Kamis, 23 Februari 2017

Pemakaian Lambang Negara (GARUDA)


MENURUT PP NO. 17 TAHUN 1958 JUNCTO no.71 TAHUN 1985

Segera setelah saya menerima Surat Keputusan Menteri tentang pengangkatan saya menjadi notaris, saya mempersiapkan segala sesuatu keperluan kantor saya antara lain papan nama, sampul akta, kartu nama dan kop surat. Saat saya mengirimkan pemberitahuan ke beberapa instansi pemerintah tentang pengangkatan saya (hal ini merupakan kewajiban kita sebagaimana ditentukan dalam UUJN) alangkah terkejutnya saya karena saya ditegur mengenai pemakaian lambang Negara (garuda) di kop surat saya. Sebenarnya saya hanya mengikuti jejak beberapa notaris yang juga menggunakannya di kop surat mereka, bahkan mereka ada yang juga menggunakannya pada kartu nama mereka. 

Anggota MPD di wilayah saya menjelaskan bahwa pemakaian lambang Negara itu hanya diijinkan pada akta notaris. Saya menerima penjelasan itu, segera saya singkirkan kop surat saya yang baru terpakai beberapa lembar itu. Namun saya sebagai orang hukum merasa ada yang mengganjal, yaitu saya belum tahu isi peraturan mengenai pemakaian lambang Negara. Segera saya mencari peraturan tersebut, akhirnya saya temukan PP No.17 Tahun 1958 yang ditetapkan pada tanggal 26 Juni 1958 dan diundangkan pada tanggal 10 Juli 1958.

Lambang Negara boleh ditempatkan di dalam gedung-gedung negeri (Pasal 1 ayat 1 jo pasal 3), menurut penulis hal ini berlaku pula untuk kantor notaris karena menurut peraturan yang berlaku di Indonesia, Notaris/PPAT adalah termasuk pejabat Negara yang mempunyai wewenang khusus dalam membuat akta-akta otentik (pasal 1360 KUHPER). Saya sampai pada pasal 5, ternyata meletakkan lambang Negara pun ada aturannya. Saya harus menempatkan lambang Negara paling tidak sejajar dengan foto presiden dan wakil presiden. Saya menempatkannya lebih tinggi dari foto presiden dan wakilnya, karena menurut saya lambang Negara layak di tempatkan demikian.

Pasal 7 PP ini menyatakan bahwa cap jabatan, cap dinas dan surat jabatan dengan lambang Negara didalamnya hanya boleh digunakan secara limitatif oleh jabatan-jabatan yang ditentukan dalam ayat 1 pasal 7 tersebut, antara lain notaris. Dalam pasal 12 jelas dinyatakan larangan penggunaan lambang Negara sebagai perhiasan, cap dagang, reklame perdagangan atau propaganda politik dengann cara apapun. Setelah saya membaca peraturan ini, saya menyimpulkan sebenarnya kop surat saya berlambang Negara sebenarnya boleh, selama saya menggunakannya untuk menulis surat-surat sehubungan dengan jabatan saya sebagai notaris karena itu merupakan surat jabatan (pasal 7 ayat 3). 

Menurut penulis, surat jabatan bukan hanya akta-akta yang dibuat oleh Notaris, namun termasuk pula surat-surat yang dibuat notaris dalam rangka menjalankan tugas jabatannya, bukan surat pribadinya. Sedangkan penggunaan lambang Negara untuk kartu nama, menurut penulis hal ini yang dilarang, karena kartu nama dapat diartikan sebagai “suatu reklame pedagangan atau cap dagang” dari notaris yang bersangkutan. Kartu nama bukanlah surat jabatan sehingga tidak dapat diberikan lambang Negara di dalamnya, sebagaimana diatur dalam pasal 12 ayat 3). Pelanggaran terhadap peraturan ini dikenakan sanksi selama-lamanya 3 bulan atau denda Rp 500,-, (Pasal 15). Akhirnya menurut hemat Penulis lambang Negara digunakan untuk sampul akta dan cap jabatan pada salinan akta saja, karena sudah pasti hal tersebut merupakan cap jabatan dan cap dinas Notaris, sedangkan untuk kop surat dan kartu nama penulis tidak menggunakan lambang Negara, untuk menghindari pelanggaran pasal 15. Lebih baik mencegah daripada masuk penjara kan…?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar