INSIDER TRADING DALAM HUKUM PASAR MODAL
Undang-Undang
Pasar Modal Indonesia telah mengatur ketentuan kategori insider di
luar kategori traditional insider, seperti ketentuan kategori insider
sementara (“temporary insider” atau “quasi insider”),
yaitu orang-orang luar perusahaan yang mempunyai hubungan trust dan confidence
dengan perusahaan atau mereka itu mempunyai hubungan kerja jangka pendek
dengan perusahaan yang mengakibatkan fiduciary obligation mereka
kepada perusahaan, misalnya konsultan hukum, notaris, akuntan, penasihat
investasi dan undertwriter.
Undang-Undang
Pasar Modal Indonesia mengatur ketentuan kategori seseorang disebut hubungan fiduciary
duty, seperti terdapatnya ketentuan dalam Undang-Undang Pasar Modal
Indonesia yang menentukan “Penerima Informasi” (tippee) sebagai insider.
Akan tetapi Undang-Undang Pasar Modal tersebut tidak mengatur ketentuan
“pihak lain yang menerima informasi tidak langsung dari insider, tetapi
informasi diterima dari tippee yang lain” (secondary tippee)
sebagai insider. Tidak hanya pengaturan secondary tippee sebagai insider menandakan Undang-Undang Pasar
Modal Indonesia dalam mengatur kategori insider belum secara maksimal
mengatur rambu-rambu insider trading dan keadaan pengaturan tersebut
membuktikan Undang-Undang Pasar Modal Indonesia belum secara menyeluruh
menerapkan pertanggungjawaban hukum insider sesuai dengan pendekatan
teori penyalahgunaan (misapproapriation theory).[1]
Oleh
karena menurut teori penyalahgunaan tersebut bahwa seseorang tidak harus
mempunyai hubungan dari suatu fiduciary. duty, tetapi
mengikuti kewajiban umum keterbukaan di pasar modal.[2]
Masalah
yang menonjol dalam ketentuan insider trading sebagaimana terdapat
dalam Undang-Undang Pasar Modal Indonesia adalah berkaitan dengan ketentuan
kategori insider yang belum cukup memadai. Di satu sisi, ketentuan
kategori insider dalam Undang-Undang Pasar Modal tersebut telah ada
kemiripannya dengan yang pernah berkembang di pasar modal Amerika Serikat
mengenai kategori insider. Namun, tidak semua kategori insider sama
antara Undang-Undang Pasar Modal Indonesia dan peraturan pasar modal Amerika
Serikat. Artinya, insider tidak hanya menganut kategori traditional
insider, seperti komisaris, direktur, pemegang saham utama dan pegawai
perusahaan, karena kategori insider didasarkan dari seseorang yang
mempunyai fiduciary duty.[3]
Perkembangan
penerapan teori penyalahgunaan dalam pengaturan insider trading perlu
untuk dikaji dalam rangka perlindungan investor dari praktik insider
trading. Tanpa penerapan teori penyalahgunaan akan menghadapi masalah
dalam menentukan kategori insider dan sekaligus menjadi hambatan dalam
menjaring pelaku-pelaku insider trading. Selanjutnya yang perlu dikaji
dalam masalah pengaturan dalam insider trading adalah masalah kedua
yang menonjol dari insider trading, yaitu ukuran apakah yang dipakai
untuk menentukan suatu informasi dikategorikan sebagai informasi non public.
Pengkajian tersebut perlu untuk dilakukan, agar tidak menjadi hambatan dalam
penentuan adanya insider trading atau penyelesaian kasus-kasus insider
trading, misleading information, serta manipulasi pasar.
Praktik
insider trading terjadi apabila seseorang membeli atau menjual saham
berdasarkan informasi dari orang dalam yang tidak publik sifatnya. Posisi
investor yang memperoleh informasi dari orang dalam tersebut lebih baik
dibandingkan dengan investor lain dalam perdagangan saham. Mereka melakukan
perdagangan saham yang tidak fair. Sebab, praktik insider trading menciptakan
distorsi pada harga saham, karena harga saham tersebut tidak direfleksikan
berdasarkan informasi pasar yang efisien. Hal yang mendorong argumentasi,
bahwa “the deregulation of insider trading is often urged asone of the few
reform with any real promise of increasing the informational efficient of
secularities prices.
Untuk
menghindari akibat yang berpotensi merugikan dan melindungi investor dari
praktik insider trading, maka insider trading dikategorikan
dalam penipuan. Peraturan Pasar Modal Indonesia juga telah membuat larangan insider
trading. Pasal 95 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
menyatakan:[4]
“Orang
dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai informasi orang dalam
dilarang melakukan pembelian atau penjualan efek:
- Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau
- Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Pubilk yang bersangkutan”.
Selanjutnya, Penjelasan Pasal 95 Undang-Undang
tersebut menyatakan:
- komisaris, direktur, atau pegawai Emiten atau Perusahaan Publik;
- pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik;
- orang perseorangan yang karena kedudukannya atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan Emiten atau Perusahaan Publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam; atau
- pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi Pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b atau c di atas.
Pengaturan Pasar Modal Indonesia, juga membuat
larangan mempengaruhi orang lain untuk melakukan transaksi atau memberikan tip
kepada pihak lain. Pasal 96 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal menyatakan:
“Orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95
dilarang:
- mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian atau menjelang Efek dimaksud; atau
- memberi informasi orang dalam kepada Pihak manapun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek.
Di samping itu, peraturan pasar modal tersebut
juga mengatur ketentuan siapa-siapa yang dikenakan larangan yang sama dengan
larangan bagi insider. Pasal 97 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal menyatakan:
(1) Setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh
informasi orang dalam dari orang dalam secara melawan hukum dan kemudian
memperolehnya dikenakan larangan yang sama dengan larangan yang berlaku bagi
orang dalam sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 95 dan Pasal 96.
(2) Setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh
informasi orang dalam dan kemudian memperolehnya tanpa melawan hukum tidak
dikenakan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 95 dan Pasal 96, sepanjang informasi tersebut disediakan oleh Emiten atau
Perusahaan Publik tanpa pembatasan.
Walaupun peraturan insider trading di
atas tersebut telah mengatur larangan insider trading dan ketentuan
yang berkenaan dengan insider atau penerima informasi, namun, disadari
peraturan tersebut belum cukup untuk mengatasi praktik insider trading, dan
manipulasi pasar.
Tidak cukupnya peraturan insider trading tersebut
dapat dipahami dari masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan peraturan
tersebut. Misalnya, tidak cukupnya ketentuan kategori insider dalam
kaitannya dengan tippee dan secondary tippee. Di samping itu,
peraturan insider trading tersebut tidak secara menyeluruh menerapkan
teori penyalahgunaan sebagaimana telah diterapkan dalam pasar modal Amerika
Serikat.[5]
Mengingat
sampai sekarang di Indonesia belum ada yurisprudensi mengenai insider
trading, maka masalah-masalah yang timbul dari praktik insider trading
dapat diatasi dengan perbaikan terhadap peraturan insider trading yang
sekarang berlaku di pasar modal Indonesia.
Di
Amerika Serikat banyak putusan pengadilan yang sudah baku melahirkan
doktrin hukum untuk mengatasi insider trading, seperti fiduciary
duty theory dan teori penyalahgunaan (misappropriation theory),
begitu pula halnya dengan Misleading Information dan manipulasi pasar
ini.[6]
Kekurangan
peraturan di pasar modal Indonesia berkaitan dengan tidak cukupnya ketentuan
kategori insider di luar kategori traditional insider,
seperti ketentuan yang menentukan “penerima informasi” (tippee)
sebagai insider dan ketidakcukupan pengaturan ketentuan “pihak lain
yang menerima informasi tidak langsung dari insider, tetapi informasi
diterima dari tippee yang lain” (secondary tippee) sebagai
kategori insider. Dengan perkataan lain, peraturan insider trading
belum secara tuntas dan menyeluruh menerapkan pertanggungjawaban hukum insider
sesuai dengan pendekatan teori penyalahgunaan. Selanjutnya, kekurangan
peraturan insider trading tersebut dapat diamati dari ketidakcukupan
pengaturan yang dipakai untuk menentukan informasi dikategorikan sebagai
informasi nonpublic dalam insider trading.[7]
Apabila
disimak praktik insider trading dalam kegiatan perdagangan saham di
pasar modal, maka hal yang harus diperhatikan dalam perdagangan saham tersebut
harus dipenuhi unsur-unsur insider trading. Pertama, siapa yang
termasuk kategori insider. Pada mulanya jawaban
pertanyaan tersebut adalah siapa yang secara hukum dilarang untuk menggunakan
informasi tentang perusahaan untuk keuntungan pribadinya.
Peraturan
insider trading di pasar modal Indonesia
telah melarang praktik insider trading, sebagaimana diuraikan di muka.
Melarang corporate insiders yang mempunyai insider information melakukan
pembelian atau penjualan saham perusahaan tempat ia bekerja atau perusahaan
lain yang melakukan perdagangan saham dengan perusahaan tersebut.[8]
Selanjutnya,
peraturan tersebut menentukan menetapkan yang termasuk corporate insider adalah
komisaris, direksi, pemegang saham utama, pegawai perusahaan, seseorang yang
karena kedudukannya atau profesinya atau karena hubungan usaha dengan emiten
atau perusahaan publik yang memungkinkan seseorang tersebut memperoleh insider
information. Seperti konsultan hukum, notaris, akuntan dan penasihat
keuangan dan investasi serta pemasok atau kontraktor emiten atau perusahaan
publik tersebut. Mereka yang dikategorikan corporate insiders tersebut
masih tetap disebut insider selama 6 (enam) bulan sejak mereka tidak
lagi menduduki jabatan atau hubungan dengan emiten/perusahaan publik yang
bersangkutan.[9]
Secara
tradisional, komisaris, direktur, pemegang saham utama dan pegawai perusahaan
termasuk sebagai insider (traditional insiders). Komisaris
dan direktur dikategorikan sebagai insider adalah wajib memegang fiduciary
obligation dalam hal loyalitasnya kepada perusahaan. Di pihak lain, mereka
termasuk orang-orang dapat mengendalikan serta mengetahui kegiatan atau operasi
perusahaan setiap hari. Sehingga mereka memiliki informasi perusahaan yang
paling sensitif (sensitive corporate information).[10]
Sedangkan
kategori insider bagi pemegang saham utama (controling shareholder)
didasarkan atas ketentuan hukum perusahaan, yang menetapkan suatu fiduciary
obligations dari suatu fairness dan loyalitas terhadap
siapa-siapa yang memiliki pengawas atau pengendali aktivitas perusahaan
berdasarkan saham di perusahaan yang mereka miliki, walaupun mereka tidak
menduduki direktur atau officer.[11]
Namun mereka bukan berarti tidak memiliki fiduciary.[12]
Kategori
karyawan emiten atau perusahaan publik sebagai insider memiliki tugas
dan kewajiban menjaga loyalitas (duty of loyality), termasuk tanggung
jawab mereka untuk tidak memanfaatkan keuntungan dari informasi rahasia (confidential
information) yang diperoleh sehubungan dengan pekerjaannya di perusahaan.
Kasus Texas Gulf Sulphur, membahas informasi material mengenai pengeboran di
Timmins, Ontario dan informasi ini belum diungkapkan untuk umum.[13]
Pegawai
Texas Gulf Sulphur, yaitu Darke dan Coates (geologist) telah
mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia itu dan merekomendasikan kepada
beberapa manajemen atau pegawai Texas Gulf Sulphur untuk membeli saham
perusahaan itu. Pengadilan memutuskan perbuatan mereka ini sebagai insider
trading dan khusus bagi Darke dan Coates dikategorikan sebagai insiders.[14]
Kategori-kategori insider tersebut
merupakan contoh klasik dari seseorang yang mempunyai fiduciary duty atau
yang disebut dengan traditional insider. Peraturan insider trading
di pasar modal Indonesia telah menetapkan insider dalam kategori traditional
insider tersebut.
Peraturan tersebut juga menetapkan kategori “insider
sementara” (temporary insider-quasi insider). Bila kategori traditional
insider secara nyata menyatakan orang-orang yang bekerja dalam perusahaan,
maka insider dalam kategori temporary insider atau quasy
insider ini merupakan orang-orang luar perusahaan. Tetapi mereka mempunyai
hubungan turst dan confidence dengan perusahaan atau mereka
mempunyai hubungan jangka pendek yang mengakibatkan fiduciary obligation mereka
kepada perusahaan. Pemikiran ini yang membuat profesi penunjang pasar modal,
seperti konsultan hukum, notaris, akuntan, dan penilai dikategorikan sebagai insider.
Dari beberapa kejahatan yang dilakukan di pasar
modal, perdagangan oleh orang dalam (insider trading) adalah yang
paling terkenal. Ini karena nama asingnya (insider trading) merujuk pada
suatu yang sangat khusus (insider), yaitu kejahatan yang hanya dapat
dilakukan oleh orang-orang tertentu yaitu mereka yang berada di dalam
organisasi perusahaan. Mereka (orang-orang) yang dianggap mempunyai kelas
tertentu baik dalam status ekonominya maupun di dalam perusahaan sendiri.
Selain itu (mungkin) karena orang yang mengetahui informasi orang dalam, dan
mempergunakannya dalam perdagangan sering dianggap “jenius” dalam perdagangan
(yaitu karena setiap transaksi yang dilakukannya membawa keuntungan besar).[15]
Perdagangan
orang dalam juga yang membedakan kejahatan yang dilakukan di bursa dan
kejahatan (tindak pidana) umum lainnya. Karena kalau tindak pidana pasar modal
lainnya sedikit, perdagangan orang dalam hanyalah ada dan eksklusif merupakan
ciri khas kejahatan yang hanya terjadi di pasar modal. Istilah perdagangan
orang dalam meskipun istilah yang kurang tepat tetapi merupakan istilah yang
digunakan oleh Undang-undang Pasar Modal sendiri. Hal ini karena istilah ini,
seperti yang akan diuraikan di bawah ini kurang menggambarkan keadaan
sebenarnya karena pemakaian informasi orang dalam tidak hanya digunakan oleh
orang dalam perusahaan semata.
Informasi
merupakan komponen yang amat penting dalam berinvestasi. Karena dengan
informasi investor memutuskan apakah akan membeli, menjual atau menahan
saham-saham (dan efek lainnya). Investor yang pintar akan selalu memperhatikan
informasi, baik itu berupa kebijakan pemerintah, situasi politik dalam negeri
maupun internasional, harga komoditi maupun informasi yang menyangkut emiten
(perusahaan) itu sendiri. Karena pentingnya sekuritas salah satu pilar yang
penting adalah bagaimana menjamin tersedianya/ tersebarnya informasi ini ke
sebanyak mungkin investor pada waktu secepatnya melalui penerapan prinsip
keterbukaan. Ketersediaan informasi tersebut, akan memungkinkan masyarakat
pemodal untuk melakukan penilaian dengan cepat dan meratanya penyebaran
informasi tersebut, akan memungkinkan masyarakat pemodal untuk melakukan
penilaian dengan cepat atas efek atau saham emiten. Demikian juga penyebaran
yang bersamaan tanpa menguntungkan salah satu pihak, yang memberikan kesempatan
yang sama kepada masing-masing yang menggunakan informasi tersebut, tanpa perlu
ada yang dirugikan karena informasi datang terlambat atau pihak lain penerima
lebih cepat.
Berdasarkan
hal ini maka penggunaan informasi orang dalam (insider information)
merupakan unsur yang dilarang di pasar modal. Hal ini karena penggunaan
informasi orang dalam oleh insider, atau pihak lain yang mempunyai
hubungan dengan orang dalam (insiders) dapat menyebabkan
diuntungkannya pihak tersebut secara finansial, dengan mengakibatkan kerugian
pada pihak/investor lain. Insiders, misalnya, dapat dengan cepat
mengambil tindakan menjual (biasanya pada harga lebih tinggi), apabila dari
laporan keuangan perusahaan dia mengetahui adanya kerugian yang akan dilaporkan
perusahaan. Atau dia akan membeli saham (biasanya pada harga lebih rendah),
apabila dia mengetahui bahwa perusahaan akan mengumumkan adanya keuntungan atau
karena perusahaan menemukan sesuatu seperti cadangan bahan tambang yang besar
(dalam hal emiten adalah perusahaan tambang), atau emiten tersebut memperoleh
kontrak dengan nilai yang manterial. Informasi-informasi tersebut merupakan
informasi yang akan menjadi penyebab naik atau turunnya harga saham perusahaan.
Apa
itu informasi orang dalam sendiri tidak secara tegas dinyatakan penggunaannya
oleh Undang-Undang Pasar Modal. Dalam penjelasan atas Pasal 95, Undang-Undang
Pasar Modal hanya menyatakan bahwa “informasi orang dalam” adalah Informasi
Material yang dimiliki oleh orang dalam belum tersedia untuk umum. Oleh
karenanya, untuk mendapatkan pengertian yang lebih jelas atas istilah informasi
orang dalam ini haruslah dibaca dengan menghubungkan dua istilah yang digunakan
Undang-Undang Pasar Modal dengan istilah “orang dalam”, yang digunakan dalam
penjelasan atas Pasal 95 mengenai istilah orang dalam.
Informasi
yang dimaksud juga harus merupakan informasi yang ada, dan tersangkut atau
berhubungan dengan perusahaan atau emiten tersebut. Dengan demikian, tidak bisa
suatu informasi yang tidak berada dan tersangkut dengan perusahaan merupakan
informasi orang dalam, meskipun perusahaan dapat menerima akibatnya. Salah satu
contoh informasi seperti ini misalnya informasi mengenai kebijakan moneter atau
politik yang diambil pemerintah, yang kemudian mempengaruhi jalannya
perusahaan. Informasi mengenai kebijakan moneter mengenai seperti devaluasi
rupiah, misalnya merupakan informasi yang sangat penting dan relevan yang
sangat mempengaruhi banyak perusahaan, tetapi informasi seperti ini tidak dapat
dikategorikan sebagai informasi orang dalam. Demikian juga informasi mengenai kebijakan
menaikkan suku bunga oleh bank sentral, yang meskipun sangat penting, bukanlah
informasi orang dalam. Hal yang sama berlaku juga terhadap informasi kudeta di
suatu negara, yang tentunya akan sangat mempengaruhi kondisi ekonomi dan usaha
di negara tersebut. Semua informasi ini penting tetapi bukanlah informasi orang
dalam, karena meskipun tersangkut kepada perusahaan tetapi informasi tersebut
tidak berada di dalam perusahaan.
Dengan demikian, larangan penggunaan informasi
orang dalam lebih disebabkan kerena tindakan tersebut merupakan tindakan yang
kurang fair terhadap orang lain, yang sama sekali tidak tahu adanya informasi
tersebut. Atau seperti hal yang dikatakan oleh The
Compbell Committee di Australia: “The objective of restrictions on
insider trading is to ensure that the securities market operates freely and
fairly, with all participants having equal access to relevant information.[16]
Oleh karenanya, larangan terhadap penggunaan informasi orang dalam transaksi
efek telah merupakan sesuatu yang universal dalam tahun-tahun belakangan ini.
Larangan penggunaan informasi orang dalam telah diadopsi oleh banyak negara
karena memang larangan penggunaannya dianggap sangat tepat.
Tetapi
ini tidak berarti tidak ada orang yang mempertanyakan larangan atas penggunaan
informasi orang dalam. Ini misalnya dikemukakan oleh HLG Manne yang menyatakan
bahwa:
“The
first is that insider trading by insider allows information to rapidly
impounded in the prices of securities. As a result, the effeciency of capital
markets incerses. Because firms use securities prices in making investment and
capital budgeting decisions, increases in prices effeciency will lead higher
levels of economuc output”.[17]
Perdagangan
orang dalam dilarang karena pihak yang memiliki informasi orang dalam, dan
kemudian mempergunakannya untuk memperdagangkan efek, pada dasarnya mempunyai
keuntungan berhadapan dengan pihak lain, yang tidak mempunyai informasi orang
dalam. Pihak yang memiliki informasi orang dalam ini tidak beda dengan seorang
pencuri, karena pihak lain tidak mengetahui informasi orang dalam tersebut
(apabila dia mengetahui informasi orang dalam tersebut) mungkin tidak akan
pernah menjual sahamnya pada harga tersebut. (apabila dia mengetahui bahwa
informasi tersebut akan menyebabkan kenaikan harga), ataupun dia mungkin akan
menunda membeli saham seandainya pihak tersebut mengetahui bahwa harga efek
tersebut akan turun (apabila informasi yang belum dikeluarkan oleh emiten itu
akan menyebabkan penurunan harga).[18]
Memang tidak semua orang yang membeli
atau menjual saham pada harga tersebut mengetahui adanya informasi orang dalam,
tetapi bagi pihak yang mengetahui informasi orang dalam dan kemudian
menggunakannya bertransaksi, jelas merampas kesempatan pihak lainnya. Larangan
perdagangan oleh orang dalam, sebagaimana dikatakan di atas, pada dasarnya
adalah larangan yang dimaksud agar informasi yang keluar dari perusahaan dapat
sampai kepada semua orang (pemodal dan calon pemodal) secara bersamaan dan
merata, akan memberikan kepada setiap pihak yang membutuhkan informasi
kesempatan yang sama untuk mempergunakan informasi tersebut untuk kepentingan
masing-masing.
Perlunya disampaikannya informasi yang ada dan dimiliki emiten
tersebut secara bersamaan dan merata dimaksudkan juga untuk memastikan
bahwa tidak ada satu pihak pun yang diuntungkan, baik karena hubungan yang
bersangkutan dengan perusahaan maupun karena yang bersangkutan memperolehnya
secara melawan hukum. Perlakuan yang sama dan merata atas informasi emiten ini
diperlukan, karena (sekali lagi) informasi di pasar modal merupakan komoditi
penting yang membuat orang memutuskan, melakukan atau tidak melakukan
investasi.
Oleh karena itu orang-orang yang dianggap mempunyai hubungan khusus
dengan perusahaan (emiten), dilarang melakukan transaksi dengan
mempergunakan informasi orang dalam. Degan tidak seorang pun akan diuntungkan,
terutama apabila yang bersangkutan mempunyai akses terhadap manajemen
perusahaan.
REFERENSI
[1] Donald C. Langevoort, Insider Trading Regulation, 1989
Edition, (New York: Clark Boardman Company, Ltd, 1989), hlm. 1145.
[2] David L. Ratner dan Thomas Lee H azen, I, Securities Regulation
Cases and Materials, Fourth Edition, (St. Paul Minn: West Publishing, Co,
1991), hlm. 618
[3] Sean P. Leuba, “The Breaks Ranks in United States v. Bryan: Finally, A. Reputation of the Misapproapriation Theory.” Washingtong
& Lee Law Review, (Vol. 53, 1996), hlm. 11
[10] Donald C. Langevoort, Insider Trading Regulation, 1989
Edition, (New York: Clark Boardman Company, Ltd, 1989), hlm. 72.
[15] Untuk mendapatkan gambaran yang menarik dan menyeluruh mengenai
bagaimana para pialang melakukan praktik “insider trading” ini
lihatlah James B. Steward, “Den of Thieves” Simon & Schuster, New York,
1991
[17] HLG Manne, Insider Trading and the Stock Market, 1966,
sebagaimana dikutip oleh Jie Hu dan Thomas H. Noe, “the insider trading
debate”, Federal Reserve Bank of Atlanta Economic Review, fourth quarter, hlm.
34.
[18] Insider trading is said to harm investors in two pricipal ways.
Some contend that the investor’s trades are made at the “wrong price”. A more sophisticated
theory posits that the investor is induced to make a bad purchase or sale.
Neiter argument proves convincing on close examination. An in vestor who trades
in a security contemporaneosly with insiders having access to material non
public information likely will allege injury in that he sold at the wrong
price; i.e., a price that does not reflect undiscrosed information. If a firm’s
stock currently slls at $10 per share, but after disclousure of the new
information will at $15, a shareholder who sells at the curent price thus will
claim a $ 5 loss. Lihat untuk ini Stephen M. Bainbridge, SECURITIES LAW insider
trading, Foundation Press, New York, hlm. 150.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar