c.
penyediaan fasilitas proses sertifikasi Wakaf;
d. penyiapan dan pengadaan blanko-blanko AIW, baik wakaf benda tidak bergerak
dan/atau benda bergerak;
e. penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan pembinaan dan
pengembangan wakaf kepada Nazhir sesuai dengan lingkupnya; dan
f.
pemberian fasilitas masuknya
dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri dalam pengembangan dan pemberdayaan
wakaf.
Pasal 54
Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 53 ayat (1) pemerintah memperhatikan saran dan pertimbangan MUI sesuai
dengan tingkatannya.
Pasal 55
(1)
Pembinaan terhadap Nazhir, wajib dilakukan sekurang-kurangnya
sekali dalam setahun.
(2)
Kerjasama dengan pihak ketiga, dalam rangka pembinaan
terhadap kegiatan perwakafan di Indonesia dapat dilakukan dalam bentuk
penelitian, pelatihan, seminar maupun kegiatan lainnya.
(3)
Tujuan pembinaan adalah untuk peningkatan etika dan
moralitas dalam pengelolaan wakaf serta untuk peningkatan profesionalitas
pengelolaan dana wakaf.
Pasal 56
(1)
Pengawasan terhadap perwakafan dilakukan oleh pemerintah dan
masyarakat, baik aktif maupun pasif.
(2)
Pengawasan aktif dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
langsung terhadap Nazhir atas pengelolaan wakaf, sekurang-kurangnya sekali
dalam setahun.
(3)
Pengawasan pasif dilakukan dengan melakukan pengamatan atas
berbagai laporan yang disampaikan Nazhir berkaitan dengan pengelolaan wakaf.
(4)
Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) pemerintah dan masyarakat dapat meminta bantuan jasa akuntan publik
independen.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan
terhadap perwakafan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.
BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 57
(1)
Menteri dapat memberikan peringatan tertulis kepada LKS-PWU
yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
(2) Peringatan tertulis paling banyak diberikan 3 (tiga) kali untuk 3 (tiga)
kali kejadian yang berbeda.
(3) Penghentian sementara atau pencabutan izin sebagai LKSPWU dapat dilakukan
setelah LKS-PWU dimaksud telah menerima 3 kali surat peringatan tertulis.
(4) Penghentian sementara atau pencabutan izin sebagai LKSPWU dapat dilakukan
setelah mendengar pembelaan dari LKS-PWU dimaksud dan/atau rekomendasi dari
instansi terkait.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 58
(1) Pada saat berlakunya Peraturan
Pemerintah ini, harta benda tidak bergerak berupa tanah, bangunan, tanaman dan
benda lain yang terkait dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 yang
telah diwakafkan secara sah menurut syariah tetapi belum terdaftar sebagai
benda wakaf menurut Peraturan Perundang-undangan sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini, dapat didaftarkan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah ini,
dengan ketentuan:
a. dalam hal harta benda wakaf dikuasai secara fisik, dan sudah ada AIW;
b. dalam hal harta benda wakaf yang tidak dikuasai secara fisik sebagian atau
seluruhnya, sepanjang Wakif dan/atau Nazhir bersedia dan sanggup menyelesaikan
penguasaan fisik dan dapat membuktikan penguasaan harta benda wakaf tersebut
adalah tanpa alas hak yang sah; atau
c. dalam hal harta benda wakaf yang dikuasai oleh ahli waris Wakif atau
Nazhir, dapat didaftarkan menjadi wakaf sepanjang terdapat kesaksian dari pihak
yang mengetahui wakaf tersebut dan dikukuhkan dengan penetapan pengadilan.
(2) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini:
a.
lembaga non keuangan atau perseorangan yang menerima wakaf
uang wajib untuk mengalihkan penerimaan wakaf uang melalui rekening wadi'ah pada
LKS-PWU yang ditunjuk oleh Menteri;
b.
lembaga keuangan yang menerima wakaf uang wajib mengajukan
permohonan kepada Menteri sebagai LKSPWU.
(3) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini,
perseorangan, organisasi, atau badan hukum yang mengelola wakaf uang wajib
mendaftarkan pada Menteri dan BWI melaui KUA setempat untuk menjadi Nazhir.
Pasal 59
Sebelum BWI
terbentuk, tanda bukti pendaftaran Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (4) diterbitkan oleh Menteri.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 60
Dengan
berlakunya Peraturan Pemerintah ini, pelaksanaan wakaf yang didasarkan
ketentuan Peraturan Perundangundangan yang berlaku sebelum Peraturan
Pemerintah ini sepanjang tidak bertentangan dinyatakan sah sebagai wakaf
menurut Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 61
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Desember 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
DR. H,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 15 Desember 2006
MENTERI HUKUM DAN
HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
ttd.
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 105
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesra,
Wisnu Setiawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar