Perbedaan
|
UU No 30 Tahun
2004
|
UU No 2 Tahun
2014
|
Implikasi
|
Notaris Pengganti Khusus
|
Diatur di Pasal 1 angka 4.
|
Dihapus
|
Tugas Notaris Pengganti Khusus adalah membuat akta
tertentu sebagaimana yang disebutkan dalam surat
penetapannya sebagai notaris karena hanya ada seorang notaris di satu
kabupaten tersebut. Sementara itu, UUJN melarang notaris yang bersangkutan
untuk membuat akta yang dimaksud dalam surat
penetapan itu. Sehingga berdasarkan UUJN yang baru tidak ada lagi notaris
yang membuat akta tertentu untuk dirinya sendiri dengan alasan hanya satu
notaris yang ada di wilayah jabatannya.
|
Masa Magang Notaris
|
Pasal 3 huruf f menyatakan masa magang hanya 12 bulan
berturut-turut pada kantor notaris.
|
Berubah menjadi 24 bulan
|
Baru bisa diangkat menjadi notaris setelah magang selama 2
tahun berturut-turut.
|
Perpanjangan masa memulai menjalani kewajiban notaris
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) seperti menyampaikan alamat kantor,
contoh tanda tangan, dan stempel, serta menyampaikan berita acara sumpah.
|
Mulai dilaksanakan dalam jangka waktu 30 hari sejak
pengambilan sumpah.
|
Dalam jangka waktu 60 hari sejak pengambilan sumpah.
|
Jika tidak dilaksanakan, Pasal 7 ayat (2) UUJN yang baru
dengan tegas mengenakan sanksi kepada notaris berupa peringatan tertulis;
pemberhentian sementara; pemberhentian dengan hormat; atau pemberhentian
dengan tidak hormat.
|
Pelekatan Sidik Jari di Minuta Akta
|
Tidak diatur
|
Diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c
|
Notaris wajib melekatkan sidik jari para penghadap di
minuta akta dengan alasan keamanan. Sidik jari yang diambil cukup menggunakan
jempol kanan atau kiri.
|
Larangan rangkap jabatan sebagai PPAT atau Pejabat Lelang
Kelas II
|
Rangkap jabatan yang di larang adalah di luar wilayah
jabatan Notaris (Pasal 17 huruf g).
|
Rangkap jabatan yang di larang adalah di luar tempat
kedudukan Notaris
(Pasal 17 ayat (1) huruf g). |
Kewenangan Notaris melakukan pekerjaan jabatan PPAT dan
Pejabat Lelang Kelas II hanya boleh dilakukan di kabupaten atau kota
tempat Notaris berkantor, tidak boleh lagi dilakukan untuk satu Provinsi.
Masalah ini semakin diperkuat dengan pasal berikutnya, yaitu Pasal 19 angka
2, yaitu tempat kedudukan PPAT wajib mengikuti tempat kedudukan Notaris.
Artinya, notaris tidak boleh membuka kantor PPAT berbeda dengan tempat
kedudukan kantor notarisnya.
Apabila dilanggar, Notaris mendapatkan sanksi. |
Bentuk usaha yang dijalankan notaris
|
Pasal 20 ayat (1) mengatur bahwa Notaris dapat menjalankan
jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata.
|
Diubah menjadi, notaris dapat menjalankan jabatannya dalam
bentuk persekutuan perdata.
|
Dengan perubahan dari perserikatan perdata ke persekutuan
perdata, artinya seorang notaris dapat bergabung dengan beberapa notaris
membentuk satu badan usaha dan mengelolanya secara bersama-sama secara terus
menerus dan bertujuan mencari keuntungan.
Revisi UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat berupaya juga mengatur hal ini. |
Bahasa Akta sebagaimana diatur dalam Pasal 43.
|
Bahasa akta yang digunakan adalah bahasa Indonesia.
Bahasa asing dapat digunakan jika para pihak menghendakinya sepanjang undang-undang tidak menentukan lain. |
Bahasa akta yang digunakan adalah wajib Bahasa
Indonesia. Jika para pihak menghendaki, akta dapat dibuat dalam bahasa asing.
|
Penggunaan bahasa Indonesia dalam ketentuan baru semakin
dipertegas dengan kata “wajib”. Akan tetapi, kewajiban ini sedikit
melunak dengan diperbolehkannya penggunaan bahasa asing jika para pihak
menghendakinya. Terlebih lagi, untuk pembuatan akta yang menggunakan bahasa
asing ini tidak lagi dibatasi dengan koridor “sepanjang undang-undang
tidak menentukan lain”. Sehingga, akta apa saja sepanjang para pihak
menghendaki dapat menggunakan bahasa asing.
Berhati-hatilah dengan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan. Bisa jadi kontrak yang dibuat secara notaril dimintakan pembatalannya di muka hakim. |
Wewenang suatu badan dalam memberikan persetujuan kepada
penyidik dalam due process
Sebagaimana diatur dalam Pasal 66 |
Wewenang untuk memberikan persetujuan kepada Penyidik,
penuntut umum, atau hakim untuk due process berada di tangan Majelis
Pengawas Daerah.
|
Kewenangan tersebut berada di tangan Majelis Kehormatan
|
Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut
umum, atau hakim ketika ingin mengambil fotokopi minuta akta notaris atau
memanggil notaris itu sendiri harus dengan persetujuan Majelis Pengawas
Daerah (MPD). Namun, frasa “dengan persetujuan MPD” ini telah dibatalkan
Mahkamah Konstitusi melalui putusan
MK No. 49/PUU-X/2012.
Akan tetapi, UUJN yang baru memasukkan kembali “perlindungan” notaris ini melalui frasa “dengan persetujuan Majelis Kehormatan”. |
Wadah Tunggal
|
Pasal 82 hanya menyebutkan notaris berhimpun dalam satu
wadah organisasi.
|
Tertulis dengan jelas wadah tunggal yang dimaksud adalah
Ikatan Notaris Indonesia (INI).
|
Organisasi di luar INI tidak diakui eksistensinya.
|
Selasa, 07 Oktober 2014
PERBEDAAN UUJN 30/2004 DAN PERUBAHAN UUJN 2/2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Terima kasih Pak, telah bersusah payah meneliti perbedaan UUJN, sehingga publik langsung mengetahuinya dengan tidak perlu lagi melakukan penelitian, sukses dan sehat selalu ya pak...
BalasHapus