Kamis, 06 September 2018

INSIDER TRADING DALAM HUKUM PASAR MODAL


INSIDER TRADING DALAM HUKUM PASAR MODAL


Undang-Undang Pasar Modal Indonesia telah mengatur ketentuan kategori insider di luar kategori traditional insider, seperti ketentuan kategori insider sementara (“temporary insider” atau “quasi insider”), yaitu orang-orang luar perusahaan yang mempunyai hubungan trust dan confidence dengan perusahaan atau mereka itu mempunyai hubungan kerja jangka pendek dengan perusahaan yang mengakibatkan fiduciary obligation mereka kepada perusahaan, misalnya konsultan hukum, notaris, akuntan, penasihat investasi dan undertwriter.

Undang-Undang Pasar Modal Indonesia mengatur ketentuan kategori seseorang disebut hubungan fiduciary duty, seperti terdapatnya ketentuan dalam Undang-Undang Pasar Modal Indonesia yang menentukan “Penerima Informasi” (tippee) sebagai insider. Akan tetapi Undang-Undang Pasar Modal tersebut tidak mengatur ketentuan “pihak lain yang menerima informasi tidak langsung dari insider, tetapi informasi diterima dari tippee yang lain” (secondary tippee) sebagai insider. Tidak hanya pengaturan secondary tippee sebagai insider menandakan Undang-Undang Pasar Modal Indonesia dalam mengatur kategori insider belum secara maksimal mengatur rambu-rambu insider trading dan keadaan pengaturan tersebut membuktikan Undang-Undang Pasar Modal Indonesia belum secara menyeluruh menerapkan pertanggungjawaban hukum insider sesuai dengan pendekatan teori penyalahgunaan (misapproapriation theory).[1]
Oleh karena menurut teori penyalahgunaan tersebut bahwa seseorang tidak harus mempunyai hubungan dari suatu fiduciary. duty, tetapi mengikuti kewajiban umum keterbukaan di pasar modal.[2]

Masalah yang menonjol dalam ketentuan insider trading sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Pasar Modal Indonesia adalah berkaitan dengan ketentuan kategori insider yang belum cukup memadai. Di satu sisi, ketentuan kategori insider dalam Undang-Undang Pasar Modal tersebut telah ada kemiripannya dengan yang pernah berkembang di pasar modal Amerika Serikat mengenai kategori insider. Namun, tidak semua kategori insider sama antara Undang-Undang Pasar Modal Indonesia dan peraturan pasar modal Amerika Serikat. Artinya, insider tidak hanya menganut kategori traditional insider, seperti komisaris, direktur, pemegang saham utama dan pegawai perusahaan, karena kategori insider didasarkan dari seseorang yang mempunyai fiduciary duty.[3]

Perkembangan penerapan teori penyalahgunaan dalam pengaturan insider trading perlu untuk dikaji dalam rangka perlindungan investor dari praktik insider trading. Tanpa penerapan teori penyalahgunaan akan menghadapi masalah dalam menentukan kategori insider dan sekaligus menjadi hambatan dalam menjaring pelaku-pelaku insider trading. Selanjutnya yang perlu dikaji dalam masalah pengaturan dalam insider trading adalah masalah kedua yang menonjol dari insider trading, yaitu ukuran apakah yang dipakai untuk menentukan suatu informasi dikategorikan sebagai informasi non public. Pengkajian tersebut perlu untuk dilakukan, agar tidak menjadi hambatan dalam penentuan adanya insider trading atau penyelesaian kasus-kasus insider trading, misleading information, serta manipulasi pasar.

Praktik insider trading terjadi apabila seseorang membeli atau menjual saham berdasarkan informasi dari orang dalam yang tidak publik sifatnya. Posisi investor yang memperoleh informasi dari orang dalam tersebut lebih baik dibandingkan dengan investor lain dalam perdagangan saham. Mereka melakukan perdagangan saham yang tidak fair. Sebab, praktik insider trading menciptakan distorsi pada harga saham, karena harga saham tersebut tidak direfleksikan berdasarkan informasi pasar yang efisien. Hal yang mendorong argumentasi, bahwa “the deregulation of insider trading is often urged asone of the few reform with any real promise of increasing the informational efficient of secularities prices.

Untuk menghindari akibat yang berpotensi merugikan dan melindungi investor dari praktik insider trading, maka insider trading dikategorikan dalam penipuan. Peraturan Pasar Modal Indonesia juga telah membuat larangan insider trading. Pasal 95 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyatakan:[4]

“Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau penjualan efek:
  1. Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau
  2. Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Pubilk yang bersangkutan”.
Selanjutnya, Penjelasan Pasal 95 Undang-Undang tersebut menyatakan:
  1. komisaris, direktur, atau pegawai Emiten atau Perusahaan Publik;
  2. pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik;
  3. orang perseorangan yang karena kedudukannya atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan Emiten atau Perusahaan Publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam; atau
  4. pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi Pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b atau c di atas.
Pengaturan Pasar Modal Indonesia, juga membuat larangan mempengaruhi orang lain untuk melakukan transaksi atau memberikan tip kepada pihak lain. Pasal 96 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyatakan:
“Orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dilarang:
  1. mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian atau menjelang Efek dimaksud; atau
  2. memberi informasi orang dalam kepada Pihak manapun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek.
Di samping itu, peraturan pasar modal tersebut juga mengatur ketentuan siapa-siapa yang dikenakan larangan yang sama dengan larangan bagi insider. Pasal 97 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyatakan:

(1) Setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dari orang dalam secara melawan hukum dan kemudian memperolehnya dikenakan larangan yang sama dengan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 95 dan Pasal 96.

(2) Setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dan kemudian memperolehnya tanpa melawan hukum tidak dikenakan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96, sepanjang informasi tersebut disediakan oleh Emiten atau Perusahaan Publik tanpa pembatasan.

Walaupun peraturan insider trading di atas tersebut telah mengatur larangan insider trading dan ketentuan yang berkenaan dengan insider atau penerima informasi, namun, disadari peraturan tersebut belum cukup untuk mengatasi praktik insider trading, dan manipulasi pasar.

Tidak cukupnya peraturan insider trading tersebut dapat dipahami dari masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan peraturan tersebut. Misalnya, tidak cukupnya ketentuan kategori insider dalam kaitannya dengan tippee dan secondary tippee. Di samping itu, peraturan insider trading tersebut tidak secara menyeluruh menerapkan teori penyalahgunaan sebagaimana telah diterapkan dalam pasar modal Amerika Serikat.[5]

Mengingat sampai sekarang di Indonesia belum ada yurisprudensi mengenai insider trading, maka masalah-masalah yang timbul dari praktik insider trading dapat diatasi dengan perbaikan terhadap peraturan insider trading yang sekarang berlaku di pasar modal Indonesia.

Di Amerika Serikat banyak putusan pengadilan yang sudah baku melahirkan doktrin hukum untuk mengatasi insider trading, seperti fiduciary duty theory dan teori penyalahgunaan (misappropriation theory), begitu pula halnya dengan Misleading Information dan manipulasi pasar ini.[6]

Kekurangan peraturan di pasar modal Indonesia berkaitan dengan tidak cukupnya ketentuan kategori insider di luar kategori traditional insider, seperti ketentuan yang menentukan “penerima informasi” (tippee) sebagai insider dan ketidakcukupan pengaturan ketentuan “pihak lain yang menerima informasi tidak langsung dari insider, tetapi informasi diterima dari tippee yang lain” (secondary tippee) sebagai kategori insider. Dengan perkataan lain, peraturan insider trading belum secara tuntas dan menyeluruh menerapkan pertanggungjawaban hukum insider sesuai dengan pendekatan teori penyalahgunaan. Selanjutnya, kekurangan peraturan insider trading tersebut dapat diamati dari ketidakcukupan pengaturan yang dipakai untuk menentukan informasi dikategorikan sebagai informasi nonpublic dalam insider trading.[7]

Apabila disimak praktik insider trading dalam kegiatan perdagangan saham di pasar modal, maka hal yang harus diperhatikan dalam perdagangan saham tersebut harus dipenuhi unsur-unsur insider trading. Pertama, siapa yang termasuk kategori insider. Pada mulanya jawaban pertanyaan tersebut adalah siapa yang secara hukum dilarang untuk menggunakan informasi tentang perusahaan untuk keuntungan pribadinya.

Peraturan insider trading di pasar modal Indonesia telah melarang praktik insider trading, sebagaimana diuraikan di muka. Melarang corporate insiders yang mempunyai insider information melakukan pembelian atau penjualan saham perusahaan tempat ia bekerja atau perusahaan lain yang melakukan perdagangan saham dengan perusahaan tersebut.[8]

Selanjutnya, peraturan tersebut menentukan menetapkan yang termasuk corporate insider adalah komisaris, direksi, pemegang saham utama, pegawai perusahaan, seseorang yang karena kedudukannya atau profesinya atau karena hubungan usaha dengan emiten atau perusahaan publik yang memungkinkan seseorang tersebut memperoleh insider information. Seperti konsultan hukum, notaris, akuntan dan penasihat keuangan dan investasi serta pemasok atau kontraktor emiten atau perusahaan publik tersebut. Mereka yang dikategorikan corporate insiders tersebut masih tetap disebut insider selama 6 (enam) bulan sejak mereka tidak lagi menduduki jabatan atau hubungan dengan emiten/perusahaan publik yang bersangkutan.[9]

Secara tradisional, komisaris, direktur, pemegang saham utama dan pegawai perusahaan termasuk sebagai insider (traditional insiders). Komisaris dan direktur dikategorikan sebagai insider adalah wajib memegang fiduciary obligation dalam hal loyalitasnya kepada perusahaan. Di pihak lain, mereka termasuk orang-orang dapat mengendalikan serta mengetahui kegiatan atau operasi perusahaan setiap hari. Sehingga mereka memiliki informasi perusahaan yang paling sensitif (sensitive corporate information).[10]

Sedangkan kategori insider bagi pemegang saham utama (controling shareholder) didasarkan atas ketentuan hukum perusahaan, yang menetapkan suatu fiduciary obligations dari suatu fairness dan loyalitas terhadap siapa-siapa yang memiliki pengawas atau pengendali aktivitas perusahaan berdasarkan saham di perusahaan yang mereka miliki, walaupun mereka tidak menduduki direktur atau officer.[11] Namun mereka bukan berarti tidak memiliki fiduciary.[12]

Kategori karyawan emiten atau perusahaan publik sebagai insider memiliki tugas dan kewajiban menjaga loyalitas (duty of loyality), termasuk tanggung jawab mereka untuk tidak memanfaatkan keuntungan dari informasi rahasia (confidential information) yang diperoleh sehubungan dengan pekerjaannya di perusahaan. Kasus Texas Gulf Sulphur, membahas informasi material mengenai pengeboran di Timmins, Ontario dan informasi ini belum diungkapkan untuk umum.[13]

Pegawai Texas Gulf Sulphur, yaitu Darke dan Coates (geologist) telah mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia itu dan merekomendasikan kepada beberapa manajemen atau pegawai Texas Gulf Sulphur untuk membeli saham perusahaan itu. Pengadilan memutuskan perbuatan mereka ini sebagai insider trading dan khusus bagi Darke dan Coates dikategorikan sebagai insiders.[14]

Kategori-kategori insider tersebut merupakan contoh klasik dari seseorang yang mempunyai fiduciary duty atau yang disebut dengan traditional insider. Peraturan insider trading di pasar modal Indonesia telah menetapkan insider dalam kategori traditional insider tersebut.

Peraturan tersebut juga menetapkan kategori “insider sementara” (temporary insider-quasi insider). Bila kategori traditional insider secara nyata menyatakan orang-orang yang bekerja dalam perusahaan, maka insider dalam kategori temporary insider atau quasy insider ini merupakan orang-orang luar perusahaan. Tetapi mereka mempunyai hubungan turst dan confidence dengan perusahaan atau mereka mempunyai hubungan jangka pendek yang mengakibatkan fiduciary obligation mereka kepada perusahaan. Pemikiran ini yang membuat profesi penunjang pasar modal, seperti konsultan hukum, notaris, akuntan, dan penilai dikategorikan sebagai insider.

Dari beberapa kejahatan yang dilakukan di pasar modal, perdagangan oleh orang dalam (insider trading) adalah yang paling terkenal. Ini karena nama asingnya (insider trading) merujuk pada suatu yang sangat khusus (insider), yaitu kejahatan yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu yaitu mereka yang berada di dalam organisasi  perusahaan. Mereka (orang-orang) yang dianggap mempunyai kelas tertentu baik dalam status ekonominya maupun di dalam perusahaan sendiri. Selain itu (mungkin) karena orang yang mengetahui informasi orang dalam, dan mempergunakannya dalam perdagangan sering dianggap “jenius” dalam perdagangan (yaitu karena setiap transaksi yang dilakukannya membawa keuntungan besar).[15]

Perdagangan orang dalam juga yang membedakan kejahatan yang dilakukan di bursa dan kejahatan (tindak pidana) umum lainnya. Karena kalau tindak pidana pasar modal lainnya sedikit, perdagangan orang dalam hanyalah ada dan eksklusif merupakan ciri khas kejahatan yang hanya terjadi di pasar modal. Istilah perdagangan orang dalam meskipun istilah yang kurang tepat tetapi merupakan istilah yang digunakan oleh Undang-undang Pasar Modal sendiri. Hal ini karena istilah ini, seperti yang akan diuraikan di bawah ini kurang menggambarkan keadaan sebenarnya karena pemakaian informasi orang dalam tidak hanya digunakan oleh orang dalam perusahaan semata.

Informasi merupakan komponen yang amat penting dalam berinvestasi. Karena dengan informasi investor memutuskan apakah akan membeli, menjual atau menahan saham-saham (dan efek lainnya). Investor yang pintar akan selalu memperhatikan informasi, baik itu berupa kebijakan pemerintah, situasi politik dalam negeri maupun internasional, harga komoditi maupun informasi yang menyangkut emiten (perusahaan) itu sendiri. Karena pentingnya sekuritas salah satu pilar yang penting adalah bagaimana menjamin tersedianya/ tersebarnya informasi ini ke sebanyak mungkin investor pada waktu secepatnya melalui penerapan prinsip keterbukaan. Ketersediaan informasi tersebut, akan memungkinkan masyarakat pemodal untuk melakukan penilaian dengan cepat dan meratanya penyebaran informasi tersebut, akan memungkinkan masyarakat pemodal untuk melakukan penilaian dengan cepat atas efek atau saham emiten. Demikian juga penyebaran yang bersamaan tanpa menguntungkan salah satu pihak, yang memberikan kesempatan yang sama kepada masing-masing yang menggunakan informasi tersebut, tanpa perlu ada yang dirugikan karena informasi datang terlambat atau pihak lain penerima lebih cepat.

Berdasarkan hal ini maka penggunaan informasi orang dalam (insider information) merupakan unsur yang dilarang di pasar modal. Hal ini karena penggunaan informasi orang dalam oleh insider, atau pihak lain yang mempunyai hubungan dengan orang dalam (insiders) dapat menyebabkan diuntungkannya pihak tersebut secara finansial, dengan mengakibatkan kerugian pada pihak/investor lain. Insiders, misalnya, dapat dengan cepat mengambil tindakan menjual (biasanya pada harga lebih tinggi), apabila dari laporan keuangan perusahaan dia mengetahui adanya kerugian yang akan dilaporkan perusahaan. Atau dia akan membeli saham (biasanya pada harga lebih rendah), apabila dia mengetahui bahwa perusahaan akan mengumumkan adanya keuntungan atau karena perusahaan menemukan sesuatu seperti cadangan bahan tambang yang besar (dalam hal emiten adalah perusahaan tambang), atau emiten tersebut memperoleh kontrak dengan nilai yang manterial. Informasi-informasi tersebut merupakan informasi yang akan menjadi penyebab naik atau turunnya harga saham perusahaan.

Apa itu informasi orang dalam sendiri tidak secara tegas dinyatakan penggunaannya oleh Undang-Undang Pasar Modal. Dalam penjelasan atas Pasal 95, Undang-Undang Pasar Modal hanya menyatakan bahwa “informasi orang dalam” adalah Informasi Material yang dimiliki oleh orang dalam belum tersedia untuk umum. Oleh karenanya, untuk mendapatkan pengertian yang lebih jelas atas istilah informasi orang dalam ini haruslah dibaca dengan menghubungkan dua istilah yang digunakan Undang-Undang Pasar Modal dengan istilah “orang dalam”, yang digunakan dalam penjelasan atas Pasal 95 mengenai istilah orang dalam.

Informasi yang dimaksud juga harus merupakan informasi yang ada, dan tersangkut atau berhubungan dengan perusahaan atau emiten tersebut. Dengan demikian, tidak bisa suatu informasi yang tidak berada dan tersangkut dengan perusahaan merupakan informasi orang dalam, meskipun perusahaan dapat menerima akibatnya. Salah satu contoh informasi seperti ini misalnya informasi mengenai kebijakan moneter atau politik yang diambil pemerintah, yang kemudian mempengaruhi jalannya perusahaan. Informasi mengenai kebijakan moneter mengenai seperti devaluasi rupiah, misalnya merupakan informasi yang sangat penting dan relevan yang sangat mempengaruhi banyak perusahaan, tetapi informasi seperti ini tidak dapat dikategorikan sebagai informasi orang dalam. Demikian juga informasi mengenai kebijakan menaikkan suku bunga oleh bank sentral, yang meskipun sangat penting, bukanlah informasi orang dalam. Hal yang sama berlaku juga terhadap informasi kudeta di suatu negara, yang tentunya akan sangat mempengaruhi kondisi ekonomi dan usaha di negara tersebut. Semua informasi ini penting tetapi bukanlah informasi orang dalam, karena meskipun tersangkut kepada perusahaan tetapi informasi tersebut tidak berada di dalam perusahaan.

Dengan demikian, larangan penggunaan informasi orang dalam lebih disebabkan kerena tindakan tersebut merupakan tindakan yang kurang fair terhadap orang lain, yang sama sekali tidak tahu adanya informasi tersebut. Atau seperti hal yang dikatakan oleh The Compbell Committee di Australia: “The objective of restrictions on insider trading is to ensure that the securities market operates freely and fairly, with all participants having equal access to relevant information.[16] Oleh karenanya, larangan terhadap penggunaan informasi orang dalam transaksi efek telah merupakan sesuatu yang universal dalam tahun-tahun belakangan ini. Larangan penggunaan informasi orang dalam telah diadopsi oleh banyak negara karena memang larangan penggunaannya dianggap sangat tepat.

Tetapi ini tidak berarti tidak ada orang yang mempertanyakan larangan atas penggunaan informasi orang dalam. Ini misalnya dikemukakan oleh HLG Manne yang menyatakan bahwa:

The first is that insider trading by insider allows information to rapidly impounded in the prices of securities. As a result, the effeciency of capital markets incerses. Because firms use securities prices in making investment and capital budgeting decisions, increases in prices effeciency will lead higher levels of economuc output”.[17]

Perdagangan orang dalam dilarang karena pihak yang memiliki informasi orang dalam, dan kemudian mempergunakannya untuk memperdagangkan efek, pada dasarnya mempunyai keuntungan berhadapan dengan pihak lain, yang tidak mempunyai informasi orang dalam. Pihak yang memiliki informasi orang dalam ini tidak beda dengan seorang pencuri, karena pihak lain tidak mengetahui informasi orang dalam tersebut (apabila dia mengetahui informasi orang dalam tersebut) mungkin tidak akan pernah menjual sahamnya pada harga tersebut. (apabila dia mengetahui bahwa informasi tersebut akan menyebabkan kenaikan harga), ataupun dia mungkin akan menunda membeli saham seandainya pihak tersebut mengetahui bahwa harga efek tersebut akan turun (apabila informasi yang belum dikeluarkan oleh emiten itu akan menyebabkan penurunan harga).[18] 

Memang tidak semua orang yang membeli atau menjual saham pada harga tersebut mengetahui adanya informasi orang dalam, tetapi bagi pihak yang mengetahui informasi orang dalam dan kemudian menggunakannya bertransaksi, jelas merampas kesempatan pihak lainnya. Larangan perdagangan oleh orang dalam, sebagaimana dikatakan di atas, pada dasarnya adalah larangan yang dimaksud agar informasi yang keluar dari perusahaan dapat sampai kepada semua orang (pemodal dan calon pemodal) secara bersamaan dan merata, akan memberikan kepada setiap pihak yang membutuhkan informasi kesempatan yang sama untuk mempergunakan informasi tersebut untuk kepentingan masing-masing. 

Perlunya disampaikannya informasi yang ada dan dimiliki emiten tersebut secara bersamaan dan merata dimaksudkan juga untuk memastikan bahwa tidak ada satu pihak pun yang diuntungkan, baik karena hubungan yang bersangkutan dengan perusahaan maupun karena yang bersangkutan memperolehnya secara melawan hukum. Perlakuan yang sama dan merata atas informasi emiten ini diperlukan, karena (sekali lagi) informasi di pasar modal merupakan komoditi penting yang membuat orang memutuskan, melakukan atau tidak melakukan investasi. 

Oleh karena itu orang-orang yang dianggap mempunyai hubungan khusus dengan perusahaan (emiten), dilarang melakukan transaksi dengan mempergunakan informasi orang dalam. Degan tidak seorang pun akan diuntungkan, terutama apabila yang bersangkutan mempunyai akses terhadap manajemen perusahaan.

REFERENSI
[1] Donald C. Langevoort, Insider Trading Regulation, 1989 Edition, (New York: Clark Boardman Company, Ltd, 1989), hlm. 1145.
[2] David L. Ratner dan Thomas Lee H azen, I, Securities Regulation Cases and Materials, Fourth Edition, (St. Paul Minn: West Publishing, Co, 1991), hlm. 618
[3] Sean P. Leuba, “The Breaks Ranks in United States v. Bryan: Finally, A. Reputation of the Misapproapriation Theory.” Washingtong & Lee Law Review, (Vol. 53, 1996), hlm. 11
[4] I.G. Raywidjaja, Hukum Pasar Modal, Jakarta: Maspion, 2001. hlm. 214
[5] Bismar Nasution, Hukum Pasar Modal, Jakarta: FH UI. 1999. hlm. 242.
[6] Bismar Nasution, ibid, hlm. 247
[7] Ibid., hlm. 249
[8] Pasal 95 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
[9] Penjelasan Pasal 95 Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
[10] Donald C. Langevoort, Insider Trading Regulation, 1989 Edition, (New York: Clark Boardman Company, Ltd, 1989), hlm. 72.
[11] Ibid, hlm. 72-73
[12] Ibid, hlm. 73
[13] Bismar Nasution, op.cit., hlm. 251
[14] Ibid.
[15] Untuk mendapatkan gambaran yang menarik dan menyeluruh mengenai bagaimana para pialang melakukan praktik “insider trading” ini lihatlah James B. Steward, “Den of Thieves” Simon & Schuster, New York, 1991
[16] R. Baxt, et, al, Securities Industries Law, 1996, hlm. 313
[17] HLG Manne, Insider Trading and the Stock Market, 1966, sebagaimana dikutip oleh Jie Hu dan Thomas H. Noe, “the insider trading debate”, Federal Reserve Bank of Atlanta Economic Review, fourth quarter, hlm. 34.
[18] Insider trading is said to harm investors in two pricipal ways. Some contend that the investor’s trades are made at the “wrong price”. A more sophisticated theory posits that the investor is induced to make a bad purchase or sale. Neiter argument proves convincing on close examination. An in vestor who trades in a security contemporaneosly with insiders having access to material non public information likely will allege injury in that he sold at the wrong price; i.e., a price that does not reflect undiscrosed information. If a firm’s stock currently slls at $10 per share, but after disclousure of the new information will at $15, a shareholder who sells at the curent price thus will claim a $ 5 loss. Lihat untuk ini Stephen M. Bainbridge, SECURITIES LAW insider trading, Foundation Press, New York, hlm. 150.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar