Kamis, 23 Februari 2017

TANGGUNG JAWAB HUKUM MANTAN KARYAWAN NOTARIS SEBAGAI SAKSI AKTA TERHADAP KERAHASIAN AKTA

TANGGUNG JAWAB HUKUM MANTAN KARYAWAN NOTARIS SEBAGAI SAKSI AKTA TERHADAP KERAHASIAN AKTA

Imam Safi’I

ABSTRACK - Witness Notary deed are the witnesses who participated in the making of the deed (instrument), The task of instrumentarir witness is give signature, bear witness of the truth of the deed and the fulfillment of the formalities required by the Act. In the manufacture of authentic deed Notary often use employees to witness the deed given witness notary deed should have been known, especially to do with confidence. Generally occurs when there are people who have become former employees, or did not work in places where he used to work would have thought that any liability related to previous work has been completed because there is no relationship of interdependence in such work. This resulted confidentiality deed known by former employees who witnessed the deed leaked to unauthorized parties. Now days “Undang-  undang Jabatan Notaris”(UUJN) has not been set on the responsibility of the witness and former employee of the notary deed as witnesses’ deed. The author of this thesis want to review and study more about the responsibilities of former employees as witnesses Notary deed of confidentiality deed and sanctions against a former employee who leaked confidential Notary deed. The method usedis anormative legal research, namelylegal researchdone by researching library material sorsecondary law whereasin locating and collecting data is done by twoapproaches, namely laws andconceptual approaches. The results showed that theformer Notary employees who witnes sedthe deedhas the same responsibilitywith the Notary isrequired tomaintain the confidentiality deeddue tothe presence ofthe witness deedisa for malpartin adeed ofNotary deedin order toqualifyasan authentic deed. Without awitnessin deed, the deedonlyhas thestrength of evidenceas thedeed underthe hand. The for meremploye ewho leaked confidential  Notary deed may be subject tocivil and criminal sanctions. Nocivil penaltie sarising fromthe rightsand interestsof the parties subjectively present in the deed that violatedso thatthe injured partymay claim damages.While the form ofcriminal sanctioncan besentenced to prison fornine (9) months and a fine

Keywords: Witness Deeds, Former EmployeeNotary, Secretson Deed



ABSTRAK - Saksi akta Notaris merupakan para saksi yang ikut serta di dalam pembuatan terjadinya akta (instrument), Tugas saksi instrumentarir ini adalah membubuhkan tanda tangan, memberikan kesaksian tentang kebenaran isi akta dan dipenuhinya formalitas yang diharuskan oleh Undang-Undang. Dalam pembuatan akta otentik seringkali Notaris menggunakan karyawannya untuk menjadi saksi akta mengingat saksi akta harus sudah dikenal notaris,terutama kaitannya dengan kepercayaan. Pada umumnya terjadi apabila ada orang yang telah menjadi  mantan karyawan atau sudah tidak bekerja di tempat dimana dia biasa bekerja akan mempunyai pemikiran bahwa segala tanggung jawab yang berkaitan dengan pekerjaannya terdahulu sudah selesai karena sudah tidak ada saling ketergantungan dalam hubungan pekerjaannya tersebut. Hal tersebutmengakibatkan kerahasiaan akta yang diketahui oleh mantan karyawan yang pernah menjadi saksi akta tersebut dibocorkan ke pihak yang tidak berkepentingan. Hingga saat ini Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) belum mengatur mengenai tanggung jawab saksi akta dan mantan karyawan notaris sebagai saksi akta. Penulis dalam tesis ini ingin menelaah dan menganalisa lebih lanjut tentang bentuk tanggung jawab mantan karyawan Notaris sebagai saksi akta terhadap kerahasiaan akta dan sanksi terhadap mantan karyawan Notaris yang membocorkan rahasia akta Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan hukum sekunder sedangkan dalam mencari dan mengumpulkan data dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mantan Karyawan Notaris yang pernah menjadi saksi akta memiliki tanggung jawab yang sama dengan Notaris yaitu wajib menjaga kerahasiaan akta dikarenakan keberadaan Saksi Akta merupakan bagian formal dalam suatu akta guna memenuhi syarat akta Notaris sebagai akta otentik. Tanpa adanya Saksi dalam akta maka akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.   Mantan Karyawan Notaris yang membocorkan rahasia akta dapat dikenakan sanksi perdata dan pidana. Sanksi perdata timbul karena ada hak-hak dan kepentingan subyektif dari para pihak yang ada didalam akta yang dilanggar sehingga pihak yang dirugikan dapat meminta ganti rugi. Sedangkan bentuk Sanksi Pidananya dapat dihukum penjara selama 9 (sembilan) bulan dan denda
Kata Kunci : Saksi Akta, Mantan Karyawan Notaris, Rahasia Akta




PENDAHULUAN
Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum menuntut lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subyek hukum dalam masyarakat. Notaris dalam hal ini yang diberi wewenang guna menjalankan sebagian tugas dan fungsi negara dalam lingkup hukum privat, yaitu dengan melayani kebutuhan masyarakat dalam  pembuatan alat bukti yang bersifat autentik
Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulisyang bersifat otentik megenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum.[1] Notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya. Dalam kaitannya menjadi seorang notaris yang mempunyai dedikasi dan integritas dalam menajalankan jabatannya tentu harus sudah dibentuk moral serta akhlaknya sejak dilahirkan, namun secara khusus, moral dan akhlak sebagai notaris harus dibentuk sejak dini Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib untuk menyimpan rahasia mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan/pernyataan para pihak yang diperoleh dalam pembuatan akta, kecuali undang-undang memerintahkannya untuk membuka rahasia dan memberikan keterangan tersebut kepada pihak yang  memintanya.[2] Adanya kewajiban bagi Notaris untuk merahasiakan isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta ini bertujuan untuk melindungi kepentingan para pihak yang terkait dengan akta tersebut. Merahasiakan isi akta juga merupakan salah satu kewajiban Notaris yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN). Jika ternyata Notaris yang dipanggil dalam pemeriksaan membuka rahasia dan memberikan keterangan yang seharusnya dirahasiakan, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengadukan Notaris kepada pihak yang berwajib.
Dalam Pasal 1868 Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disebut BW), ditegaskan bahwa salah satu syarat bagi terbentuknya akta otentik adalah bentuk akta yang ditentukan oleh Undang-Undang. Mengenai bentuk akta otentik yang dibuat oleh Notaris diatur dalam Pasal 38 UUJN. Salah satu syarat formal yang harus ada dalam akta Notaris adalah hadirnya 2 (dua) orang saksi yang identitasnya disebutkan secara tegas pada akhir akta. Hal ini secara tegas dicantumkan dalam Pasal 40 ayat (1) UUJN. Saksi akta Notaris merupakan para saksi yang ikut serta di dalam pembuatan terjadinya akta (instrument), maka dari itulah disebut saksi instrumentair (instrumentaire getuigen). Tugas saksi instrumentarir ini adalah membubuhkan tanda tangan, memberikan kesaksian tentang kebenaran isi akta dan dipenuhinya formalitas yang diharuskan oleh Undang-Undang. Biasanya, yang menjadi saksi instrumentair ini adalah karyawan Notaris itu sendiri.
Dengan tujuan karyawan Notaris sebagai saksi akta maka secara otomatis karyawan tersebut akan mengetahui proses pembuatan akta dan bahkan hal yang bersifat rahasia dalam akta tersebut. Selama karyawan tersebut masih bekerja di kantor Notaris yang bersangkutan, yang berkaitan dengan rahasia akta masih aman dikarenakan masih ada saling keterkaitan antara karyawan dan notaris. Tetapi pada saat karyawan tersebut sudah tidak bekerja di kantor Notaris atau telah menjadi mantan karyawan. Maka akan mengakibatkan mantan karyawan Notaris merasa sudah tidak memiliki tanggung jawab terhadap segala pekerjaan yang pernah dilakukan di kantor Notaris yang bersangkutan terlebih terhadap kerahasiaan akta yang diketahui  pada saat  menjadi saksi akta. Bukan hanya kerahasiaan akta saja tetapi segala hal yang berkaitan dengan kantor Notaris akan menjadi rawan untuk terbuka kemasyarakat umum yang seharusnya hal tersebut merupakan rahasia, karena selama mantan karyawan notaris tersebut bekerja di kantor Notaris yang bersangkutan maka secara otomatis akan mempelajari secara praktek baik mengenai pembuatan akta maupun tentang manajemen kantornya, sehingga perlu adanya regulasi yang jelas tentang pengaturan yang lebih rinci terhadap setiap tindakan atau perbuatan yang mengatur karyawan atau mantan karyawan Notaris dalam menjaga kerahasiaan akta.

PEMBAHASAN
TANGGUNG JAWAB MANTAN KARYAWAN NOTARIS SEBAGAI SAKSI AKTA TERHADAP KERAHASIAN AKTA
Notaris sebagai suatu jabatan kepercayaan mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta tersebut. Kewajiban ini diatur secara tegas dan jelas dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN Kewajiban untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh ini bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat, khususnya para pihak yang perbuatan hukumnya dikonstantir dalam akta otentik tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang berkewajiban untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta bukan hanya Notaris saja, melainkan semua yang ada di dalam ruangan pada saat verlidjen akta, termasuk para saksi akta, dalam Hal memegang rahasia mempunyai corak hukum publik yang kuat. Memang dalam hal yang kongkret, seorang tertentu mendapatkan keuntungan dari hal pemegang rahasia, tetapi hal pemegang rahasia ini tidaklah diwajibkan untuk melindungi orang ini, akan tetapi diwajibkan untuk kepentingan masyarakat, seperti dimana saja, maka disini sudah jelas, bahwa perlindungan kepentingan individu selalu berlatar belakang kepada perlindungan kepentingan umum. Orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat haruslah mempertimbangkan mana yang lebih baik, berdiam diri demi kepentingan masyarakat ditambah kepentingan seseorang ataukah berbicara demi kepentingan mereka (kalau berbicara misalnya berguna bagi masyarakat, karena seseorang berbahaya dapat dilumpuhkan) [3]
UUJN tidak mengatur secara tegas bahwa saksi akta juga mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi akta Notaris atau tidak. Kekaburan norma yang terdapat pada UUJN mengenai kewajiban merahasiakan ini mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum sehingga terjadi ketidak jelasan. Dengan dijadikannya karyawan Notaris sebagai saksi akta maka secara otomatis karyawan tersebut akan mengetahui proses pembuatan akta dan bahkan hal yang bersifat rahasia dalam akta tersebut. Selama karyawan tersebut masih bekerja di kantor Notaris yang bersangkutan, hal-hal yang berkaitan dengan rahasia akta masih relatif aman dikarenakan masih ada saling ketergantungan dimana Notaris masih membutuhkan tenaga atau jasa dari karyawan tersebut dan karyawan Notaris pun masih membutuhkan imbalan dari jasa yang diberikan kepada Notaris yaitu gaji
Kondisi yang berbeda dapat terjadi pada saat karyawan tersebut sudah tidak bekerja di kantor Notaris yang bersangkutan atau telah menjadi mantan karyawan. Hal tersebut dapat mengakibatkan mantan karyawan Notaris merasa sudah tidak memiliki tanggung jawab terhadap segala pekerjaan yang pernah dilakukan di kantor Notaris yang bersangkutan terlebih terhadap kerahasiaan akta yang diketahui  pada saat mantan karyawan tersebut pernah menjadi saksi akta. Sebagai saksi dalam akta Notaris, Saksi Instrumenter atau saksi akta mempunyai tanggung jawab yang cukup besar, terutama dalam peresmian suatu akta Notaris. Seorang saksi akta harus hadir dalam peresmian suatu akta Notaris. Dalam hal ini, tanggung jawab saksi akta adalah menyaksikan apakah suatu akta Notaris tersebut telah dilakukan penyusunan, pembacaan dan penandatanganan para pihak yang dilakukan dihadapan Notaris, sebagaimana disyaratkan oleh Undang-Undang sebagai syarat otentisitas suatu akta.
Saksi akta tidak bertanggung jawab atas isi akta tersebut. Para saksi tidak perlu harus mengerti apa yang dibacakan itu dan juga bagi mereka tidak ada kewajiban untuk menyimpan isi dari akta itu dalam ingatannya. Namun demikian tanggung jawab saksi akta dalam hal ini tidak hanya sebatas meyaksikan peresmian akta Notaris tersebut tetapi karena saksi akta adalah merupakan bagian dari aspek formal pembuatan akta otentik dan tanpa kehadirannya suatu akta otentik hanya diakui sebagai akta dibawah tangan saja, maka kewajiban yang dimiliki Notaris untuk merahasiakan isi akta atau keterangan-keterangan yang diperlukan dalam pembuatan akta otentik tersebut juga menjadi kewajiban bagi saksi akta
Kewajiban saksi akta untuk merahasiakan isi akta atau keterangan-keterangan yang diperlukan dalam pembuatan akta otentik ini melekat seumur hidup pada saksi akta sebagaimana kewajiban tersebut melekat pada Notaris, karena kehadiran saksi akta dalam akta otentik merupakan syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Dengan demikian maka meskipun saksi akta tersebut sudah tidak bekerja di kantor Notaris tetapi kewajiban sebagai mantan saksi akta untuk menjaga kerahasiaan akta tetap mengikatnya pada saat telah menjadi mantan karyawan Notaris
AKIBAT HUKUM BAGI MANTAN KARYAWAN NOTARIS YANG MEMBOCORKAN RAHASIA AKTA
SANKSI BERDASARKAN HUKUM PERDATA
Perbuatan yang bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik atau yang disebut dengan istilah zorgvuldigheid juga dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum. Jadi, jika seseorang melakukan tindakan yang merugikan orang lain, tidak secara melanggar pasal-pasal dari hukum yang tertulis mungkin masih dapat dijerat dengan perbuatan melawan hukum, karena tindakannya tersebut bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat. Keharusan dalam pergaulan masyarakat tersebut tentunya tidak tertulis, tetapi diakui oleh masyarakat yang bersangkutan.[4]
Istilah perbuatan melawan hukum (onrechtmatig daad) sebelumnya diartikan secara sempit, yakni tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang timbul karena undang-undang atau tiap perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang timbul karena undang-undang. Menurut ajaran yang sempit sama sekali tidak dapat dijadikan alasan untuk menuntut ganti kerugian karena suatu perbuatan melawan hukum, suatu perbuatan yang tidak bertentangan dengan undang-undang sekalipun perbuatan tersebut
Pada awalnya hanya terdapat satu macam sanksi, yaitu sanksi kriminal berupa hukuman dalam arti sempit terkait dengan kehidupan, kesehatan, atau pemilikan. Namun kemudian juga muncul sanksi perdata bersamaan dengan perkembangan hukum perdata. Perbedaan antara hukum perdata dan hukum pidana adalah perbedaan karakter sanksinya. Sanksi dalam hukum perdata bertujuan untuk memberikan reparasi (reparation), sedangkan hukum pidana tujuannya adalah retributive atau menurut pandangan modern adalah adanya pencegahan (deterrence, prevention).[5]
Sanksi merupakan bagian penutup yang penting dari hukum, dan tiap aturan yang berlaku di Indonesia selalu ada sanksi pada bagian akhir hukum tersebut. Pencantuman sanksi dalam berbagai aturan hukum tersebut merupakan kewajiban yang harus dicantumkan dalam setiap aturan hukum. Ketidaktaatan atau pelanggaran terhadap suatu kewajiban yang tercantum dalam aturan hukum mengakibatkan terjadinya ketidakaturan yang sebenarnya tidak diinginkan oleh aturan hukum yang bersangkutan.Hal ini sesuai dengan fungsi hukum yang dipakai untuk penegakan hukum terhadap ketentuan-ketentuan yang biasanya berisi larangan atau yang diwajibkan
Dengan demikian hakikat sanksi sebagai suatu pakasaan, juga untuk memberikan penyadaran kepada pihak yang  melanggarnya, bahwa suatu tindakan yang dilakukannya tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.[6] Adanya sanksi yang diberikan kepada siapa saja yang melanggar aturan maupun norma-norma yang ada, tentu akan menjadi kontrol terhadap kemungkinan adanya benturan kepentingan antar masyarakat, sehingga suatu negara dapat berjalan lebih teratur dan harmonis.
Perbuatan mantan karyawan notaris sebagai saksi akta yang membocorkan rahasia akta dapat dikatakan perbuatan melawan hukum. Hal ini diartikan sebagai tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang timbul karena undang-undang. Sifat melawan hukum secara materil berarti melanggar atau membahayakan kepentingan umum yang berhak dilindungi oleh pembuat undang-undang dalam rumusan delik tertentu. Secara formil sifat melawan hukum berarti semua bagian yang tertulis dari rumusan delik telah dipenuhi.[7]
membocorkan atau membuka rahasia isi akta yang dilakukan saksi akta tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum seperti yang tercantum dalam Pasal 1365 KUH Perdata karena bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang
Eksistensi kewajiban hukum adalah semata-mata kepastian suatu norma hukum yang membuat sanksi tergantung kepada tindakan sebaliknya dari kewajiban hukum. Walaupun kewajiban saksi akta untuk merahasiakan isi akta tidak diatur dalam UUJN, namun ketika ia membocorkan isi akta, perbuatannya tersebut termasuk suatu perbuatan melawan hukum. Dengan demikian, berdasarkan analogi tersebut, dapat dikatakan bahwa saksi akta juga mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta Notaris. Kewajiban tersebut tidak hanya berlaku ketika saksi akta dipanggil sebagai saksi dalam penyidikan atau persidangan di muka hakim, tetapi juga di luar keadaan tersebut dan atas pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, mantan karyawan notaris sebagai saksi akta dapat dituntut suatu ganti rugi apabila perbuatannya membocorkan rahasia akta membawa kerugian bagi pihak yang berkepentingan dengan akta tersebut.
Perbuatan itu dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, bahwa :
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian.”
SANKSI BERDASARKAN HUKUM PIDANA
Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan dan untuk kepentingan masyarakat dan oleh karena itu seseorang bersedia untuk mempercayakan sesuatu kepadanya. Sebagai seseorang yang dipercaya, notaris berkewajiban untuk merahasiakan apa saja yang diberitahukan kepadanya selama proses pembuatan akta. Oleh karena itu, memegang rahasia yang berkaitan dengan pembuatan suatu akta otentik adalah mempunyai corak hukum public
UUJN memang tidak mengatur kewajiban saksi akta untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta Notaris. Namun apabila saksi akta membuka rahasia mengenai isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta Notaris, sehingga tindakan saksi akta tersebut dapat membahayakan atau merugikan pihak yang ada di dalam akta, maka dapat dikatakan bahwa saksi akta tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Perbuatan seorang mantan karyawan Notaris sebagai saksi akta yang membuka rahasia akta bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku. Berbuat atau melalaikan dengan bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku adalah merupakan tindak-tanduk yang bertentangan dengan ketentuan undang-undang. Sesuatu perbuatan adalah melawan hukum apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum (rectsplicht) si pelaku. Yang dimaksud dengan rechtsplicht itu sendiri adalah kewajiban yang berdasar atas hukum. Menurut pendapat umum dewasa ini, maka hukum mencakup keseluruhan norma-norma, baik tertulis maupun tidak tertulis. [8]
Salah satu kewajiban seorang saksi akta adalah adalah merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta otentik demi melindungi kepentingan masyarakat, khususnya para pihak yang terkait dengan akta tersebut sampai akhir hayat meskipun saksi akta tersebut sudah tidak lagi bekerja di kantor notaris yang bersangkutan. Berdasarkan kewajiban tersebut dapat diketahui bahwa kewajiban merahasiakan isi akta ada bukan demi kepentingan Notaris itu sendiri, melainkan demi kepentingan masyarakat yang telah memberi kepercayaan kepada Notaris. Sehingga, atas dasar hal tersebut, kewajiban untuk merahasiakan isi akta tidak hanya dimiliki oleh Notaris, namun juga semua pihak yang ada pada saat pembuatan akta otentik tersebut, termasuk saksi akta.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa kehadiran saksi akta merupakan aspek formal dalam pembuatan suatu akta otentik yang telah ditentukan oleh Undang-Undang, maka dapat saksi akta dapat disebut juga sebagai pekerjaan yang diberikan oleh Undang-Undang. Kewajiban untuk merahasiakan isi akta dan segala hal yang berkaitan dengan pembuatan akta melekat seumur hidup pada saksi akta meskipun ia sudah tidak lagi menjadi karyawan Notaris. Kewajiban untuk merahasiakan akta tersebut apabila dilanggar maka akan dapat dikenakan pidana sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 322 ayat (1) KUHP yaitu :
“Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah”.

PENUTUP
Kesimpulan
a.         Mantan Karyawan Notaris yang pernah menjadi saksi akta memiliki tanggung jawab yang sama dengan Notaris yaitu wajib menjaga kerahasiaan akta dikarenakan keberadaan Saksi Akta merupakan bagian formal dalam suatu akta guna memenuhi syarat akta Notaris sebagai akta otentik. Tanpa adanya Saksi dalam akta maka akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
b.        Bagi Mantan Karyawan Notaris yang membocorkan rahasia akta dapat dikenakan sanksi perdata dan pidana. Sanksi perdata timbul karena ada hak-hak dan kepentingan subyektif dari para pihak yang ada didalam akta yang dilanggar sehingga pihak yang dirugikan dapat meminta ganti rugi. Sedangkan bentuk Sanksi Pidananya dapat dihukum penjara selama 9 (sembilan) bulan dan denda
Saran
a.    Notaris harus memberikan edukasi kepada para karyawannya mengenai tanggung jawab karyawan Notaris yang menjadi saksi akta untuk menjaga kerahasiaan akta dan memberikan pemahaman mengenai sanksi yang akan diterima apabila lalai menjaga kerahasiaan akta, baik saat masih menjadi karyawan Notaris atau telah menjadi mantan karyawan Notaris tersebut
b.    Diperlukan adanya suatu aturan yang tertulis di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris mengenai sanksi bagi karyawan Notaris dan mantan karyawan Notaris yang lalai dalam menjaga kerahasiaan akta, agar tidak terjadi kekosongan hukum
DAFTAR PUSTAKA
A. Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa Menurut Kitab UndangUndang Hukum Perdata Belanda, terjemahan M. Isa Arief, Intermasa, Jakarta, 1978
D. Schaffmeister, N. Keijer dan E. P. H. Sutorius, Hukum Pidana, Konsorsium Ilmu Hukum Departemen P dan K, Yogyakarta, 2004
Habib Adjie, Hukum Notaris IndonesiaTafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2008.
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konstitusi Press (Konpress), Jakarta, 2012
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan  Kontemporer), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005
M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan melawan hukum : tanggung gugat (aansprakelijkheid) untuk  kerugian, yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979


[1] Habib Adjie, Hukum Notaris IndonesiaTafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2008, hal. 14
[2] Ibid., hal. 36.
[3] A. Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa Menurut Kitab UndangUndang Hukum Perdata Belanda, terjemahan M. Isa Arief, Intermasa, Jakarta, 1978, hal. 119.
[4] Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan  Kontemporer), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal 8.
[5] Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konstitusi Press (Konpress), Jakarta, 2012, hal. 46
[6] Habib Adjie, Hukum Notaris..., Op.Cit., hal. 201
[7] D. Schaffmeister, N. Keijer dan E. P. H. Sutorius, Hukum Pidana, Konsorsium Ilmu Hukum Departemen P dan K, Yogyakarta, 2004, hal. 67
[8] M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan melawan hukum : tanggung gugat (aansprakelijkheid) untuk  kerugian, yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979, hal. 44.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar